Intensi

388 68 10
                                    

"Lia!!!" Suara teriakan Mika membuat ketiga gadis itu menoleh bersamaan.

Mika menatap ketiga gadis di hadapannya bergantian. Tatapannya berhenti pada sosok mungil yang membuat ritme jantungnya kembali tak beraturan. Wajah manis yang selalu muncul di pikiran. Wajah yang rupanya sangat Mika rindukan.

"L-lo Lia kan?" Mika susah payah mengendalikan rasa gugupnya.

"Lo siapa? Ada urusan apa sama Lia?" Tanya Raisha tiba-tiba, mengejutkan Mika yang awalnya mengacuhkan keberadaannya.

"Sorry, gue boleh ngobrol sebentar sama Lia?" Jawab Mika seolah meminta izin pada Raisha yang tampak tidak suka dengan kehadirannya.

"Lia lagi gak bisa ngomong, lidahnya sariawan. Ngomong sama gue aja sini, lo yang tadi ngasih makanan ke Lia kan? Ada maksud apa? Gak lo racunin kan itu makanan?" Pertanyaan bertubi-tubi dilontarkan oleh Raisha membuat suasana menjadi canggung bagi Mika.

"Sha jangan ngomong gitu, gak sopan tau gak?" Thalia mencoba mengingatkan agar Raisha tak kebablasan.

"Ya mumpung orangnya udah disini Tha, kan lo sendiri tadi yang nyuruh gue nanya langsung ke orangnya."

"Oke gini, sebelumnya gue minta maaf karena udah bikin kalian salah paham. Gue tahu cara gue tadi salah, tapi demi Tuhan gue gak ada intensi yang aneh-aneh ke kalian terutama Lia, gue cuma mau ngobrol sebentar karena ada yang mau gue omongin sama dia." Ucap Mika mencoba menjelaskan.

"Ya udah ngomong aja sekarang."

"Maksud gue ngomongnya berdua." Sekali lagi Mika memperjelas maksud dan tujuannya.

"Kenapa harus berdua? Emangnya gak bis---"

"Sha udah, mending lo tunggu di mobil sama Thata." Potong Lia sengaja agar perdebatan diantara keduanya tidak semakin panjang.

"Tapi Li..."

"Bawel ah! Ayo masuk!" Thalia yang paham dengan keadaan langsung menyeret Raisha yang terlihat sedikit memberontak untuk segera masuk ke dalam mobilnya. Mika yang kini hanya berdua dengan Lia merasakan kegugupan kembali melanda.

"I'm sorry about that, Kakak mau ngomongin apa tadi?" tanya Lia langsung pada intinya.

"Ah... Oh... Itu... Anu... Lo masih inget gue?" Dari begitu banyak pertanyaan, entah mengapa hanya itu yang terlintas di pikiran.

Bego banget lo Mika.

Lia mengerutkan dahi, seperti sedang fokus menggali memori. Mika yang melihatnya berpikir keras pun segera memberikan clue dengan menunjuk dahinya yang berwarna keunguan.

"Hari Jumat, ruangan praktek mekatronika. Inget?" Tanya Mika sekali lagi karena Lia sepertinya tak kunjung mengingatnya. Mungkin benar apa kata pepatah bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Gadis secantik Lia sepertinya dianugerahi kapasitas ingatan selayaknya ingatan ikan emas. Kejadian tersebut hanya berjarak satu minggu, bagaimana mungkin ia melupakannya begitu saja? Atau Lia hanya tak mengingat wajah Mika?

Lia yang melihat dahi keunguan milik sosok di hadapannya ini perlahan mulai mengerti. Memorinya kembali mengingat hari dimana kakaknya meminta bantuan. Lia awalnya ragu, takut tersesat karena dirinya belum pernah menginjakkan kaki di fakultas yang sangat asing baginya. Untungnya berkat arahan dari kakaknya, ia berhasil menemukan dimana ruang praktek mekatronika berada. Namun yang terjadi benar-benar diluar prediksi. Lia tak pernah menyangka sebelumnya bahwa di fakultas teknik hampir 90% populasinya adalah pria. Hanya ada 7 mahasiswi diantara puluhan mahasiswa di dalam ruangan praktek itu. Beberapa diantaranya bahkan mulai menggoda dirinya dengan kalimat-kalimat khas pejantan tanggung. Lia yang merasa tidak nyaman akhirnya buru-buru pergi meninggalkan ruangan.

SKRIPSI CINTA MAHIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang