[04]: Dia pendek dan burik.

57 15 0
                                    

Istirahat pertama sudah lewat, istrahat kedua juga sudah terlewati. Kini para siswa tengah mempelajari materi jam pelajaran terakhir. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, langit memancarkan cahaya jingga.

Aulian sudah selesai memperkenalkan sekolah kebanggaannya itu pada keempat bocah bule tersebut. Dua di antaranya sangat ramah dan sopan, dua yang lainnya sangat minta di gantung di pohon pisang.

Apalagi yang namanya Narendra, dia begitu angkuh dan songong. Selain hanya diam saja sepanjang dirinya menjelaskan tentang sekolahnya, Narendra begitu acuh tak acuh terhadap penjelasannya, seolah dia tidak menganggap serius dan hanya bermain-main saja. Padahal memang iya.

Aulian benar-benar harus ekstra menahan diri untuk tidak menjadi kriminal.

Seharian ini Aulian dan keempat siwa pertukaran pelajar itu di berikan waktu bebas, jadi mereka berlima hanya berjalan-jalan di sekolah dan mengenal saja. Untuk materi pelajaran, mereka sudah di beritahukan dan akan mulai belajar esok hari.

Mengenai seragam sekolah, mereka tetap mengenakan seragam sekolah milik sekolah mereka saja agar menjadi simbol.

Ketua OSIS berpamitan kepada mereka berempat untuk kembali ke ruangannya sebentar, dia mengatakan jika ingin berjalan-jalan mengingat jalan silahkan saja asalkan jangan sampai tersesat. Aulian pergi ke ruang anggota OSIS kemudian.

Meninggalkan empat siswa bule di taman yang terdapat set bangku untuk duduk, melongo nelangsa. Untung mereka berempat mengenakan seragam sekolah, jika tidak maka mereka akan di kira turis asing yang nyasar di sekolah ini.

Narendra bangkit dari duduknya dan melenggang pergi tanpa berkata apa-apa, Arion dan Bella menatap bingung pria jangkung itu yang berjalan menjauh.

Sebelum jarak Narendra terlalu jauh, Arion bertanya dengan nada sedikit keras. "Where are you going? [Lo mau ke mana?]"

"Pooping, coming too? [Modol, ikut?]" Narendra menghentikan langkahnya, menoleh sedikit ke belakang, menjawab pertanyaan Arion.

"No, thanks. [Gak, makasih.]" Arion mendengus jengkel dan tidak menghiraukan Narendra lagi. Ogah bet ikut orang yang mau modol, gak ada kerjaan aja.

Narendra melanjutkan langkahnya, menjauh dan menghilang di balik tikungan koridor sekolah bagian luar. Meninggalkan tiga gelandangan itu di taman sana.

Sepasang kaki jenjang yang terbalut celana sekolah warna biru gelap itu melangkah santai di sepanjang koridor, sebenarnya dia tidak ingin berak, Narendra hanya ingin berjalan sendirian. Tanpa di ganggu. Tanpa tujuan.

Langkah kakinya membawa Narendra ke kantin sekolah, dia berhenti di ambang pintu kantin dan berkedip bingung. Kenapa dirinya ke sini? Dirinya tidak lapar ataupun haus?

Mata tajamnya menatap ke depan sana, seperti mencari-cari keberadaan seseorang. Narendra juga bingung .. siapa yang dirinya cari di sini?

"Zia!" Panggil Bu Dede di arah meja kantin, terlihat kesulitan membawa wadah besar terakhir di atas meja.

"Iya, Buu?!" Jawab Zia di arah dapur kantin. Wanita gemuk itu berjalan menghampiri Bu Dede dan bertanya, "Kenapa, Bu?"

"Bantu ibu bawa wadah ini ke dapur buat di cuci, abis itu kamu lap meja kantin ini." Kata Bu Dede, Zia mengangguk dan membantu Bu Dede. Mereka menggotong wadah besar tersebut ke dapur dan Zia kembali lagi dengan lap di tangannya.

Dia dengan cekatan mengelap meja tempat menyimpan wadah besar nasi dan lauk pauk untuk para siswa sampai bersih, sebentar lagi mendekati waktu pulang sekolah, mereka para penjaga kantin sudah mulai bersih-bersih kantin dan bersiap untuk pulang juga.

Menyapu lantai dan membersihkan sampah di sekitar kantin sudah di lakukan oleh mereka berempat secara bersama-sama. Bu Ela sekarang sedang mengecek stok barang di belakang, Bu Dian sedang mencatat hasil penjualan, Bu Dede sedang mencuci peralatan dapur. Lalu Zia, dia sedang membersihkan meja kantin tempat menyimpan makanan, meja itu lumayan panjang dan lebar.

Sepasang iris mata cokelat itu mengikuti setiap gerak-gerik Zia.

Fitur wajahnya yang biasa-biasa saja dan berlemak itu di terpa cahaya langit sore yang menerobos masuk lewat jendela besar menjulang di samping sana, hidung peseknya menghirup dan mengeluarkan udara sebagai tanda jika dia masih hidup. Kulit wajahnya berminyak dan kusam, mungkin karena faktor bekerja seharian. Saat cahaya senja menyorotnya, wajah itu terlihat berkilau seperti caramel.

Dan Narendra jatuh dalam pesona wajah caramel itu. Dia hanya wanita biasa saja, tak ada yang menarik dari wanita gemuk itu selain kegemukannya.

Dia pendek dan burik.

Tapi entah mengapa Narendra merasakan jantungnya berpacu dengan membabi buta saat pertemuan pertama dengan wanita gemuk itu beberapa jam yang lalu, seolah ada kepalan tangan tak kasat mata yang meninju-ninju jantungnya agar berdetak cepat terus menerus saat berhadapan dengan wanita gemuk itu.

Saat inipun dadanya 'Dug dug' an terus padahal hanya menatap orang itu saja, dari jarak jauh pula. Ada apa sebenarnya ini? Apakah dirinya mengidap penyakit jantung koroner? Tapi tidak mungkin, baru seminggu yang lalu Narendra melakukan pengecekkan kesehatan dan hasilnya normal.

Raga nya sehat walafiat meksipun darahnya minus.

Untung darahnya yang minus, bukan otaknya.

Tapi Jiwanya belum di cek lagi, psikiater langganan nya sudah stress karena pasiennya itu King Morgan Narendra. Pria dengan kepribadian ganda yang abstrak.

Oke, abaikan itu.

Narendra berdiri diambang pintu kantin, menatap ke dalam sana, tanpa bergerak ataupun bersuara. Sibuk dengan pikiran dan perasaannya.

Bahkan sampai tidak menyadari bahwa wanita gemuk yang menarik perhatiannya sejak pertama bertemu itu sudah berada di hadapannya.

"Hi, What are you doing here? Are you hungry? [Apa yang kamu lakukan di sini? Apakah kamu lapar?]"

Tersentak kaget, Narendra oleng ke belakang dan hampir terjatuh terjungkal tersungkur terhempas ke atas lantai namun beruntung Zia menarik lengan siswa bule itu hingga Narendra jatuh ke lengannya. Zia menahan punggung dan pinggang Narendra dengan lengannya, sementara Narendra melingkar kan tangannya pada pundak Zia.

Posisi mereka berdua terlihat lucu dan menggelikan, Zia seolah berperan sebagai pria dan Narendra sebagai wanitanya.

Dunia sedang error karena kebanyakan bebannya.

Keduanya saling pandang dalam diam. Entah jatuh lope atau jatuh gudubrak.

Mari simak saja pdkt-an pasangan absurd ini.

N for ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang