Daily routine

98 13 2
                                    

*Psychiatric hospital

Dita PoV

"Nona dita..."

"Nona..."

"Nona dita bangunlah... Nyonya Park sudah sadar" aku merasa tubuhku diguncang beberapa kali sampai akhirnya aku terbangun saat nama ibu Jinny disebutkan.

Ku coba membuka mataku yang masih terasa berat, sejujurnya dua malam ini aku sudah berjaga di rumah sakit karena ibu jinny mencoba melarikan diri kembali dan membuatnya jatuh dari tangga saat menghindari para perawat yang mengejarnya.

Pemeriksaan menyeluruh harus dilakukan karena ibu jinny mengalami benturan di kepala yang membuatnya tidak sadarkan diri.

"Bibi..." panggilku begitu melihat ibu jinny sudah duduk bersandar di ranjangnya dan menatap ku.

Dia hanya tersenyum dan menyuruhku untuk mendekat padanya.

"Apa kau menginap lagi disini karena aku?" Ibu jinny mengelus wajahku saat berada di dekatnya. Aku lantas menyentuh tangan lembut dan hangat dari wanita paruh baya itu.

"Gwenchana... asalkan bibi baik baik saja, aku tidak keberatan" Aku mencoba tersenyum walaupun tidak bisa menutupi kekhawatiran yang aku rasakan.

"Apa bibi sudah lapar? Aku akan mengambilkan makanan mu eoh?" Aku mengambil makanan yang sudah di sediakan rumah sakit untuknya.

"Nyonya Park makanlah yang banyak. Gadis ini sudah merawat mu dengan baik, jangan buat dia bersedih ne.., Kalau begitu aku tinggal dulu.. permisi" ucap perawat Jang yang sedari tadi berjaga di kamar.

"Ne.. khamsahamnida.." ucapku sembari membungkukkan badan kepada perawat yang sudah menjadi akrab denganku selama beberapa tahun belakangan ini.

"Dita.." Ibu jinny memanggilku dengan lembut. Sejak Jinny meninggalkan Korea, wanita paruh baya ini tidak ada satu orang pun yang menjenguk dan beberapa kali terlihat frustasi dengan keadaannya. Aku mencoba menghiburnya menggantikan Jinny. Awalnya aku hanya iseng untuk menjenguknya tapi melihat kondisinya yang sangat memprihatinkan akhirnya aku memutuskan untuk merawatnya tanpa sepengetahuan adik ku.

Wanita paruh baya ini semakin hari daya ingatnya juga semakin baik, bahkan beberapa bulan ini dia telah berhasil mengingat namaku. Ibu Jinny mulai perlahan membaik, tapi entah apa yang menyebabkan dia mencoba kabur kembali.

"Nee... ada yang kau inginkan bi?" Aku meletakkan baki makanan itu di hadapannya.

"Ani.. aku hanya ingin berterima kasih" Aku lantas tersenyum melihatnya.

"Eoh... aku juga berterima kasih padamu bi, karena sudah kembali sehat, sekarang makanlah ne..." aku menyuapkan nasi yang diterima baik olehnya.

"Bi.. boleh aku bertanya sesuatu?"

"Ne..." jawabnya sambil mengunyah makanannya.

"Itu... kenapa bibi mencoba kabur lagi kemarin?" Ia lantas memberhentikan makannya dan memandangku dengan raut wajah yang sedih.

"Mianhae dita ssi... aku pasti sangat membuatmu cemas" sahutnya kembali dengan merasa bersalah.

"Ani... gwenchana gwenchana, aku tidak bermaksud seperti itu bi, hanya saja aku bertanya tanya apa yang sebenarnya terjadi padamu.. "belum selesai aku berbicara, ibu Jinny lantas memotongku.

"Kemarin.. sepertinya aku melihat sesorang yang tidak asing terus memandangiku disini"

"Dugu?" Aku mengernyitkan dahi begitu ibu Jinny sepertinya sedang diawasi seseorang.

"Entahlah...tapi dia memandangiku terus di balik pintu, makanya aku mengejarnya, aku tidak bermaksud kabur dita ya.. kau percaya padaku kan?" Aku lantas menenangkan ibu Jinny yang terlihat panik.

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang