5. Future Lover

455 99 12
                                    

Eva— Mama Bianca yang saat itu sedang berada di teras rumah, membaca majalah, dibuat bingung akan kehadiran putrinya.

"Loh? Kok udah pulang?" tanyanya, tapi kemudian terkejut setelah melihat adanya benjolan dikening anak gadisnya. "Astaga, itu jidatnya kenapa, sayang?" ujarnya panik seraya menangkup muka Bianca.

"Tadi—"

"—maaf Tante, tadi gak sengaja kena lemparan bola basket saya," sela Raden cepat, cowok itu lantas meraih tangan Eva untuk ia salami. "Tadinya mau saya bawa ke rumah sakit, tapi Bianca menolak. Katanya, pulang aja gapapa."

Giliran ngobrol sama nyokap gue aja nadanya selembut sutra, dumel Bianca di dalam hati dengan bibir mengerucut.

Eva lantas mengulas senyum simpul. "Oalah, iya iya gapapa Nak—"

"Raden Tante."

"Iya iya, gapapa kok Nak, Raden. Nanti biar Tante kompres aja, paling siangan juga udah kempes. Makasih ya sudah diantar pulang, ngerepotin kamu jadinya," ujar Eva, senyumnya masih terpatri diwajah cantiknya.

Raden menggelengkan kepalanya pelan. "Gak ngerepotin kok Tante, ini juga sebagai bentuk permintaan maaf saya sama Bianca," kemudian cowok itu beralih menatap Bianca. "Sorry, sekali lagi."

"Gapapa."

Eva menepuk bahu Raden pelan. "Yaudah ayo masuk dulu, Tante bikinin minum?"

"Ah gausah Tante, ini soalnya masih jam sekolah jadi gabisa lama lama. Izinnya cuma sebentar soalnya," tolak Raden.

"Ooh, yaudah kalau gitu. Hati-hati di jalan, ya..."

"Aman Tante, kalau gitu saya pamit dulu. Permisi, duluan," katanya seraya menatap Eva dan Bianca bergantian.

Setelahnya motor sport milik Raden melaju meninggalkan area perumahan Bianca.

"Kamu kok senyum-senyum sih? Heh!" tegur Eva saat melihat putrinya tengah tersenyum-senyum.

"Hah? Enggak kok! Siapa juga yang senyum-senyum," elak Bianca seraya mengalihkan pandangan ke sembarang arah.

Eva tertawa kecil. "Suka ya kamu sama Raden? Hayoo, ngaku..."

"Dih? Mama apaansih, sok tau deh."

"Gausah bohong sama Mama, emang kamu pikir Mama gak pernah muda apa? Kelihatan tau," goda Eva pada putrinya itu.

"Kelihatan banget emang?" tanya Bianca.

Eva mengangguk. "Tuh, pipinya merah tuh. Ya ampun, anak gadis Mama udah cinta-cintaan aja."

"Ish Mama! Stop, gak?!"

"Loh, kok marah sih? Makin kelihatan tuh saltingnya."

Bianca menahan senyum salah tingkahnya. "Udah ih, mendingan Mama cepet kompresin aku, sakit tau. Nyut-nyutan, pusing."

"Astaga sampai lupa Mama, yaudah yuk masuk dulu. Kamu ganti baju biar Mama siapin air angetnya dulu," ujar Eva seraya menuntun anak gadisnya untuk masuk ke dalam rumah.





🎀





"Gimana, Den? Lo nganterin cewek gua sampai tujuan dengan selamat, kan?" tanya Orion, sesaat setelah Raden mendudukkan diri di kursi warung belakang sekolah— tempat nongkrong utama anak-anak AMORFOS.

Victor menggeplak punggung Orion cukup kencang. "Cewek gua cewek gua, enak aja lo! Punya gua itu."

"Diem ya lu bekantan sawah. Bianca punya gua, harga mati," sungut Orion.

ᴄʀᴀᴢʏ ᴄʀᴜsʜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang