"Daripada lo minjemin gue duit, gimana kalau kita nikah aja?" tukas Fheby membuat Haruto sontak menatapnya terkejut.
"Nikah?" heran Haruto masih mencoba mencerna apa yang terjadi kali ini.
"Karena ini bukan duit yang sedikit, dan gue juga belum tentu bisa ngembaliin secepatnya. Anggap lo investasi ke gue, gue bakal balikin modal lo dalam waktu dua tahun dengan bunga 10%," tukas Fheby yang lansung meletakkan jari telunjuknya ke bibir saat Haruto nyaris menyela ucapannya. "dan kita nikah, nikah kontrak. Ada perjanjian di dalamnya, karena gue bakalan di Jerman lama siapa yang mau bantuin lo kabur dari kencan buta yang nyokap lo buat? Anggap aja pernikahan ini upaya lo ga perlu ketemu sama cewek-cewek yang lo bilang aneh." sambung Fheby menekankan semua rencananya yang tiba-tiba muncul di otak selesai berbincang dengan Asahi tadi, ia tau akan banyak uang yang ia butuhkan selama awal-awal tinggal di Jerman, ia sangat butuh suntikan dana dari Haruto, tapi menerimanya begitu saja ia yang tidak bisa, itu sebabnya Fheby menawarkan pernikahan kontrak. Haruto sendiri masih terkejut mendapati gagasan Fheby yang tidak biasa.
"Setelah gue bisa ngembaliin modal yang lo kasih, kita bisa cerai. Bukankah ini bisnis yang menguntungkan? Gue dapet duit, lo ga perlu lagi kencan buta..." sahut Fheby lagi menatap Haruto tenang.
"Bercandanya ga lucu By!" tukas Haruto masih terkejut dengan penuturan Fheby yang menawarkan pernikahan kontrak dengannya, ini sangat tidak masuk akal.
"Apa tampang gue sekarang kaya lagi bercanda To?" tanya Fheby.
"Lo kebanyakan baca novel fiksi kayaknya, jadi ngelantur kalau ngomong!" sahut Haruto menatap Fheby abstrak, pikirannya tak dapat bekerja dengan baik saat ini. Dunianya seperti akan meledak dengan dua benteng yang berlawanan saling beradu, sisi hatinya berharap ini nyata, menjadi bagian dari hidup Fheby seperti yang selama ini ia inginkan, namun sisi hati yang lain menyadarkannya ini hanya sebuah kesepakatan, apa dirinya bisa menjalani dengan penuh kepura-puraan?
"Gue serius To," tukas Fheby tegas dengan tatapan pastinya. Ia melihat Haruto yang tampak tidak tenang, lutut pria itu bergerak-gerak tak teratur.
"Pernikahan bukan sesuatu buat bercanda By!" tegas Haruto kali ini memandang gadis itu dengan tatapan memohon, Haruto memang ingin menjadikan Fheby pelabuhan terakhirnya, tapi bukan sebagai pasangan kontrak.
"Gue ga bercanda To!" sahut Fheby keukeuh dengan tujuannya, ia harus bisa menikah sebelum berangkat ke Jerman, agar neneknya merasa tenang. Tapi bukan pernikahan normal yang ia inginkan, karena Fheby sebenarnya enggan menjalin hubungan dengan siapapun, pilihannya jelas.
"Tapi lo ngajaknya nikah kontrak, sama aja itu bercanda! Altar bukan tempat buat main-main!" tegas Haruto masih berusaha menyadarkan Fheby.
"Intinya lo ga mau kan?"
"Bukannya gue ga mau, tapi-"
"Fix lo ga mau, gue mau cari yang mau-mau aja!" Tukas Fheby lalu mengutak-atik hpnya
"Nenek gue ga ngijinin gue keluar negri meskipun itu buat kuliah, kecuali gue udah nikah! Gue ga mau mengorbankan masa depan gue buat hal yang gak pasti!" sambung Fheby membuat Haruto tidak tau harus bereaksi seperti apa.
"oya, Mashi lama ga keliatan ya To? Dia lagi ga banyak job kan? Kayaknya gue mau pakai jasa Mashi aja... dia pasti mau..." sahut Fheby semakin intens memainkan ponselnya.
"Maksud lo apa?" tanya Haruto dengan nada datar, ia tak suka ketika nama sepupunya itu keluar dari bibir Fheby.
"Dia kan aktor, mungkin dia lebih cocok buat pura-pura jadi suami kontrak biar bisa dapet ijin nenek gue. Lagian lo gue ajak juga ga mau..." tukas Fheby menatap Haruto meremehkan, ia seperti bermain tarik ulur dengan Haruto.
"Bayaran dia sebagai aktor gede, emang lo bisa bayar dia?" tanya Haruto masih dengan nada datarnya dan wajah yang jelas tidak suka.
"Ah, lo lupa ya? Berapa kali dia nembak gue tapi gue yang ogah-ogahan, kalau gue tawarin ini... mungkin dia ga masalah gue bayar akhir-akhir setelah gue dapet pekerjaan di Jerman... atau mungkin..." sahut Fheby mengambang, dan Haruto tampak serius mendengarkan. "Kalau gue ga bisa bayar dia pake duit, gue bisa bayar pake cara yang lain.."
"Nggak! Nggak boleh Fheby!" tegas Haruto dengan mata nyalang.
** *
Langit cerah dengan aroma aspal yang sangat kuat, bayangan tubuh yang sudah condong ke timur membuat Fheby benar-benar merasa lelah, ia menatap jalanan yang begitu ramai. Senin benar-benar hari yang ingin ia hindari setelah sebelumnya menikmati waktu dengan tenang di hari minggu. Gadis itu menghela nafas kuat sambil menunggu bisnya tiba untuk membawa Fheby kembali pulang setelah hari yang cukup melelahkan di pusat kota.
Bis merwarna merah itu mulai nampak di kejauhan, dengan samar Fheby tersenyum seakan menunggu seseorang yang sangat berarti baginya. Fheby menaiki bis itu dengan santai, ia bersykur saat masuk masih ada kursi kosong yang bisa dia duduki sementara bis melaju dengan kecepatan sedang mencapai halte berikutnya.
"Fheby?" sebuah sapaan dengan suara yang sangat Fheby kenal itu membuatnya terkejut lalu menoleh ke sisi kirinya.
"Mashi?" heran Fheby lalu terkekeh dan keduanya berpandangan cukup lama dengan arti yang sangat berbeda.
"Baru lusa lalu gue bahas Mashi sama Haruto, meskipun gue nggak serius buat nyariin Mashiho. Ini kaya takdir yang memang Tuhan kasih ga sih?" batin Fheby dengan perasaan campur aduk.
"Kita lama nggak ketemu, aku traktir kamu kopi mau?" tanya Mashiho menyadarkan Fheby dari lamunannya sesaat.
"Bahkan cara bicaranya masih selembut ini? Setelah sekian lamanya? Setelah semua yang gue lakuin ke dia? Apa Mashi memang selalu sebaik ini?" pikir Fheby dengan menipiskan bibirnya tanda gadis itu berpikir, lalu ia mengangguk membuat Mashiho tersenyum lebar.
"Kita turun sini aja!" pinta Mashi setelah bis melalui tiga halte, lelaki itu segera bangkit dan menggenggam tangan Fheby dengan lembut perlahan menarik gadis itu untuk turun dari bis.
** *
Haruto duduk di studio berjam-jam lamanya, beberapa kali take recorder untuk menyelesaikan lagu yang harus mereka selesaikan bulan ini, tapi pikiran Haruto tidak bisa fokus pada pekerjaanya. "Lo mikir apaan sih?" tanya Sunoo menginterupsi dengan tatapan kesal.
"Lo berantem sama Eby?" tanya Asahi tiba-tiba menatap Haruto di balik kacamatanya sebelum kembali menatap monitor lagi.
"Bang bisa nggak sih jangan manggil Eby?!" tanya Haruto dengan kesal menatap Asahi tajam.
"Suka-suka gue lah! Emang lo siapa ngelarang gue? Eby nya aja ga masalah gue panggil gitu... kenapa lo yang sewot? Lagian ya, lo kalau ada masalah sama Eby di selesein! Jangan saling menghindar! Bukannya selesai malah tambah berantakan entar, Eby itu simpel! Lo mau di ajak kerja sama, dia pasti lebih enak di ajak kerja sama... Jangan cuma mikir keuntungan lo aja! Pastiin apa yang lo lakuin ga merugikan Eby! Kalau Eby kenapa-napa lo manusia pertama yang gue curigain! Ngerti lo?!" tukas Asahi menatap Haruto tak kalah tajam.
"Kok lo bisa ngomong kaya gitu bang?" tanya Haruto heran, masalahnya semua yang di katakan Asahi menohok perasaannya. "Fheby curhat?"
"Mana ada Eby curhat ke gue, justru gue penasaran sejauh apa hubungan kalian? Sampai Eby bisa ngebela lo terang-terangan di depan gue, belasan tahun gue kenal Eby dia ga pernah ngebela orang sampai segitunya kaya dia ngebela elo!" sahut Asahi menghela nafas panjang. "Jujur aja gue cemburu!"
"Aaaghhrr!!! gue ga ngerti lah kalian pada ngapain!!! pusing gue!!! bisa nggak fokus kerja aja?!" Teriak Sunoo membuat tatapan tajam bertemu dengan tatapan laser itu berbalik menatap Sunoo datar.
***
Note : Terimakasih buat teman-teman yang mau menunggu,
untuk part panjang team rasa belum bisa di wujudkan.
tapi sebagai gantinya Sabtu besok team SQ akan up double part ya....
Mohon di tunggu...
Terimakasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
SAY Yess!!! [HARUTO]
FanfictionFheby menghadapi situasi di mana ia harus memilih menyerahkan diri atau mencari opsi lain untuk berkembang dan menyelesaikan semua masalah yang ada. Namun di tengah upaya Fheby, keluarganya tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Hingga akhirnya ia men...