Pt. 12 : Wedding Day (Bagian 1)

29 8 5
                                    

Nuansa putih yang mendominasi wedding venue tempat diadakannya janji pernikahan antara Haruto dan Fheby tampak begitu menenangkan, dekorasi bunga yang nampak cantik di beberapa sisi, juga untaian lampu berwarna violet menghiasi bentuk-bentuk presisi diantara bunga-bungan putih yang menawan. Kursi dan meja yang semuanya nyaris berwarna putih. Tampak beberapa tamu sudah berkumpul dan duduk melingkar di antara meja-meja oval yang sudah di sediakan.

Di bagian depan sisi kanan stage sudah menunggu dengan tenang keluarga Haruto, ada Oma Yuki yang terlihat beberapa kali tersenyum haru , di sampingnya ada Youra yang baru saja kembali dari ruang tunggu Fheby, Mashiho yang tampak berbincang dengan ayahnya dan juga Yoshi di sisi meja yang lain, tampaknya ketika pria beda usia itu membicarakan perkembangan bisnis keluarga mereka yang kian hari semakin pesat.

Disisi meja sebelah kiri stage ibu Asahi yang di sini menempatkan diri sebagai orang tua Fheby bersama Partina yang terlihat beberapa kali menyeka air matanya, di antara dua wanita beda generasi itu juga duduk Asahi yang tampak berusaha menenangkan Partina yang sudah ia anggap seperti neneknya sendiri. Sedangkan ayahnya tidak dapat berkumpul di hari yang berbahagia ini karena pekerjaan beliau di Jepang tidak bisa di tinggalkan dan hanya menitipkan angpao untuk Fheby yang sudah dianggapnya seperti putri sendiri. Bahkan beberapa waktu lalu ayah Asahi melakukan panggilan video dengan Fheby melalui Asahi di ruang tunggunya usai gadis itu selesai dengan make overnya. Sebentar lagi dirinya harus menjemput Fheby dari ruangannya menjelang di langsungkannya janji pernikahan.

Di sisi lain Haruto tampak gugup hingga berkali-kali dirinya mencoba mengatur nafas sesuai arahan ayahnya yang sejak tadi menemaninya, beberapa kali pula ayahnya memberi wejangan sebagai suami Haruto harus begini begitu yang membuat pria itu semakin gugup. Ingin rasanya Haruto berlari entah kemana untuk menghilang dari peradaban, namun dirinya ingat bahwa mungkin ini satu-satunya kesempatan dirinya memiliki Fheby seutuhnya tanpa harus bersaing dengan siapapun. Meskipun Fheby tidak memiliki perasaan khusus padanya, ini lebih baik daripada melihat Fheby mengucapkan janji pernikahan dengan pria lain.

"Eby..." Panggil Asahi yang tiba-tiba membuka pintu ruangan menatap Fheby yang melemparkan senyuman menenangkan pada pria yang ia anggap seperti abangnya sendiri. "Udah siap jadi istri orang?" tanya Asahi dengan senyum jahilnya yang membuat Fheby terkekeh.

"Apa sudah waktunya?" tanya Fheby kali ini mendekati abangnya dengan menelengkan kepalanya membalas kejahilan Asahi.

"Boleh abang peluk Eby sebelum jadi istri orang?" tanya Asahi dengan merentangkan tangannya lalu Fheby berjalan semakin dekat demi memeluk Asahi.

"Bang makasih udah jadi abang yang baik buat Eby, makasih selalu mau kerja sama nutupin keadaan bang Renald di depan eyang, Eby doain semoga bang Asa bertemu wanita yang sangat baik untuk mendampingi bang Asa di kemudian hari..." ujar Fheby dengan tulus mendoakan Asahi.

"Selama kamu janji untuk selalu bahagia, abang gapapa sama semua keputusan kamu. Bahkan kalau kamu terluka, gak ada tempat buat pulang kamu bisa datang ke abang..." tukas Asahi semakin erat memeluk Fheby seperti enggan melepaskan gadis itu menjadi istri orang.

Fheby hanya berusaha terlihat tenang dan tegar, sesungguhnya otak gadis itu sangatlah berisik. Menikah di usia dua puluh lima tahun tidak pernah ada dalam wishlist nya, jika boleh jujur sebenarnya Fheby tidak pernah membayangkan atau sekadar memikirkan untuk menikah. Untuk menjalin hubungan dengan seseorang saja dia tidak berminat setelah ia harus melepaskan Masiho kala itu, lucunya lagi ia akan menjadi sepupu ipar mantannya. Sungguh takdir yang tak bisa di duga sejauh apapun berusaha memikirkannya.

Fheby berjalan menuju tempat dimana Haruto berdiri untuk melangsungkan janji pernikahan, di sampingnya Asahi mendampingi Fheby menggantikan sosok ayah untuk menjadi wali yang mengantarkan Fheby untuk membuka lembaran barunya bersama Haruto, seharusnya posisi ini di isi oleh Renald, namun sekali lagi seperti berusaha melindungi neneknya dari rasa khawatir Asahi mengikuti segala skenario yang di ciptakan Fheby demi membuat kakaknya tetap baik di mata neneknya. Asahi seakan sejak awal memang telah siap menjadi wali Fheby dalam situasi apapun. Dari kejauhan Haruto terpaku menatap Fheby yang tampak sangat luar biasa, baginya gadis itu sangat cantik sekalipun sebagian wajahnya di tutupi wedding veil. Haruto tersenyum penuh arti meski sebagian hatinya gugup tak karuan.

Acara seakan berjalan begitu cepatnya, janji suci pernikahan dapat mereka selesaikan dengan lugas seakan semua sudah di rancang secara sempurna. Hingga pendeta mengucapkan bahwa kedua mempelai bisa berciuman sebagai simbol perturakan jiwa serta sebagai bentuk cinta dan komitmen seperti yang mereka ikrarkan dalam janji pernikahan. Disaat yang bersamaan baik dari pihak keluarga Haruto maupun Fheby tampak terharu dengan situasi tersebut, namun tanpa seorangpun sadari Mashiho memalingkan muka ketika prosesi itu terjadi, lalu ia memilih untuk meninggalkan veneu dengan ekspresi yang tidak bisa dia kondisikan lagi. Di sisi lain Asahi menatap Fheby yang tampak tersenyum lebar usai janji pernikahan, ia menghela nafas panjang lalu tersenyum tipis sebelum akhirnya membisikkan kalimat di telinga ibunya dan nenek Fheby sebelum akhirnya keluar dari ruangan itu.

***

Asahi keluar hotel menuju taman yang tak jauh dari parkiran luar hotel, melihat simbol di tengah taman sebagai ciri khas hotel membuat Asahi menduga bangunan ini adalah salah satu bisnis yang di kelola Mashiho. Padahal Asahi yakin honor Mashiho main film pasti sangat besar mengingat setiap tahun ia tampak sibuk keluar masuk drama dan bahkan film, namun rivalnya itu masih saja aktif membangun bisnis di luar job utamanya. Asahi menyalakan rokoknya, ia tampak menikmati kepulan asap yang ia ciptakan sambil sesekali mengedarkan pandangan khawatir jika aa anak kecil di sekitarnya, sesaat pandangannya jadi menerawang mengingat segalanya yang semakin rumit setelah ke pulangannya dari Ausie.

"Gue denger rokok nggak bagus buat penyanyi," suara Mashiho menginterupsi membuat Asahi menoleh sesaat sebelum menyembulkan asap dari mulutnya, ia membuang nafas kasar.

"Selama nggak di telen se api-apinya gue rasa nggak ada masalah," sarkas Asahi lalu menyodorkan bungkusan rokoknya pada Mashiho, ia rasa Mashiho juga terlihat tidak tenang.

"Kalau paparazi liat gue ngerokok, bisa-bisa besok wajah gue mampang di halaman depan Dispenzer. Terus nanti ig gue penuh komen-komen yang ngata-ngatain gue ga jelas," tukas Mashiho terdengar menolak tapi tangannya menerima uluran rokok itu membuat Asahi menapakkan seringaian di bibir tipisnya, bahkan ia menyerahkan korek apinya juga pada Mashiho.

"Lo kalah?" ujar Asahi yang melihat Mashiho tampak lihai menyalakan api dengan rokok yang sudah tenang di sela-sela bibirnya.

"Lo juga," tukas Mashiho mengepulkan asap ke sembarang arah dan tampak seperti melepaskan beban di dadanya yang menghimpit.

"Gue tetep abangnya," sahut Asahi sembari tangannya menerima uluran Mashiho mengembalikan bingkisan rokok beserta koreknya.

"Gue bisa jadi temennya yang selalu ada," tukas Mashiho tak mau kalah. "Lagian mana ada abang yang selalu berusaha mengusik hubungan adeknya, adeknya punya kehidupan kali! Tapi lo selalu jadi penghalang kisah cinta adek lo!" protes Mashiho tiba-tiba kesal mengingat enam hingga tujuh tahun yang lalu, hal yang membuat dirinya bertengkar dengan Fheby selalu karena berita bohong Asahi, dan mirisnya lagi Fheby lebih percaya omongan Asahi sang penghasut daripada kejujurannya.

"Karna gue cowok, dan gue tau cowok brengsek mana yang nggak layak buat Fheby," sahut Asahi menyangkal dengan menatap tajam Mashiho.

"Sebrengsek-brengseknya gue di mata lo, cuma Fheby yang gue tunggu, cuma Fheby yang gue mau. Sedangkan lo?" tukas Mashiho membalas dengan sengit. mengingat kalau Asahi seringkali gonta ganti pasangan sejak mereka masih sekolah, dari mulai kelas bahasa yang ceweknya spek pujangga, sampai anak IPA yang terlalu banyak perhitungan, sampai kelas mereka sendiri IPS yang ceweknya hampir semua pawang buaya. Sampai Mashiho pernah berpikir cewek seperti apa yang nggak pernah di pacari Asahi? Dari yang paling polos sampai yang paling bar-bar pernah menghiasi beranda fakebooknya, mungkin kalau di sejajarkan bisa jadi portofolio pacar jaman sekolah.

"Tetep aja akhirnya Haruto yang menang," ujar Asahi mengalihkan pembicaraan, jika di teruskan semua masalalunya akan terbongkar, masa-masa jahiliyah yang ingin ia lenyapkan.

"Gue jadi ngerti, sebesar apapun perasaan lo ke seseorang akan kalah sama dia yang selalu ada, akan selalu kalah sama dia yang ngasih bukti bukan sekedar janji..." tukas Mashiho terdengar seperti gumaman, "Bahkan meskipun lo selalu ada, kalau lo nggak pernah speak up... itu semua juga sama omong kosongnya," sambung Mashiho membuat Asahi kembali membuang nafas kasar di sela-sela menghabiskan rokok pada malam yang mulai larut dan bulan di langit yang tampang setengah cembung.

***

SAY Yess!!! [HARUTO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang