Paket

369 73 9
                                    

Suasana kafe di sore itu cukup ramai. Terlihat beberapa meja diisi oleh berbagai kalangan dengan kesibukannya masing-masing. Ada pekerja remote dengan aktivitas work from cafe-nya, ada mahasiswa yang sibuk mengerjakan tugas di laptopnya, dan tentu saja ada yang hanya sekedar nongkrong untuk melepas penat sepulang kuliah. Termasuk Lia dan sahabat-sahabatnya yang kini tengah menikmati hidangan yang sudah mereka pesan. Semua tampak menikmati, kecuali Lia yang sedari tadi hanya membuat garpu dan fish and chips-nya beradu. Hal ini tentu membuat Thalia dan Raisha bertukar pandang, saling mempertanyakan apa yang terjadi menggunakan kode mata. Pertanyaan yang sejatinya tidak membutuhkan jawaban, karena kedua gadis itu sudah tahu apa yang sedang Lia pikirkan.

"Itu ikan ditusuk-tusuk mulu, ngeri tiba-tiba hidup lagi terus teriak stop nusuk-nusuk aku, ini pelecehan!" Canda Pia mencoba mengembalikan mood sepupunya, namun tak berhasil karena jokes-nya tak masuk di Lia.

"Lo kenapa sih? Bengong aja dari tadi." Tanya Thalia memancing pembicaraan.

"Kalau ada masalah tuh cerita, jangan apa-apa dipikul sendiri. Makin pendek lo nanti." Ucap Raisha menambahi.

"Sialan lo Sha, malah body shaming. Gue gak kenapa-kenapa kok guys, tenang aja."

"Ya udah kalau gak kenapa-kenapa dimakan dong itu makanannya, gak bakal abis sendiri kalau didiemin."

"Lagi gak laper."

"Terus kenapa tadi pesen? Kan jadi sayang kalau gak kemakan." Omel Thalia si anti buang-buang makanan.

"Nanti gue take away aja." Lia meletakkan garpunya. Ditatapnya fish and chips di hadapannya itu, tentunya bukan tanpa alasan dia memesan menu ini. Fish and chips selalu mengingatkannya pada Mika, jelas karena ini adalah makanan pertama yang diberikan Mika untuknya, di kafe yang sama. Ditambah rasanya yang enak, menjadi nilai plus tersendiri bagi dirinya. Dan sejak saat itu dia selalu memesan menu yang sama setiap mengunjungi kafe ini.

Namun entah kenapa kali ini nafsu makannya justru tak ada, membuatnya kembali berpikir apakah dia memang menyukai rasanya atau menyukai orang yang pernah memberikan makanan ini untuknya. Gadis jangkung yang hingga saat ini masih tak Lia ketahui bagaimana kabarnya dan dimana rimbanya. Salahkan pada gengsinya yang seluas Samudra Hindia, karena rasanya Lia hampir gila memikirkannya.

"Diem, bengong, tatapan kosong. Yang kayak gini sih biasanya kelakuan orang abis putus cinta. Lo abis diputusin Kak Mira? Eh Mita? Mila? Siapa sih? Lupa namanya." Darah batak yang mengalir deras di tubuh Vivi kadang membuat mulutnya seperti tak ada filter setiap kali berucap. Pertanyaan Vivi yang terlontar bagaikan tanpa dosa itu menghasilkan sebuah jitakan dari Raisha yang mendarat mulus di kepalanya. Vivi mengaduh dan hampir melawan balik, namun ia urungkan niatnya begitu melihat Raisha yang sudah memelototinya seakan menyuruhnya tutup mulut. Lia menatap tajam ke arah Vivi, hendak menjawab pertanyaannya jika tak dipotong oleh seseorang yang tiba-tiba menghampiri meja mereka berlima.

"Hai Lia." Lia menoleh mendengar namanya dipanggil. Seorang gadis mungil dengan tinggi yang tak jauh berbeda dengan Lia menyapanya ramah. Meskipun tak terlalu dekat, namun Lia mengenalnya karena mereka pernah sekelas di tingkat satu.

"Sesa?" Gadis bernama asli Chaesa Zanitha itu mengangguk sambil tersenyum.

"Tumben banget lihat lo di sini Ses, padahal kalau di kampus kita malah jarang ketemu gara-gara beda makul." Ucap Raisha dengan nada ramah.

SKRIPSI CINTA MAHIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang