8. Lembaran Baru

57 3 0
                                    

Semua keluarga tengah berada di ruang rawat Kasim. Dokter tengah memeriksa kondisi sang ayah yang memiliki riwayat penyakit jantung. Semuanya masih lengkap menggunakan pakaian formal saat beberapa jam yang lalu mengadakan akad nikah antara Ghaafi dan Azzura.

"Kondisinya sudah lebih baik. Namun harus tetap jaga kesehatan, jangan terlalu bekerja keras apalagi sampai terlalu banyak pikiran ya Pak?" Ucap sang Dokter dengan lembut.

"Jadi saya bisa pulang Dok?"

"Tentu. Minggu depan kembali chek up teratur ya." Ucapnya lalu pamit. Azzura menghela napas lega melihat kondisi ayahnya yang sedari tadi terus tersenyum.

"Ayah dengar perkataan dokter tadikan? Ayah harus sehat. Azzura bahagia jika melihat ayah sehat." Kasim mengusap lengan Azzura sambil terus tersenyum. Lalu ia meraih tangan Ghaafi dan menyatukannya dengan tangan Azzura.

"Ayah harap kalian berdua bisa saling menyayangi, menjaga, dan percaya satu sama lain. Meskipun pernikahan kalian mendadak. Tapi ayah yakin kalian bisa membina rumah tangga yang bahagia. Untuk Azzura, tugasmu adalah patuh pada suamimu. Surgamu sekarang ada pada suamimu. Jadi kamu harus bisa menyayanginya dan menjaga rumah tangga kalian." Menatap menantu dan putrinya.

"Begitupun dengan Nak Ghaafi. Tolong bimbing Azzura menjadi istri yang baik. Jika dia ada salah, tolong beritahu. Na'udzubillahi mindzalik jika suatu hari nanti kamu tidak mampu membimbing Azzura, maka kembalikan ia pada kami dengan baik-baik." Ucapnya pada Ghaafi. Ghaafi mengangguk mendengar permintaan mertuanya.

"Saya berjanji akan menjaga dan menyayangi Azzura." Ucapnya lembut dan mendapatkan anggukan dari mertuanya.  Azzura hanya mampu menitikkan air matanya menatap sendu ayah tercinta.

Merekapun akhirnya pulang ke rumah Azzura. Setibanya di sana, dua keluarga tersebut masih tinggal sejenak sembari beristirahat. Hal ini dikarenakan, rumah Ghaafi dan Azzura yang cukup jauh. Ghaafi berada di Jakarta Barat, sedangkan Azzura di Jakarta Timur. 

"Kalian berdua istirahat. Kalian juga pasti lelah."

"Papa Mama juga istirahat ya, kamar tamu juga sudah dibersihkan. Azzura antar Ayah ke kamar dulu ya?" Altair dan Nadira mengangguk. Lantas keduanya beranjak untuk istirahat sejenak di kamar. Sedangkan Azzura mengantar Ayahnya ke kamar.

"Ayah istirahat. Ayah harus sehat. Azzura juga sudah melakukan keinginan Ayah kan? Jadi ayah tidak perlu lagi terlalu memikirkan masa depan Azzura." Pungkas Azzura.

"Maafkan ayah ya jika pernikahan ini membebanimu. Tapi ayah punya keyakinan bahwa kalian berdua bisa hidup bersama dan bahagia."

"Iya yah. Zura percaya sama Ayah."

"Kamu juga istirahat. Layani suamimu dengan baik. Dia di mana?"

"Tadi sedang menelpon teman kerjanya Yah."

"Yasudah. Ayah istirahat ya." Azzura menyelimuti ayahnya lalu beranjak keluar. Saat keluar kamar, ia memilih untuk pergi ke dapur membuat secangkir teh hangat. Di dapur, terlihat Bunda sedang membuatkan bubur ayam kesukaan ayah. Azzura tersenyum dan memeluk Bundanya.

"Bunda!"

"Apa sayang? Ayah sudah di kamar?" Azzura mengangguk.

"Mertuamu sudah kamu suruh istirahat?"

"Iya Bunda."

"Suamimu?"

"Komandan Ghaafi lagi telponan di luar."

"Hush! Kamu ini. Dia sudah suami kamu sayang. Jangan panggil komandan dong. Panggil mas, kakak, atau sayang gitu." Jelas Bunda yang membuat Azzura justru mengembungkan pipinya.

Halo Mas!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang