part22

1.2K 112 2
                                    

"Nai, aku akan menemui Ayna sebentar dan kemudian kembali lagi menemui Giselle." Ia berharap Naina mau meringankan hatinya pada anak kecil. Naina sangat penyayang.

Mendengarkan ucapan Andreas membuatnya merasa jijik. Padahal dulu ucapan Andreas bagaikan bunga yang bersemi. Ia tidak pernah lelah mendengarkannya namun sekarang, ia merasa jengah.  "Pergilah, kami tidak membutuhkan mu."

Andreas merasa tertohok, dia pergi karena ia tidak bisa mengabaikan seorang anak yang ia adopsi dari panti asuhan. Ayna tanggung jawabnya juga dan Giselle juga tanggung jawabnya. "Nai aku pergi bukan meninggalkan Giselle."

"Cukup Andreas! Kenyataannya kau pergi meninggalkannya sewaktu aku hamil. Jadi aku mohon padamu, pergilah dan kalau bisa jangan pernah kembali karena ini yang aku harapkan." Nadanya tegas, tajam dan menekan.

Andreas tercekat, tenggorokannya terasa kering. Biarlah wanita itu marah padanya karena memang salahnya.

Sesampainya di Jakarta, Andreas langsung masuk ke kamar Ayna. “Sayang.” Sapa Andreas dengan nada khawatir. Dia mendekatkan telapak tangannya ke dahi Ayna. 

“Mas demamnya sudah turun,” ucap Amira.

Ayna memeluk Andreas. “Papa kemana saja? Papa harus di sini temani Ayna. Jangan pergi Pa.” Rengeknya. 

Andreas merasa kasihan, anak sekecil ini harus ia tinggalkan begitu saja. “Sayang maafkan Papa. Papa tidak bisa menemani Ayna.”

“Berarti Papa tidak sayang lagi pada Ayna.” Wajah Ayna terlihat murung.

Andreas menggelengkan kepalanya. Rasa sayangnya masih sama dan tidak akan berubah sekalipun ada Giselle karena Ayna juga tanggung jawabnya. “Tidak Sayang, cuman saat ini Papa sibuk.”

Amira memegang bahu Andreas. “Jangan katakan apa pun. Dia masih kecil, suatu saat nanti setelah dewasa baru kau mengatakannya.” Dia hanya mencari alasan agar Andreas tidak membawa Naina dan anaknya itu masuk ke dalam rumahnya. Sebisa mungkin ia ingin membuat Naina dan anaknya itu tidak kembali ke dalam rumah ini. “Mari kita bicara di luar.”

 Amira menatap Andreas. Ia langsung memeluk Andreas. Ia tidak ingin kehilangan Andreas. Baginya, Andreas separuh jiwanya. “Maafkan aku yang bersikap egois.” Demi hubungannya, ia lebih memilih meminta maaf.

Andreas menatap tangannya, dia pun mengusap punggung Amira. “Aku tau, tapi aku ingin kamu memberi pengertian pada Ayna. Dia pasti paham bahwa dia memiliki saudara beda ibu."

"Ayna masih kecil, dia akan tertekan. Coba kau pikirkan mentalnya." Amira berkata dengan lembut. "Aku tidak mau dia bersedih."

"Mau seperti apa pun dia harus mengerti. Giselle darah daging ku dan kau menyuruh ku untuk diam saja seperti patung."

"Bukan begitu Mas, aku hanya tidak ingin ..."

Bagaimana pun juga, ia akan tetap membawa Giselle. Semua orang harus tau bahwa dia memiliki seorang pewaris yang sah. "Giselle harus di sini. Aku tidak mau kau menolaknya. Kalau kau tidak terima, bercerai saja. Aku tidak mau dengan wanita yang menolak anak ku dan ingat satu hal! Jangan mengusik Naina dan Giselle. Aku tau kau saat ini tidak menyukainya, jangan mencegah ku untuk bertanggung jawab pada mereka. Jangan membuat aku menyesal menikahi mu."

Air mata amira mengalir dengan bersamaan Andreas yang memalingkan tubuhnya dan meninggalkannya. Ia mengusap air matanya dengan kasar. Dalam hatinya ia berjanji tidak akan pernah melepaskan apa yang telah menjadi miliknya. Naina dan anaknya tidak akan pernah mendapatkan apa pun termasuk Andreas.

"Andreas aku akan membuat mu membenci Naina."


Benih Rahasia Mantan SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang