20. Ideal Type

415 106 22
                                    

"Pertanyaan serius," Cherry memulai pembicaraan, menatap Bianca lekat-lekat. "Apa yang bikin lo kecintaan maksimal sama Raden? Give me your seriouse answer," tekan Cherry diakhir kalimatnya.

Amora tertawa kecil. "Udah dapet warning tuh, Ca. Jawab yang serius, buru."

Ngomong-ngomong, ketiga gadis remaja itu tengah berada di taman belakang sekolah— guru-guru sedang melaksanakan rapat bulanan, jadi para murid free class sampai nanti siang.

"Karena tampang lah, apalagi?" jawabnya kemudian, tanpa pikir panjang. Gadis itu lantas mengangkat tangannya, menginterupsi Cherry agar tidak protes terlebih dahulu. "Wait, gue punya alasan soal itu," sambungnya. "First of all, gue bukannya mandang fisik or something else. Tapi, realistis aja sih ya? Kenapa gue nyari yang cakep? Ya karena itu yang bakalan gue liat nanti setiap harinya, for sure biar sedep dipandang. Cuyy, lo berdua juga pasti kalau nyari cowo yang cakep, kan?" Jeda. "Meskipun muka gue biasa-biasa aja—"

"Punya mulut tuh jangan ngaco kalau ngomong, lo cantik anjing!" seru Amora dengan galak.

"Emang agak laen nih cewe," timpal Cherry seraya geleng-geleng kepala.

Bianca terkekeh geli. "Okey, maaf," jeda. "Back to topic. Gue nyari cowo yang cakep tuh mikirnya, eh enggak! Maksud gue, berharap banget itu pacar gue bisa jadi suami gue nanti. Jadi, satu buat yang terakhir, paham gak?" tanya Bianca yang dibalas anggukan kepala oleh kedua temannya. "Jadi ya, gak ada salahnya kan gue nyari yang enak dilihat?"

"Bener sih," sahut Cherry. "Gue gak secantik cewe-cewe lain diluaran sana, tapi soal kriteria juga gue nyari yang ganteng. Thats true, realistis."

Amora mengangguk setuju. "Couldn't agree more, faktanya emang gitu. Istilah lain, memperbaiki keturunan."

"Nah!" seru Bianca seraya menjentikkan jarinya. "Betul! Setuju."

"Tapi selain ganteng, apa kriteria cowo idaman lo, Ca? Jangan jawab Raden lagi, please?" tanya Amora.

Bianca menopang dagunya seraya berkata. "Selain ganteng, dia harus pekerja keras sih. Serius, gue gak peduli itu cowo dari keluarga berada atau menegah, asal dia kerja keras gue tetep mau. Ya logika aja anjir, ada gitu yang mau sama cowo males-malesan gak mau kerja alias pengangguran?" tanyanya yang dijawab gelengan kepala oleh Amora dan Cherry. "Hidup gak cuma makan cinta doang. Coba lo berdua bayangin, misal nih kita udah nikah terus pas mau masak eh ternyata beras di rumah abis, lo ngomong lah sama suami lo— 'mas, beras abis nih.' Terus suami lo malah jawab, 'aku cinta kamu.' kenyang gak lo berdua? Atau, tiba-tiba karung beras lo keisi lagi penuh? Kan gak mungkin banget. Tapi, kalau bisa sih dapetnya yang ganteng, terus tajir melintir. Semoga di acc sama Tuhan," ujar Bianca dengan kekehan geli.

Amora dan Cherry sontak tertawa keras.

Gadis itu kembali menambahi. "Terus juga kalau bisa ya, tapi semoga bisa sih," kekehnya. "Yang royal, loyal ke pasangan, gak pelit lah intinya. Soft spoken, family man, green flag of course! Gapapa sih sebenernya kalau dia ada sisi merahnya, yang penting tiap ke gua ijo. Terus, kalau dari segi love language yang act of service, sama physical touch sih soalnya gue suka di peluk-peluk gituuuu," pungkasnya.

"Tergantung amal ibadah sih, Ca," tukas Cherry.

Bianca mencebik. "Yeee, gue rajin ibadah ya! Aman kayanya, mah."

"Jodoh Tuhan yang atur, Ca," sahut Amora.

"Bener sih," balas Bianca seraya menghela napas pelan. "Tapiii, gue tetep berharap kalau jodoh gue itu Raden sih. Terjamin banget pasti masa depan gue sama anak-anak ntar," tandasnya dengan senyum simpul.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ᴄʀᴀᴢʏ ᴄʀᴜsʜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang