Revisi

281 50 9
                                    

Aroma antiseptik dan bau khas minyak kayu putih menusuk indra penciuman Mika yang kini terbaring lemah di klinik kampusnya. Perlahan kesadarannya kembali, meski kepalanya masih terasa pusing, ingatannya me-recall paras cantik gadis mungil yang menempatkannya pada situasi seperti ini. Walaupun hanya pertemuan singkat, gadis itu memberikan sensasi aneh pada dirinya. 

Mika bukanlah tipikal orang yang percaya dengan istilah cinta pada pandangan pertama. Dia bahkan tak memahami konsepnya. Bagaimana mungkin seseorang bisa jatuh hati hanya dalam sekali pandang? Sudahlah, ada hal yang membuat kepalanya semakin terasa sakit ketika mengingatnya. Bimbingan skripsi.

Benar, dia harus tetap mengejar bimbingan skripsinya hari ini. Tak peduli pada kenyataan bahwa Pak Suryo pasti akan marah besar karena Mika sudah menyia-nyiakan waktu berharga sang dosen. Yang dia pikirkan hanyalah jangan sampai sang dosen pembimbing tak mau lagi ditemui dan menaikkan statusnya dari 'Calon Mahasiswi Abadi' menjadi 'Mahasiswi Abadi'. Walau sungguh, jauh di lubuk hati dia tidak peduli dicap seperti itu.

"Masih pusing Mik?" tanya seseorang, mengejutkan Mika yang tengah asyik berkutat dengan pikirannya.

"Eh, kaget gue Mi. Kok lo disini?."

"Kebetulan tadi abis ketemu Pak Ilham buat bimbingan bab akhir, tiba-tiba denger kegaduhan dari ruang praktek. Gue kira ada yang berantem, tapi pas gue samperin ternyata lo yang bikin gaduh gara-gara pingsan. Masih pagi udah berulah aja sih Mik Mik."

Mendengar kata bimbingan, perutnya kembali mual dan bergejolak.

"Terus sekarang jam berapa?"

"Hampir jam 1 siang."

"Gila! gue tidur hampir 3 jam??? Astagaaa!"

"Sadar diri makanya, lo kalau tidur kan emang kayak orang pingsan. Bedanya sekarang pingsan beneran," gerutu Emi.

Buru-buru Mika bangkit dari kasur tempatnya berbaring.

"Mau kemana?"

"Ketemu Pak Suryo lah Mi, hari ini tuh harusnya gue bimbingan, tapi tadi pagi gue telat bangun gara-gara semalem begadang buat nyelesaiin bab I. Bela-belain naik ojol ternyata ada perbaikan jalan di persimpangan deket kampus, alhasil lari deh tuh gue dari depan. Eh malah kena tackle sama pintu jati, untung yang nongol cewek cakep, kalo bukan mah udah berantem beneran tadi gue."

"Oh jadi pingsannya gara-gara cewek cantik? Lemah amat tuh hati." Emi sedikit prihatin dengan cerita kesialan Mika, namun tak tahan untuk menggodanya. Di sisi lain juga merasa lega mendengar sahabatnya ini sudah mulai bergerak menyusun skripsi.

"Gak gitu maksud gue, tapi...emang cantik sih. Kok bisa cewek sebening itu ada di sekitaran fakultas teknik ya? Mana gue belum pernah liat sama sekali tuh wajahnya, biasanya kan si Namira gercep kalau soal cewek cantik," tanya Mika penasaran.

"Nyamperin pacarnya kali. Who knows," jawab Emi singkat sambil mengedikkan bahu.

"Dih... udahlah, mau nyamperin Pak Suryo dulu." Mika tak tahu mengapa jawabannya terdengar sedikit ketus. Apakah karena ia resah dengan kemungkinan besar Pak Suryo akan memarahinya, atau karena pernyataan Emi barusan yang membuat hatinya sedikit mencelos.

"Ya udah, hati-hati."

"Hati-hati kenapa?"

"Ya hati-hati aja, siapa tau nanti di tengah jalan ciuman sama pintu lagi."

"Sialan lo!"

"Hahahahaha becanda Mik.... udah buruan sana bimbingannya. Gue doain semoga Pak Suryo gak mode senggol bacok hari ini." Lagi-lagi pernyataan Emi membuat nyali Mika menciut. Namun ia putuskan untuk tetap melangkahkan kakinya bertemu dosen pembimbing yang akan menentukan nasibnya kelak. Tentang bagaimana hasilnya nanti, setidaknya dia sudah berusaha.

SKRIPSI CINTA MAHIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang