4. Jackpot

449 100 8
                                    

Manik indah milik gadis bersurai hitam yang kini dibiarkan tergerai itu, perlahan terbuka. Kelopak matanya menyipit, berusaha menyesuaikan penglihatannya dengan sinar cahaya lampu Ruang Kesehatan.

"Akhirnya lo sadar juga, Ca," ucapan syukur itu berasal dari belah bibir Cherry. "Sumpah, gue sama Amora panik banget karena lo gak sadar sadar."

Bianca memegang sudut keningnya kemudian berjengit karena rasa sakit dan juga ada benjolan disana. "Gue kenapa? Terus ini kok jidat gue benjol? Ini gue dimana lagi?" tanyanya bertubi tubi.

"Lo abis pingsan, Ca. Tadi gak sengaja kena lemparan bola basket pas kita mau ke perpus," ujar Amora menjelaskan pada Bianca tentang apa yang terjadi tadi.

Bianca mencebik. "Ck! Siapa sih yang lempar? Gak tanggung jawab banget, jidat gue benjol gede banget lagi."

"Ra—"

"—gua..."

Dua gadis itu menoleh serentak, disana, di daun pintu berdiri Raden dan antek-anteknya.

"Anjing..." umpat Bianca pelan. Shock berat.

Pandangan keduanya bertemu, Raden lantas melangkah masuk, mendekat ke tempat dimana Bianca merebahkan tubuhnya. Cowok itu menatap tepat pada benjolan di kening si gadis.

"Lo—"

"—gua gak sengaja, sorry..." ucap Raden memotong perkataan Bianca. "Masih sakit, gak?"

Bianca baru saja hendak menggelengkan kepalanya, tapi segera gadis itu urungkan. Gue harus caper semaksimal mungkin. Kapan lagi kan bisa modus sama ni cowo yang katanya datar, monolognya dalam hati.

"Sakit lah," keluhnya. "Lo gak liat apa segede apa nih benjolan di jidat gue?"

Amora dan Cherry saling beradu tatap.

Teman-teman Raden juga terlihat saling beradu pandang, Orion menyenggol lengan Victor

"Itu yang namanya Bianca?" tanyanya.

Victor mengangguk. "Iya, cakep kan?"

"Behhh, bukan cakep lagi Vic. Ini mah bidadari jatuh dari Surga," pujinya seraya memandangi wajah Bianca yang jidatnya terdapat benjolan cukup besar.

Elang mengangguk setuju. "Kali ini gua sependapat sama lo, Yon. Udah bukan cakep lagi, diatasnya cakep. Mana gemes banget lagi, pengen gua hap rasanya."

Baskara menepuk bahu Elang cukup kencang. "Hap hap, lo kira nasi kucing? Tapi emang cakep sih gua akuin."

"Yeeee, sama aja nih laki," cibir Victor seraya memutar bola matanya malas.

Samudra hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman-temannya itu.

Kembali ke Raden dan Bianca, cowok yang saat ini masih mengenakan jersey basket tanpa lengan itu, menatap Bianca lekat-lekat. "Yaudah, mau ke rumah sakit aja? Biar diperiksa lebih lanjut? Takut gegar otak juga sih."

Bianca jadi salah fokus. Tapi sesaat kemudian gadis itu menggeleng pelan, sambil diiringi ringisan dari belah bibirnya. "Gausah, gak perlu ke rumah sakit."

"Terus?" tanya Raden seraya menaikkan sebelah alisnya.

Ganteng banget sialan, Bianca berseru di dalam hati.

"Sebagai permintaan maaf lo, anterin gue balik."

Amora menepuk jidatnya, sedangkan Cherry mendadak membalikkan badan.

"Tapi kan ini belom jam pulang sekolah?"

"Izin dong, gue pusing banget nih. Lo mau gue pingsan kalau dipaksa buat belajar?"

ᴄʀᴀᴢʏ ᴄʀᴜsʜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang