Kalibrasi

221 44 6
                                    


Syarat yang diberikan Emi dan Namira tentu saja membuahkan hasil. 5 hari setelahnya Mika disibukkan dengan memahami topik, merancang perumusan masalah, latar belakang, dan mempelajari teori yang akan mendukung judul skripsinya. Mika yakin mestinya kali ini dia tidak akan revisi lagi. Pukul 09.15 WIB Mika sudah duduk manis di bangku metal ruang tunggu dosen. 45 menit lebih awal dari jadwal seharusnya, Mika tak masalah jika harus menunggu daripada harus terlambat lagi seperti minggu lalu. Dilihatnya layar ponsel yang menampilkan pop up pesan di grup obrolannya bersama Emi dan Namira. Mereka mengirim kalimat penyemangat bernada ejekan untuknya. Seulas senyum terukir di bibir Mika. Nyebelin banget, untung sayang.

7 menit sebelum waktu menunjukkan pukul 10, terlihat Pak Suryo berjalan dari kejauhan, tatapan matanya bertemu dengan Mika yang kemudian bergegas bangkit dari bangku dan merapikan kemejanya. Mika sengaja mengenakan kemeja berwarna merah maroon karena menurut informasi yang dia dapat dari google, warna tersebut melambangkan keberanian dan kekuatan energi. Sebuah afirmasi yang berusaha dia sampaikan pada dirinya untuk menghadapi hari ini.

"Silahkan masuk, langsung kita mulai saja bimbingan hari ini." Perintah Pak Suryo setelah membuka pintunya. Mika mengangguk, diletakkannya tumpukan kertas di atas meja Pak Suryo. Dengan teliti Pak Suryo membaca. Dalam hati Mika berdoa, untuk kali ini saja semoga Tuhan dan semesta mendukung usahanya. Pak Suryo membenarkan posisi kacamata, melirik raut wajah Mika yang harap-harap cemas dengan hasilnya. Terlihat Pak Suryo sedikit keheranan karena rupanya Mika tak hanya mengumpulkan revisi Bab I seperti yang diperintahkannya, namun juga Bab II yang berisikan landasan teori.

"Oke, rumusan masalah dan latar belakang masalahnya sudah sesuai dengan yang saya arahkan, pembatasan masalahnya juga sudah ada. Untuk bab II perlu ditambah tinjauan pustakanya jika skripsimu ini mengacu pada referensi skripsi terdahulu." Mika mengangguk mengiyakan, ada perasaan lega yang membuncah di dada.

"Jadi sudah bisa diterima pak?" tanya Mika hati-hati.

"Saya accedere hari ini, untuk selanjutnya kamu harus sudah mulai merencanakan pembuatan rancang bangunnya. Hubungi saya jika ada kesulitan atau jika sudah siap untuk bimbingan lagi," ucap Pak Suryo sembari menorehkan tanda approval darinya.

"Kamu lihat kan Mika? Tidak ada yang susah kalau kamu mau berusaha, harusnya dari dulu memang tidak perlu ditunda-tunda." Bukan Pak Suryo namanya kalau tak ada omelan keluar dari mulutnya. Walaupun yang dikatakan memang benar, namun ada alasan mengapa Mika sempat malas menyentuh draft skripsinya. Alasan yang tentunya tak mau Mika jelaskan. Mika hanya tersenyum kikuk sembari pamit undur diri. Dengan cepat dia keluarkan ponselnya untuk menanyakan dimana Emi dan Namira berada.

***

Buuuk!

"Done, bab I sama bab II gue udah approved and accedered by Pak Suryo. Sekarang kasih tahu ke gue siapa orangnya." Mika menjatuhkan tumpukan kertas itu di hadapan Emi dan Namira yang sedang asyik menikmati baksonya.

"Kaget bangsat, untung gak keselek bakso nih lak-lakan gue." Namira bersungut-sungut kesal sambil mendorong tenggorokannya dengan segelas es teh tawar.

"Wow... gokil juga lo Mik, padahal kita cuma kasih syarat kerjain revisi bab I tapi malah lo kerjain sampai bab II, tahu gini harusnya dari dulu aja ya lo kejedot pintunya," ucap Emi dengan nada mengejek.

"Ya sekalian aja, mumpung kemarin gue masih mood dan semangat ngerjainnya," balas Mika seadanya.

"Exactly my thought, semoga abis ini lo ga balik ke mode cinta alam lo itu. Takutnya mentang-mentang udah di bab II terus lo anggurin lagi dan malah fokus ke yang lain." Kali ini giliran Namira yang menyindir.

SKRIPSI CINTA MAHIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang