Chapter 7. Ikrar dan Kebohongan

43 4 0
                                    

Season 1: Hidden Truth______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Season 1: Hidden Truth
______

Katedral diliputi keheningan yang berat. Cahaya redup lilin-lilin yang tersusun di sepanjang lorong utama merayap di permukaan dinding batu, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang menari dalam diam. Jendela-jendela kaca patri, biasanya memancarkan warna-warni cerah, kini tampak gelap menyelimuti tempat suci itu.

Lonceng di menara katedral berdentang pelan, mengumumkan pergantian hari. Suara itu menggema di seluruh ruangan, memecah kesunyian yang sejak tadi melingkupi.

Dengan langkah hati-hati, Alicia berjalan menuju altar yang terletak di ujung katedral. Gaun terusan biru muda yang dikenakannya mengalir lembut di lantai batu, seolah mengikuti setiap gerakannya. Biru muda melambangkan kemurnian dan kesucian, tampak kontras dengan suasana katedral.

Myla yang telah menyiapkan gaun sederhana itu, mendampingi Alicia menuju sang duke yang menantinya di depan altar.

Jantung Alicia berdetak cepat, perasaannya bercampur aduk. Tatapannya terkunci pada sang duke, yang berdiri kokoh mengenakan pakaian kebesarannya yang sama seperti sebelumnya. Seragam itu, dengan segala simbol kehormatan, mempertegas sosok pria yang akan segera menjadi suaminya.

Saat jarak di antara mereka semakin dekat, Alicia merasakan dunia seolah menyempit, hanya menyisakan dirinya dan sang duke. Myla melepaskan genggaman tangannya, membiarkan Alicia berdiri sendiri di hadapan sang duke, siap untuk mengucapkan ikrar yang akan mengikat mereka dalam pernikahan yang jauh dari kemewahan.

Pernikahan itu hanya dihadiri dua saksi, Kesatria Flint dan Myla. Kesatria Flint berdiri tegak dengan sikap khidmat, kehadirannya menyampaikan kesan kehormatan dan kesetiaan yang dalam terhadap sang duke. Di sebelahnya, Myla tampak penuh perhatian mengikuti setiap langkah prosesi.

Sang duke tak mencerminkan ekspresi apa pun di wajahnya. Dia mengangguk pelan kepada pendeta, isyarat yang cukup jelas bagi pria tua itu untuk segera memulai prosesi.

Pendeta yang mengenakan jubah putih polos, membuka kitab sucinya yang sudah mulai menua oleh waktu. "Kita berkumpul di sini, di hadapan Tuhan, untuk menyatukan dua jiwa dalam ikatan suci pernikahan. Sebuah ikrar yang tak boleh dianggap remeh, tapi dipegang dengan keteguhan hati dan penuh rasa hormat." Suaranya bergema di sepanjang lorong katedral.

Mata Alicia sesekali melirik ke arah sang duke. Sosoknya yang menjulang tinggi tetap tampak tanpa ekspresi, seolah pernikahan mereka hanyalah sebuah tugas yang harus diselesaikan, bukan momen penuh kebahagiaan atau kehangatan. Sikap dinginnya menyadarkan Alicia akan peranannya, menguatkan kesadaran akan kedudukannya yang dipaksakan dalam ikatan ini.

"Duke ...," panggil pendeta dengan sopan, memberi isyarat bahwa saatnya untuk mengucapkan ikrar.

Sang duke mengalihkan pandangannya ke arah Alicia, tatapannya tampak tenang, dan berkata dengan nada tegas, "Aku, Lucherne Quinn, Duke of Edelweiss, mengambil engkau, Alicia, sebagai istriku. Dalam suka maupun duka, dalam kelimpahan maupun kekurangan, aku akan tetap setia, melindungi dan menjaga, sampai maut memisahkan kita."

The Duke's Criminal WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang