Setelah termenung beberapa saat yang hanya dapat menyimpulkan bahwa Amora menghilang atau Amora mati. Akhirnya Amoorea menyerah berpikir lagi.
Ia melihat pintu lain di dalam toilet. Dan menurut ingatan Amora pintu itu mengarah ke kamar mandi. Ia melangkah dan menekan handle pintu. Ternyata benar, ada kamar mandi di sana.
Ia langsung saja melepas pakaian yang melekat di tubuhnya. Dan mengguyur tubuhnya di bawah shower.
"Ahh~ ini menyegarkan" Ucap Amora.
Setelah kebanyakan berpikir di pagi hari. Akhirnya air dingin dapat menyejukkan hati dan otaknya. Begini lebih baik.
Amora keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk mandi. Pintu keluar kamar mandi ada di sebelah pintu masuk toilet.
Klek!
Amora keluar, dan wangi sabun pun menguar. Di depan pintu toilet Sera hendak mengetuk nya, namun tak jadi saat melihat Amora kekual dari pintu lain.
"Nona" Sera membungkukkan badannya sedikit.
"Sera, bersihkan toiletnya!" Perintah Amora, lalu berbalik. Berjalan ke lemari besar di sudut ruangan.
"Baik nona" Meski bingung, Sera tetap patuh pada perintah sang nona.
Ia membuka pintu toilet. Dan alangkah terkejutnya dia saat melihat kepingan cermin berserakan dilantai. Dan retakkan besar di cermin yang menempel di depan wastafel.
Ia berbalik melihat nonanya, khawatir apakah nonanya terluka. Lalu ia melihat darah yang masih menetes di punggung tangan Amora. Segera ia berjalan mendekati Amora.
"Nona" Ucap Sera hendak menarik tangan Amora, namun Amora malah menepisnya dengan kasar.
Plak!
"Lancang!" Ujarnya marah.
"M-mohon maaf nona" Segera Sera menjatuhkan dirinya berlutut di depan Amora.
Bagaimana bisa ia melupakan kejadian beberapa saat yang lalu. Saat nonanya menempelkan mata pisau di lehernya. Itu menyeramkan!. Pikir Sera.
"Cih! Cepat bereskan itu!" Perintah Amora menunjuk pintu toilet yang terbuka setengah.
"B-baik nona" Sera segera bediri dan berjalan cepat menuju toilet hendak membersihkan pecahan cermin.
Setelah mengenakan pakaiannya Amora duduk di tepian ranjang dengan ponsel di genggaman nya. Itu ponsel milik Amora yang ia temukan di laci nakas. Ia menggulir layar kesana kemari mencoba mencari sesuatu yang penting namun tak ada. Semuanya monoton, tak ada yang istimewa.
Amora menghela napas panjang dan menatap langit-langit kamarnya. Lalu beralih melihat sekeliling. Ruangan ini pun monoton dan biasa saja, tak ada yang mencolok.
Ia berganti posisi dengan duduk bersandar pada sandaran ranjang.
"Huh?" Sedikit kaget bercampur bingung.
Amora merasakan sesuatu yang aneh pada sandaran ranjang itu. Ia mengamatinya dengan seksama. Mencoba mencari tau apa yang aneh. Ia menyentuhnya secara perlahan di tiap sisi.
Ia menemukannya. Sesuatu yang berbeda itu ternyata pola lingkaran di kepala ranjang. Satu pola yang berbeda dari yang lainnya. Ia hndak menyentuh pola lingkaran itu.
"Nona" Panggil Sera membuat tangan Amora berhenti di udara.
Amora berbalik menghadap Sera dan menatapnya tajam.
"M-maaf n-nona, T-tuan m-memanggil anda untuk s-sarapan" Ucap Sera menunduk terbata-bata.
Amora menghembuskan napasnya kasar. Ia sedikit kesal.
"Ck! Menganggu saja" Gumamnya pelan.
Amora turun dari ranjang dan berjalan menuju ruang makan. Rumah besar dengan tiga lantai itu mempunyai lift di dalamnya. Amora turun ke lantai dasar dengan bantuan lift, diikuti Sera di dibelakangnya.
Ting!
Amora sampai di ruang makan. Disana ibu kandung dan ayah angkat nya beserta saudari angkatnya duduk di meja makan. Menunggunya. Ia yang terakhir datang.
Saudari angkatnya menatapnya tajam.
"Lama banget sih!" Keluh Alena kesal.
Amora diam. Ia menarik kursi di ujung meja makan. Bersebrangan dengan ayah angkatnya.
"Amora!" Delisha, ibu Amora menegur dan menatapnya tajam.
"Maaf maaf" Ucap Amora tersenyum dengan mata hampir tertutup.
Mereka menatapnya aneh. Tumben sekali ia tersenyum. Pikir mereka.
'Pasti itu yang kalian pikirkan kan?' pikir Amora dalam benaknya.
"Sudah! Mari makan" Tegur Freddy, sang kepala keluarga.
____
Selesai sarapan.
"Amora, kenapa kau tidak pakai seragam? Bukankah kau harus sekolah?" Tanya Freddy yang belum beranjak dari duduknya.
Seketika Amora tersadar! Benar, tubuh barunya masih bersekolah.
"Ah, aku lupa" Amora menepuk keningnya pelan.
Freddy melihatnya menggelengkan kepalanya. Sedangkan Delisha hanya menatapnya acuh. Berbeda dengan Alena yang menatapnya tajam. Ia nampak tak menyukai, bahkan membenci Amora.
"Segeralah berganti pakaian, nanti kau terlambat" Ucap Freddy
Amora tak menjawab ia hanya menganggukkan kepalanya saja, laku berlalu pergi ke kamarnya.
Selesai berganti seragam, Sera membantu Amora memoles tipis wajahnya. Karena ia tak terlalu paham dengan alat rias. Sungguh! Mau itu Amoorea ataupun Amora, keduanya sama saja di bidang itu.
Setelah siap, Amora berjalan keluar mansion. Suasana mansion sudah sepi, sepertinya semua orang sudah pergi. Ini adalah hari rabu, dan Amora akan berangkat bersama sopir.
"Mari nona" Ucap sopir membukakan pintu belakang mobil untuk Amora.
Mobil pun melaju menembus hiruk piruk keramaian jalanan. Amora duduk dengan tenang menatap pemandangan di sekitar.
Ia harus tampil pendiam dan tak peduli selama di sekolah. Tidak ada senyum manis ataupun kata kata manis.
Hanya ada si pendiam dengan segala pemikiran realistis nya. Hanya ada si pendiam yang tak mempunyai teman satupun. Hanya ada si pendiam yang tak menyukai manusia karena dianggapnya munafik. Hanya ada si pendiam dan berbagai rumor buruk tentangnya.
"Sudah sampai nona" Ucap sang supir membukakan pintu belakang mobil.
Amora pun keluar disambut kerumunan murid di Academy Arckles. Pagi ini cuacanya cukup berangin sehingga rambut Amora yang tak terikat pun berkibar lembut terkena angin. Beberapa murid yang melihatnya pun berbisik-bisik sembari meliriknya.
"Bukankah itu dia?" Bisik seorang siswi pada siswi disebelahnya, sembari curi pandang pada Amora.
"Dia?" Siswa disebelahnya melirik Amora sekilas.
"Iya dia, yang rumornya anak seorang mafia" Ucap siswi pertama lagi.
"Apa? Bukankah itu gawat?!!" Siswi kedua panik.
"Iyakan?"
"Jangan menatapnya..Jangan menatapnya..Jangan menatapnya.. " Ucap lirih mereka berdua bersamaan sembari menunduk.
Saat keduanya melirik pada Amora, secara bersamaan Amora menatap mereka. Tatapannya datar, dingin, acuh dan, tajam!.
"Hiyy!!" Kedua gadis itu tersentak dengan tubuh gemetar ketakutan.
Dengan segera mereka berlari memasuki gedung Academy.
Sedangkan dibalik wajah datarnya, Amora mengerjabkan matanya bingung. Kenapa mereka lari? Padahal ia hanya menatapnya saja. Ia hanya sedikit penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.
Putri mafia? Amora? Bukankah yang putri mafia itu Amoorea?! Kenapa Amora juga putri mafia? Atau jangan-jangan benar? Bahwa Amora itu putri seorang mafia? Lagi pula kan Freddy Abkala bukan ayah kandungnya.
SELESAI
Lanjut?