29. END

2 1 0
                                    

Seiring waktu berlalu, Arka tumbuh menjadi seorang remaja yang cerdas dan berbakat. Usianya kini menginjak 15 tahun, dan ia telah menjadi inspirasi bagi banyak teman-temannya di sekolah. Ia memiliki semangat belajar yang tinggi, dan prestasinya di kelas selalu memukau para guru. Setiap kali ada lomba, baik akademis maupun seni, Arka tak pernah ragu untuk berpartisipasi.

Di sisi lain, rumah tangga Aji dan Aya semakin berwarna dengan kehadiran Araya Pramudita Kanya, adik perempuan Arka. Ara, begitu mereka memanggilnya, lahir dengan proses yang sama seperti Arka-melalui inseminasi buatan. Dengan jarak usia lima tahun, Ara hadir sebagai sumber kebahagiaan baru bagi keluarga kecil mereka. Keberadaannya membawa tawa dan kehangatan yang tiada henti.

Suatu sore, saat Aji dan Aya duduk di ruang tamu sambil menikmati teh, Arka datang dengan wajah ceria. "Ibu, Ayah! Aku baru saja menang lomba sains di sekolah!" serunya, melompat ke depan mereka.

Aji dan Aya saling berpandangan, kemudian tersenyum lebar. "Wah, selamat, Nak! Kami sangat bangga padamu!" kata Aya sambil memeluk Arka.

"Jadi, hadiah apa yang kamu inginkan?" Aji menambahkan, ingin memberi kejutan spesial untuk putra mereka.

Arka berpikir sejenak. "Aku mau... pergi ke konser band favoritku bulan depan! Mereka datang ke kota ini!" serunya penuh semangat.

"Aku bisa mengatur itu. Mungkin kita bisa pergi sekeluarga," usul Aji, merasa senang melihat antusiasme anaknya.

Namun, Arka tiba-tiba terlihat ragu. "Tapi, Ayah, apa Ara bisa ikut? Aku khawatir dia tidak akan menikmati konser itu."

Aya menepuk pundak Arka lembut. "Tenang saja, Nak. Kita bisa cari aktivitas lain untuk Ara. Mungkin kita bisa membawa dia ke taman hiburan setelah konser. Bagaimana?"

Arka tersenyum lebar. "Itu ide yang bagus, Bu!"

Ketika mereka sedang berbincang, Ara yang berusia 10 tahun muncul dari dapur, membawa kue cokelat yang baru saja dipanggangnya. "Aku mau ikut juga! Aku bisa jadi penyanyi di konser itu!" Ara berkata dengan polos, menciptakan gelak tawa di antara mereka.

"Di mana kamu belajar menyanyi?" Arka bertanya, masih terhibur dengan adiknya.

"Aku belajar dari video di internet! Aku sudah menyanyikan lagu-lagu favoritku untuk Ayah dan Ibu," jawab Ara bangga, tanpa menyadari keraguan di wajah kakaknya.

Aji dan Aya tersenyum, melihat interaksi manis antara kedua anak mereka. "Kita bisa melakukan pertunjukan kecil di rumah nanti. Ara bisa tampil di hadapan kita!" Aji menambahkan, mengajak Ara ke pangkuannya.

Malam itu, setelah makan malam, Arka dan Ara menyiapkan pertunjukan. Arka bermain gitar sementara Ara menyanyikan lagu-lagu ceria. Suara tawa dan musik memenuhi rumah, menciptakan kenangan yang tak terlupakan.

---

Di tengah kesenangan itu, Aji dan Aya saling bertukar pandang, merasa bangga dan bahagia melihat hubungan antara kedua anak mereka. Mereka tahu, meskipun kadang ada rasa cemburu di hati Arka, hubungan itu semakin kuat seiring waktu. Aji dan Aya berusaha keras untuk memberi perhatian yang seimbang kepada keduanya, sehingga setiap anak merasa dihargai.

Namun, di sekolah, Arka menghadapi tantangan baru. Tekanan dari teman-temannya mulai meningkat seiring dengan semakin tingginya ekspektasi mereka. Dia merasakan beratnya harapan yang harus dipenuhi, terutama ketika teman-temannya mulai membicarakan rencana masa depan dan karir. Suatu malam, saat Aji dan Aya sedang duduk bersama di ruang tamu, Arka masuk dengan ekspresi yang membingungkan.

"Ada apa, Nak?" tanya Aji, menyadari sesuatu yang tidak beres.

Arka duduk dengan lemas. "Aku merasa tertekan. Semua teman-temanku mulai membicarakan universitas dan masa depan. Aku belum tahu apa yang ingin kulakukan," keluhnya, suaranya bergetar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pertemuan Tak TerdugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang