Haruto masih saja tersenyum geli melihat punggung Fheby yang menjauh dengan sesekali menghentakkan kaki, "By! Masa suaminya di tinggal sih?" tukas Haruto terkesan menggoda Fheby dengan senyum tengilnya, bukannya menjawab Fheby hanya melemparkan lirikan maut dengan wajah yang sarat akan rasa ingin menenggelamkan Haruto ke palung mariana. Haruto kembali terbahak menerima reaksi istrinya, bahkan ini lebih menyenangkan dari apa yang yang selama ini Haruto bayangkan, tentang bagaimana rasanya jika ia menikah dengan Fheby? Semenyenangkan apa paginya yang di warnai dengan pesona Fheby? Seperti apa kerasnya debar jantung Haruto ketika membuka mata wajah pertama yang ia temui adalah Fheby? Apa yang di rasakan Haruto saat ini jauh lebih indah dari apa yang selama ini ia bayangkan. Haruto sangat mensyukuri itu meskipun semua ini hanyalah sebuah hitam di atas putih demi memenuhi harapan dan impian Fheby, tapi apa salahnya benar-benar menikmati setiap momen dan menciptakan kenangan penuh rasa bahagia, kalaupun tidak untuk Fheby minimal untuk dirinya sendiri.
"Gila lu emang! Kelihatan banget ini!" protes Fheby setelah keduanya masuk lift, Fheby memperhatikan beberapa tanda merah di leher dan bagian atas tulang selangkanya.
"Itu namanya mahakarya," tukas Haruto memiringkan wajahnya dengan mengerutkan hidung menampilkan wajah yang sangat menjengkelkan di mata Fheby.
"Mahakarya apaan? Gimana kalau orang-orang liat? Bisa di ceng-cengin gue entar!" protes Fheby masih tak terima dan mendaratkan pukulan kesal ke lengan Haruto.
"Justru itu penting banget Eby sayangku, orang-orang jadi berpikir semenggairahkan apa malam kita? Wajar itu buat orang yang udah nikah," tukas Haruto dengan wajah tengilnya yang mendominasi.
"Tapi nikah kita kan nggak nyata To," protes Fheby dengan kesal.
"Nggak nyata buat kita, tapi mereka semua taunya kita nikah... udah! Lagian juga ini jauh lebih baik daripada ntar ditanyain yang enggak-enggak sama Mami, beliau gampang ga percayaan soalnya," tukas Haruto santai sambil menekan tombol lantai dasar di mana resto hotel berada yang ia yakin keluarganya sudah berkumpul untuk menikmati sarapan bersama, nyatanya nyaris semua anggota keluarga semalam memang di berikan ruang untuk istirahat di hotel yang sama, salah satu hotel yang di kelola Mashiho ini cukup nyaman untuk staycation.
"Sumpah ini kalau gue ga butuh duitnya udah gue balikin tadi!" sahut Fheby dengan lirikan tajam dan wajah yang sarat akan rasa kesal luar biasa.
"Kalaupun kamu balikin, aku tetep bikin tanda-tanda itu! Apalagi kita harus sarapan bareng sama keluarga, aku mau nunjukin ke semua orang kalau aku udah memiliki istriku sepenuhnya meskipun kenyataannya enggak," tukas Haruto terdengar bodo amat.
"Lo nggak risih apa ngomongnya aku kamu?" tanya Fheby heran menatap Haruto yang membalas tatapannya dengan santai.
"Nggak, malah nyaman gini... lagian bentar lagi kita sarapan sama yang lain, ada keluarga kita juga, masa iya masih lo gue?" sahut Haruto bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.
"iya juga sih,"
***
Flashback on
Tiga minggu yang lalu...
Setelah mencetak dan melegalkan perjanjian nikah kontrak antara Haruto dengan Fheby, gadis itu benar-benar mempersiapkan semua dengan sebaik-baiknya, terlebih Haruto dengan mudahnya memberikan uang muka lima puluh juta untuk persiapan Fheby, sekalipun lelaki itu tau semua tidak semata-mata untuk tujuan Fheby ke luar negri, tapi selama Fheby tidak menceritakan padanya ia juga memilih untuk pura-pura tidak tahu, asal gadis itu tetap di sisinya. Disisi lain Fheby mulai rutin melatih pelafalan bahasa Jermannya dan beberapa kali sepulang kerja dari Hotel Clovera, Mashiho memberikan kelas intensif tentang segala macam persiapan dan bahkan seperti membiasakan Fheby untuk berbicara dalam bahasa Jerman. Seminggu setelah perjanjiannya benar-benar sah di mata hukum, sekalipun hukum itu hanya berlaku diantara Haruto, Fheby, dan notaris mereka. Bagi Fheby itu semua jauh lebih baik dari apa yang ia harapkan, terlebih jadwal ujian goethe sudah di depan mata.
"Hari ini ujiannya Fhe?" tanya Mashiho saat dirinya berkunjung ke Hotel di sela-sela jadwal syutingnya, yang kebetulan tempat dirinya take shoot hanya berjarak tiga puluh menit mengendarai mobil dari hotelnya, cukup mudah untuk Mashiho sesekali berkunjung sekalipun tujuannya selalu hanya untuk bertemu Fheby.
"Iya, makanya ini nanti aku ijin setengah hari. Minggu lalu aku udah konfirmasi sama bagian personalia kan, jadi ini nanti tinggal absensi aja sih. Enak ya kerja di sini, ijin segala macam gampang nggak banyak drama," tukas Fheby terkekeh sambil meletakkan tabloid yang berserakan di ruang tunggu itu kembali pada tempatnya.
"Jelas lah nggak ada drama, kamu kan pegawai spesial," sahut Mashi membungkukkan tubuhnya demi tampak sejajar dengan Fheby, ia mengusap ujung kepala Fheby dengan lembut, lalu mendapati gadis itu tersenyum sinis sambil memutar bola matanya malas meski setelah itu Fheby terkekeh pelan. "Mau bareng?" tanya Mashi lalu duduk di sofa itu saat Fheby berdiri dari duduknya yang semula merapikan tabloid di sana.
"Nggak lah, lagian kamu ada shooting kan? Nanti aku berangkat ujiannya sama Youra," sahut Fheby menciptakan kerutan di dahi Mashiho, pria itu menatap Fheby heran seakan tatapannya menuntut jawaban, "Haruto yang minta, sebenernya dia yang pengen nemenin aku tapi karena masih banyak kerjaan yang belum selesai apalagi akhir bulan depan dia comeback, terus gantinya dia minta Youra yang nemenin aku. Sebenernya juga karena dia khawatir kamu yang bakal nganterin aku sih," terang Fheby tanpa di minta membuat Mashiho membelalakkan mata.
"Gak ngerti lagi aku sama isi otak tu anak!" kesal Mashiho lalu merebahkan punggungnya di sofa, ia menatap langit-langit ruang tunggu yang sangat tinggi dengan lampu gantung antik di sana-sini, matanya menerawang dengan wajah yang sarat akan rasa kesal, entah sampai kapan Haruto akan selalu menganggap Mashiho saingannya? Bahkan saat dirinya memilih untuk mengalah masih saja salah.
"Kamu udah janji sama aku lho ya, apapun yang jadi keputusan aku kamu nggak akan mengusik, jadi nggak usah bersinggungan sama Haruto dalam hal apapun. Kalau sampai Haruto sekhawatir itu, pasti ada sesuatu yang entah sengaja atau enggak nyinggung perasaan dia. Bukannya aku membenarkan apapun yang dia lakukan, tapi dia tunangan aku sekarang, dia pasangan aku, nyaman tidaknya dia di sisiku itu bagian dari tanggung jawabku juga. Sebenarnya kalau di pikir-pikir aku masih deket sama kamu kaya gini tuh juga salah, tapi aku menganggap hubungan persahabatan kita emang setulus itu kan?" tukas Fheby membuat Mashiho kembali duduk dengan tegak, menatap nanar Fheby. Saat Mashiho mendengar Fheby akan menikah dengan Haruto saja hatinya terasa terkoyak, namun lelaki itu memilih untuk tetap mencintai Fheby dengan caranya sendiri, membantu Fheby mencapai tujuan-tujuannya. Anggap saja ini hubungan simbiosis mutualisme, dimana Fheby bisa mendapatkan apa yang dia mau dan Mashiho juga mendapatkan kepuasan tersendiri dengan caranya untuk tetap disisi Fheby meski dengan status yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAY Yess!!! [HARUTO]
FanficFheby menghadapi situasi di mana ia harus memilih menyerahkan diri atau mencari opsi lain untuk berkembang dan menyelesaikan semua masalah yang ada. Namun di tengah upaya Fheby, keluarganya tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Hingga akhirnya ia men...