BAB 2 // Nona Rain

87 8 0
                                    

Suara ketukan heels yang beradu di lantai adalah pertanda, bahwa kedatangan perempuan itu adalah intimidasi. Raina Zanaya Ganendra, perempuan itu telah tumbuh menjadi wanita dewasa yang memiliki paras cantik mempesona dengan tatapan matanya yang semakin tajam menantang. Terlihat setiap orang yang dilewatinya segera tersenyum canggung, buru-buru mengucapkan sapaan selamat pagi. Namun samasekali Rain tidak hiraukan, karena itu hanya membuang-buang energi.

Salah satu hal terbesar yang kita semua dambakan adalah pujian dan penerimaan. Ini memengaruhi cara kita melakukan sesuatu dan sikap kita terhadap gaya hidup sehari-hari. Rain memiliki semua yang diinginkan oleh perempuan muda seusianya: uang, ketenaran, pekerjaan prestisius, dan gaya hidup mewah. Semua ini membuatnya menjadi figur yang diidolakan sekaligus disegani di kantor setinggi lima belas lantai itu.

Rain terus berjalan mendekati privat lift yang dikhususkan untuk dirinya. Atas perintah setelah menekan tombol, pintu kaca itu terbuka dan Rain melangkah masuk. Menekan lantai tertinggi. Kotak lift yang menawarkan pemandangan indah ibu kota di luar gedung mulai bergerak naik.

Saat lift berhenti dan pintu terbuka, Rain keluar dan disambut oleh pemandangan area resepsionis yang luas dan eksklusif. Di hadapannya, hanya ada satu meja resepsionis yang elegan, terbuat dari marmer putih yang berkilau. Di sebelah kiri, tiga sofa abu-abu berbentuk U mengelilingi sebuah meja kopi kecil dari kaca yang minimalis. Tanaman hijau yang ditempatkan di setiap sudut ruangan memberikan kesan rapi dan eksotis, menambah sentuhan alami pada desain modern.

Personal asistennya, Karin, sudah menunggu dengan senyum profesional. Namun, Rain hanya mengangguk singkat, tanpa membuang waktu untuk basa-basi. Rain melangkah masuk ke ruang kantornya yang luas dan mewah. Dinding-dinding kaca memberikan pandangan tak terbatas ke seluruh kota, memperlihatkan pemandangan metropolitan yang sibuk. Interior ruangannya didominasi oleh perabotan bergaya kontemporer, dengan meja kerja besar dari kayu mahoni. Lampu gantung kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya lembut yang menciptakan atmosfer tenang namun penuh wibawa.

"Morning, Nona Rain," sapa Karin, personal asistennya.

"Jadwalku hari ini?" tanya Rain, suaranya tegas

"Rapat dengan tim teknologi informasi untuk membahas pengembangan sistem baru yang akan meningkatkan efisiensi. Lanjut panggilan konferensi dengan klien kita; PalmaVine International. Terakhir, meninjau laporan keuangan kuartal," jelas Karin setelah dengan cekatan menyerahkan tablet yang memuat jadwal harian Rain dengan rinci.

Disusul Karin menyerahkan beberapa dokumen penting, dan Rain langsung membaca dokumen-dokumen itu dengan teliti.

Karin memandang penampilan bosnya dari atas sampai bawah dengan tatapan cemas. Ia meneguk ludah pahit saat menyadari betapa berkelasnya penampilan Rain hari ini. Mengenakan setelan blazer berwarna hitam, sepatu hak tinggi yang berkilauan, dan tas tangan mewah yang hanya bisa dilihat di majalah-majalah fashion internasional, Rain tampak lebih anggun dan memukau daripada biasanya. Matilah aku, pikir Karin sambil menunduk sendu. Semua orang di lantai lima belas tahu, jika semakin mewah penampilan bosnya, maka artinya mood bosnya sedang buruk. Cara orang kaya dalam melampiaskan kekesalannya memang agak lain.

***

Rain keluar dari ruang meeting, diikuti Karin dan Yesa, dua asisten pribadi yang setia dan handal. Mereka adalah pilar yang selalu siap menopang dan membantu Rain dalam segala situasi.

"Jadwal selanjutnya, Karin?" tanya Rain setelah mereka masuk kedalam lift.

"Panggilan konferensi dengan pihak PalmaVine Internasional, Nona," jawab Karin cepat, sembari menatap layar tablet di tangannya.

Scent Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang