Chapter 42

1.4K 109 0
                                    

***

Hari ini adalah hari kamis, dan sudah hampir dua hari ini Justin sama sekali tidak melihat Samantha. Ah tidak—tidak. Dia mungkin memang tetap bisa melihat Samantha setiap kali dia pulang ke rumahnya, namun ketika dia tiba di rumah, malam telah begitu larut nyaris menjelang dinihari, dan Samantha telah tertidur pada waktu seperti itu. Justin memutuskan tidak membangunkannya, disamping tidur gadis itu memang begitu pulas hingga Samantha tidak menyadari jika Justin memindahkan tubuhnya yang tertidur di atas sofa ke tempat tidurnya. Diam-diam Justin tahu kalau Samantha menunggunya pulang selama dua malam terakhir, menunggu hingga kantuk menyerangnya dan membuat matanya tidak bisa terjaga lagi hingga akhirnya dia tertidur, dan di pagi hari, dia tidak akan melewatkan makan pagi atau pergi ke sekolah bersama Justin. Justin telah lebih dulu meninggalkan rumah, mengikuti beberapa kelas atau bolos seharian untuk kemudian pergi ke Cinnamon 182nd. Justin butuh mendengar suara gadis itu, melihat Samantha tersenyum dan tertawa di hadapannya. Dia bahkan merindukan bantahan-bantahan gadis itu akan perkataannya—namun segalanya berlangsung begitu rumit dan sulit sekarang. Mereka tengah berusaha menemukan suatu cara agar mereka bisa menghabisi sebagian besar anggota gangster Peter tanpa harus mengundang perhatian polisi dan menyebabkan korban jiwa. Untuk semua hal itu, mereka akan harus menunggu laporan Vee yang memiliki bakat untuk mengetahui informasi dari kubu Peter. Sebenarnya tidak semua dari anggota gangster mengetahui hal ini—hanya dia, Phil, Vanessa dan Ride yang mengetahuinya, karena jika terlalu banyak orang yang tahu maka akan membuat informasi itu tersebar dan Peter akan mengetahui kedok Vee yang sebenarnya. Justin memahami itu, maka dari itu dia tetap mengunci mulutnya meskipun beberapa kali Kyle atau Megan bertanya soal gelagatnya dan Phil yang sering berdiskusi secara rahasia.

"Justin Bieber," sebuah suara membuat lamunan Justin terpecah. Pria itu mengerjapkan matanya dua kali, dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kelasnya. Oh ya, bagaimana dia bisa lupa kalau dia tengah berada di kelas matematika nya sekarang? Justin mengarahkan pandangan pada guru matematika yang ada di depannya, yang sedang sibuk membahas mengenai integral. "Apakah kau mendengarkan penjelasanku?"

"Apakah aku harus?" Justin memiringkan wajahnya, menatap guru itu dengan dingin dan membuat guru itu berdecak. Jika dia mau, dia bisa menghukum Justin sekarang. Namun tentu saja resikonya akan sangat besar. Dia tidak ingin mendapati kaca rumahnya hancur berkeping-keping akibat bom molotov nanti malam. Seperti yang sudah-sudah, lapor polisi tidak akan ada gunanya, karena gerakan kelompok berandal yang diikuti pemuda delapan belas tahun itu begitu rapi hingga polisi nyaris tidak bisa mencium jejaknya—atau mereka berhasil mendapatkan jejak, namun tidak memiliki bukti yang cukup untuk menyeret geng berandal tersebut ke pengadilan.

"Jika kau tidak berminat pada kelasku, mengapa kau memutuskan untuk mengikutinya?" Guru matematika itu menatap Justin dengan pandangan sarkastik, sementara Justin yang masih duduk di tempatnya menatap guru itu dengan pandangan biasa saja. Tidak ada rasa takut, gugup, cemas ataupun khawatir dalam iris mata cokelat madunya. Dia memang telah terbiasa menghadapi setiap orang dengan gaya seperti ini, dan sejak hari pertamanya bersekolah di Seattle HS, para guru seakan telah maklum dengan segala tindak-tanduknya.

"Baiklah, aku keluar." Ujar Justin sambil berdiri dari kursinya. Pria itu menyandang tas backpack hitamnya di punggung dan berlalu ke luar ruangan tanpa melirik sedikitpun pada guru matematika yang menatapnya lekat dari balik lensa tebal kacamata minusnya. Tidak ada ruginya, Justin berpikir diam-diam. Matematika adalah kelas terakhir hari ini, dan bel akan berdering dalam waktu kurang dari setengah jam lagi. Satu-satunya alasan mengapa dia memutuskan mengikuti kelas matematika adalah karena dia tidak ingin merasa bosan. Dia tahu kelas apa yang akan diikuti Samantha sebagai kelas terakhirnya hari ini. Kelas sejarah. Justin bisa saja pergi ke kelas sejarah untuk menemui gadis itu, namun memikirkan kalau Harry Styles bakal ada di kelas itu mendadak membuatnya merasa mual. Belakangan ini, Harry Styles tidak pernah lagi cari masalah dengannya, entah kenapa. Mungkin karena gayanya yang berubah tenang beberapa minggu belakangan setelah segala prahara dan Samantha masih berada di sampingnya.

Shopaholic (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang