18. Tsundere

477 127 21
                                    

Ketidakhadiran Blanca selama beberapa hari di Bintang Buana, betul-betul membuat Raden bisa menghela napas lega. Hidupnya terasa tenang dan damai tanpa adanya gangguan dari gadis tengil itu.

"RADEN!"

Tapi, agaknya hal itu tidak akan berlangsung lama— Raden yang baru saja memasuki halaman sekolah, dikejutkan dengan teriakan seorang gadis— siapa lagi kalau bukan Bianca? Yang membuat cowok itu geleng-geleng kepala adalah, Bianca yang berdiri di lantai 2 seraya melambaikan tangannya dengan senyum secerah matahari.

Raden memutar bola matanya malas. Hendak berlalu, tapi lagi-lagi dibuat terkejut dengan apa yang gadis itu lakukan.

Bianca secara tiba-tiba menggantungkan banner yang berukuran cukup panjang, berwarna merah muda— tanda cinta, lengkap dengan tulisan yang menurut Raden sangat-sangat memalukan.

Cowok itu mengusap wajahnya kasar. "Astaga.."

RADEN GYANENDRA, DO YOU MISS ME? 'CAUSE I MISS YOU SO BAD

Baskara tertawa terbahak-bahak seraya bertepuk tangan dengan heboh. "Anjrittt," serunya. "Gak kuat gua cokkk!"

"Gilaaa, effort nya gak main-main," ujar Elang menambahi.

Samudra terkekeh geli. "Ampun dah, ada aja ide gilanya."

Orion dan Victor dengan kompak menepuk dahi. "Perasaan gua dah yang abis sakit, kenapa jadi Raden yang dapet sambutan heboh gini? Mana bunga-bunga bertebaran lagi. Sakit hatiiii," keluh Orion seraya menepuk-nepuk dadanya dramatis.

Victor melakukan hal yang sama. "Aturan nama gua yang ada disana, bukan Raden. Cih, potek banget hati gua."

Sedangkan yang menjadi pusat perhatian hanya menghela napas lelah, dengan gelengan kepala tanda bahwa cowok itu betulan pusing.

Bianca dan seluruh ide gilanya memang diluar prediksi.

Di lantai 2 sana, Bianca masih setia dengan senyum lebarnya. Menatap eksistensi Raden yang terlihat semakin mempesona dengan seragam yang dibalut varsity jacket.

Amora dan Cherry yang juga baru saja datang, hanya bisa geleng-geleng kepala lihat tingkah ajaib Bianca.

"Baru juga balik. Udah bertingkah aja tuh orang," celetuk Amora.

Cherry terkekeh. "Gak bertingkah, meriang dia, Ra. Kaya gak tau aja lo, kecintaan mampus dia sama Raden."

Tak berselang lama dari itu, Bianca yang tadinya masih berada di lantai 2, dengan cepat turun ke halaman sekolah untuk menghampiri Raden. Gadis itu juga terlihat menenteng beberapa buah paper bag dikedua tangannya. Dengan berbagai macam warna tentunya.

"Hai!" sapanya saat sudah berada tepat di hadapan Raden.

Menghela napas pelan, Raden lantas mengangkat sebelah alisnya. Senyum cerah gadis itu benar-benar tidak pernah luntur dari bibir merah muda alaminya. "Awas," ucapnya kemudian.

"Eits! Tunggu dulu dong, bentar," cegah gadis itu seraya menahan tangan Raden. "Buru-buru amat, belum juga bel," sambungnya. "Emang lo gak kangen apa sama gue? Secara, kita kan udah gak ketemu lumayan lama."

Raden mendengus pelan. "Gak penting."

Bianca mencebikkan bibirnya. Beberapa saat kemudian, gadis itu baru teringat akan tujuannya menghampiri sang pujaan hati. "OH IYA!" serunya. "Nih! Gue cuma mau ngasih oleh-oleh buat lo," ucapnya seraya menyodorkan satu buah paper bag berukuran sedang pada Raden. "Terima, please? Gue gak berharap lo pake kok barangnya, tapi at least terima, ya? Gak cuma lo doang kok, ada buat temen-temen lo yang lain juga, " sambungnya. "Lo bisa taroh di gudang rumah lo kalau emang gak mau pake. Asal jangan dijual aja sih," pungkasnya.

ᴄʀᴀᴢʏ ᴄʀᴜsʜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang