Author's Point of View
Jason menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi biru ruang tunggu sambil memasang ekspresi wajah terkantung-kantuk. Sebelah tangannya menggenggam sekaleng bir dan meneguknya perlahan, berharap bahwa hal itu akan membuat kantuknya memudar. Jason menghembuskan napas, menghirup aroma klomoform dan antiseptik khas rumah sakit ke dalam kedua lubang hidungnya. Dia telah melalui hari yang berat hari ini, dan ketika waktu nyaris menunjukkan tengah malam seperti sekarang dia masih berada di rumah sakit, menunggui Kyle yang belum juga sadarkan diri. Dokter telah berhasil mengusahakan apapun untuk mengangkat proyektil peluru yang bersarang di tubuh Kyle dan berkata bahwa satu-satunya yang bisa mereka lakukan adalah menunggu Kyle sadar. Jason tahu bahwa Phil, Ride, atau Robert dan Landi terlalu lelah untuk menunggui Kyle malam ini. Jason heran bagaimana bisa Justin tidak berada disini pada saat-saat seperti ini. Dia tahu bahwa hubungan Kyle dan Justin telah usai, namun setahunya Justin punya perasaan yang begitu dalam pada Kyle, yang tidak akan bisa hilang begitu saja. Urgh. Jason mendengus.
Dia tidak seharusnya memikirkan tentang cinta atau apalah. Masih ada banyak hal yang harus dia khawatirkan. Justin yang akan lulus dari High School tahun depan. Kelompok gangsternya. Dan tawaran Bluebell yang belum juga dijawabnya. Dia tidak memiliki kesempatan untuk bertemu Bluebell hari ini karena dia dan teman-temannya memilih untuk mengkonfrontasi Peter, atas perbuatan laki-laki itu melukai Kyle. Tidak ada hal buruk yang terjadi selain perkelahian tanpa senjata, dan Jason mendapatkan hadiah sebuah memar di pelipisnya. Itu lebih baik, mengingat dia bisa mendapatkan luka tembakan atau mati kapan saja. Paling tidak, mereka juga merasa senang karena mereka berhasil melukai Peter tepat di rahangnya. Jason menghembuskan napas, baru saja memejamkan matanya selama sedetik dengan kepala tersandar ke sandaran kursi ruang tunggu ketika mendadak ponselnya bergetar. Kening Jason berkerut dan matanya menyipit ketika dia melihat layar ponselnya, dan mendapati nama Phil beserta nomornya berderet disana.
"Halo, Phil?"
"Jazz." Suara Phil kedengaran tenang. "Apakah kau tahu dimana Justin berada sekarang ini? Seharusnya dia pergi keluar untuk sebuah urusan pekerjaan—well kau tahu dia akan harus menemui Jensen di Moonlight Bay. Aku mencoba menghubungi nomor ponselnya namun nomor ponselnya tidak aktif."
"Aku tidak tahu, Phil." Jason membalas, mengernyitkan kening dan bertanya-tanya kemana lagi adiknya pergi sekarang. "Aku akan mencoba untuk menghubunginya. Atau jika memang pekerjaan itu sangat penting, mungkin aku bisa menggantikannya."
"Tidak." jawab Phil sangat tegas. "Ini aneh. Kau tahu ini kali pertama Justin tidak muncul padahal aku sudah memberikan tugas padanya. Aku jadi bertanya-tanya apakah otaknya jadi sakit semenjak Kyle memutuskan hubungan mereka."
"Dugaan yang bagus." balas Jason tak terkesan. "Namun sayangnya kau salah, man. Dia tidak ada disini. Hanya aku yang berada di rumah sakit."
Phil berdecak. "Hubungi dia, Jazz. Jika sampai waktu yang ditentukan dia tidak muncul juga, aku akan mengirim Henry untuk menemui Jensen. Ini adalah sebuah pekerjaan yang penting yang harus bisa kuselesaikan dengan baik, karena jika tidak, bisa dipastikan Jensen akan beralih pada Peter dan kelompoknya."
"Well, fucking sorry about it."
"Nope, tapi kuharap kau bisa berbicara pada Justin, menanyakan apa yang terjadi padanya, karena kau tahu, aku mendapatkan sebuah kabar tentangnya. Dia mengajak seorang gadis asing datang ke tempatku beberapa waktu yang lalu. Gadis yang cantik, dengan rambut cokelat panjang."
Kening Jason berkerut. "Dia tidak pernah sekalipun membicarakan soal gadis denganku."
"Dan aku juga terkejut karenanya." suara Phil tampak penasaran. "Justin selalu terbuka kepada kita tentang kekasihnya. Dia pasti cukup dekat dengan gadis itu hingga dia membawanya ke tempatku. Kupikir aku pernah bertemu dengannya. Gadis dengan rambut cokelat dan mata cokelat."