Chapter 11. Dua Sisi Kebenaran

61 5 2
                                    

Season 1: Hidden Truth_______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Season 1: Hidden Truth
_______

Peristiwa kemarin ternyata memberikan dampak besar. Hubungan asmara Duke of Edelweiss segera menjadi topik hangat di kalangan masyarakat, menyebar dengan cepat hingga ke semua lapisan. Perhatian publik kini beralih dari kasus pembunuhan yang sebelumnya menjadi sorotan, dan fokus mereka sepenuhnya tertuju pada kisah romantis sang duke dan istrinya. Tak terkecuali Raja Sargon, pemimpin dari Kerajaan Orchid, yang secara khusus mengundang sang duke ke istana.

Kluk, kluk!

Kereta kuda bergerak di atas jalan berbatu, roda-roda besar berderak mengikuti setiap kontur tanah. Dentuman tapak kuda berirama, beradu dengan bunyi roda yang terus berputar. Di dalam kereta, sang duke duduk dengan postur tegap sambil memandang ke arah jendela. Sementara Anastasia duduk dengan tegang di hadapan sang duke, jemarinya meremas perlahan kain gaunnya.

“Mengunjungi istana ... tak pernah menjadi bagian dari rencana,” gumam Anastasia. “Ini terasa seperti menjebak diriku sendiri,” lanjutnya.

"Kebenaran harus terungkap," ucap sang duke tanpa menoleh sedikit pun. "Siapa pun yang terlibat dalam kematian Putri Haura akan dihukum, tak peduli siapa mereka."

Kata-kata itu menghantam Anastasia, seakan angin dingin menyapu seluruh tubuhnya. "Kau ... masih meragukanku?" tanyanya, suaranya terdengar hampir putus asa.

Akhirnya, sang duke menoleh. Wajahnya tak menyiratkan belas kasihan. “Sampai semuanya terungkap, tak ada yang bisa kupastikan. Termasuk dirimu.”

Napas Anastasia tercekat. Rasa takut yang sejak tadi dia coba redam kini meledak dalam dadanya. "Aku tak bersalah," ucapnya pelan, meskipun dalam hati dia tahu bahwa kalimat itu mungkin tak berarti bagi sang duke.

“Kebenaran tak mengenal rasa belas kasihan. Jika kau tak bersalah, tak ada yang perlu kau khawatirkan. Tapi jika sebaliknya ....” Sang duke tak menyelesaikan kalimatnya, membiarkan ancaman tak terucap itu menggantung di udara.

Kereta sekali lagi berderak keras saat melintasi jalan berbatu. Anastasia mengatupkan jemarinya lebih kuat di pangkuannya, berharap gangguan kecil itu bisa mengalihkan pikirannya dari ketakutan.

Sebelum kekhawatiran itu semakin menguasai, sang duke menambahkan, “Tapi kau tak sendirian. Selama aku ada di sisimu, tak ada seorang pun yang bisa menyentuhmu.”

Ada perasaan yang bertentangan dalam hati Anastasia. Rasa terlindungi yang mendadak hadir setelah ketegangan sebelumnya justru membuatnya bingung dan marah. Apa maksudnya dengan ucapan itu? Kenapa harus membiarkannya merasa terancam lebih dulu, hanya untuk kemudian memberinya jaminan perlindungan?

“Kau menakut-nakutiku, membuatku merasa sendirian dan tak punya harapan, lalu tiba-tiba menawarkan perlindungan? Apakah ini permainan bagimu?”

Sang duke menatap istrinya dengan tenang, amarah itu tak mengejutkannya. “Aku tak sedang bermain. Aku hanya mencari kebenaran, dan dalam proses itu, semua orang harus siap menghadapi konsekuensinya. Tapi itu tak berarti aku akan membiarkanmu jatuh. Kau istriku. Selama aku di sisimu, kau aman.”

The Duke's Criminal WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang