- Prolog.

54 14 3
                                    

Bandung Yang Menjadi Saksi

"Selamat abadi dalam karyaku, tuan."

~~~

19 Juli 2021

"Khusus anniversary kita yang ke 2 tahun ini, kakak mau minta apa dari aku? apapun itu, akan aku usahain," ucap seorang gadis pada kekasihnya.

"Kakak gak minta banyak, kakak cuma mau kita selamanya. Apa bisa sayang?" tanpa ragu, ia menjawab nya dengan tenang dan lancar.

"Bisa kak, pasti bisa," jawab nya. Gadis dengan rambutnya yang hitam panjang itu memiliki nama Laskara Kaharsa Maheskara. Sedangkan lelaki jangkung yang ia kenal sebagai kekasih nya itu bernama Nakala Althario Kanuraga.

"Tapi kalau takdir berkata lain, kamu jangan memaksakan ya?" ucap Nakala pada sang kekasih yang berada di pelukan nya.

"Kenapa begitu kak? kalau begitu namanya jahat dong," jawab gadis itu. Ia mendongakkan kepalanya agar bisa menatap lelaki yang ia cintai itu.

"Bukan jahat sayang, takdir itu sudah di atur oleh tuhan. Dan takdir itu, bagian dari rencana baik nya tuhan. Gak ada yang bisa melawan itu. Sekalipun kita menyalahkan nya, itu semua tidak akan merubah apa apa," tutur nya dengan lembut. Ia mengelus rambut gadis nya dengan lembut. Seolah berkata bahwa semua takdir tuhan itu yang terbaik untuk mereka.

~~~

— July 2023

Lelaki jangkung dengan jas yang membalut tubuh ideal nya dan sepatu pantofel yang mengalaskan kaki nya, berjalan memasuki gedung mewah dengan dekorasi pernikahan yang tak kalah mewah.

Kakinya terus melangkah, hingga ia sampai di depan panggung pelaminan.Disana, ia bisa melihat sepasang mempelai yang sedang menyambut para tamu. Ia menatap sendu sepasang mempelai itu.

Dengan sisa sisa keberaniannya, ia melangkahkan kaki nya lagi untuk menaiki panggung pelaminan tersebut.

"Selamat atas ya pernikahan kamu, Laskara," ucapnya.

"Kak Kala... Maaf kak... " lirih nya. Matanya sudah berkaca kaca. Cairan bening itu sudah siap meluncur untuk membasahi pipi nya.

"Tidak usah minta maaf, Laskara. Ini bukan salah mu," ucapnya.

"Saya permisi. Sekali lagi, selamat atas pernikahan kalian ya," lanjutnya. Setelah mengatakan itu, Kala buru buru melangkahkan kakinya untuk meninggalkan gedung tersebut.

~~~


— Desember 2023

Hujan mulai mengguyur kota lautan api, tak lupa disusul oleh petir yang menyambar ntah di mana.

Disana, di sebuah bangku taman yang sepi, terdapat seorang insan yang terduduk lemas. Tatapan nya kosong, seperti tidak ada semangat untuk menjalankan kehidupan.

Di tangan nya, ada secarik kertas yang ia genggam begitu erat. Seperti tak ingin ada yang tahu isi dari surat itu.

Hujan semakin deras. Kilat saling bersahutan. Tapi anehnya, lelaki itu tak ada tanda tanda akan meninggalkan bangku taman tersebut. Ia seperti menyerahkan takdir hidupnya kepada sang maha kuasa.

"Capek," ucapnya. Tanpa aba aba, setetes air turun dari kelopak matanya yang sendu. Semakin lama, air itu semakin deras. Menyatu dengan air hujan yang membasahi seluruh tubuhnya.

Bandung Yang Menjadi SaksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang