- Bandung, bagian 5.

8 1 0
                                    

Tanpa mereka berdua sadari, sedari tadi ada seorang gadis bersama temannya yang menguping pembicaraan mereka. Gadis itu terkejut bukan main ketika mendengar pembicaraan Nakala dan Haidar.

"Heh, jangan nangis anjir," ucap teman dari gadis itu.

"Udah ah, balik kelas aja yuk," sambung nya. Kemudian, dirinya menarik temannya itu untuk kembali ke kelas.

~

"Sumpah Kar, jangan nangis anjir," ucap Arshea.

"Siapa yang nangis sihh?" tanya Laskara.

"Heh kambing, mata lu gak bisa bohong," sarkas Arshea.

Benar saja.

Saat Laskara mengambil cermin dan melihat pantulan diri nya, matanya sudah berkaca-kaca dan ujung matanya hampir saja meneteskan setitik air mata. Laskara lalu mengusapnya dengan gusar.

"Kenapa sih Kar? Kak Naka gak akan kenapa kenapa," tanya Arshea seraya menenangkan.

"Gak apa-apa," imbuh nya.

"Bohong lu," sahut Arshea.

"Gua bilang gak apa-apa, ya gak apa-apa Arshea," decit Laskara.

"Iya dah iya," pasrah Arshea.

Sementara itu, Nakala menghembuskan nafas gusar. Ia mengusap wajah nya dengan kasar. Pikiran nya kini berkecamuk tak karuan.

"Nakala, coba jawab soal nomor 5 yang ada di papan tulis!" perintah guru matematika.

Nakala sontak menurunkan tangan nya dari wajah nya. Kemudian lelaki itu berjalan menuju papan tulis yang berisi soal matematika.

Tangan nya mulai menari-nari di atas papan tulis berwarna putih itu. Pikiran nya juga mulai menyusun setiap angka dan rumus untuk menemukan jawaban nya.

"Nakala, itu ada yang salah, Nak," ujar Bu Indah.

Nakala mengernyit. "Ohiya, Bu. Maaf."

Lelaki itu buru-buru mengambil penghapus papan lalu menghapus bagian yang salah nya. Setelah itu, ia melanjutkan kegiatan menghitung nya.

"Nah, betul. Silahkan duduk kembali, terimakasih Nakala," ucap Bu Indah.

Satu kelas kompak memberi tepuk tangan kepada Nakala.

"Tumben sekali kamu ceroboh, Nak," lontar Bu Indah.

Nakala menggaruk tengkuknya sembari menampilkan senyum di wajah nya. "Mungkin memang lagi gak fokus aja Bu, hehe."

"Lain kali lebih hati-hati ya, Nak," pesan Bu Indah.

"Iya Bu... " sahut nya.

~~~

"Etdah, lu nulis surat cinta kayak nulis skripsi anying!" decak Arshea.

"Shut up, bicth! Gue lagi fokus nih!" sewot Laskara.

"Ehh, si monyet! Tadi aja lu nangis-nangis, murung kagak jelas," maki Arshea.

"Yang lalu biarlah berlalu," imbuh Laskara.

"Dasar kambing," gerutu Arshea.

Laskara tak menghiraukan nya, jemari tangan nya sibuk berpelukan dengan pulpen yang sedang mengeluarkan tinta nya pada kertas. Sesekali ia mendongak untuk memikirkan kalimat apalagi yang harus ia simpan dalam kertas itu.

"Eh, sumpah Kar. Lu lama banget anjir! Udah 10 menit ini!" sungut Arshea.

"Sebentar napa! Gue bingung nih," sahut nya.

Bandung Yang Menjadi SaksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang