[08]: Sorry, tangan gue kepleset.

34 9 0
                                    

Antrian para siswa seperti antrian para warga yang menunggu bansos, setelah bel istirahat kedua berbunyi, seluruh siswa berbondong-bondong menuju kantin sekolah untuk mengisi perutnya masing-masing yang sudah keroncongan dari tadi.

Kantin sekolah ini kantinnya hanya satu, namun luasnya luar binasa. Karena SPB ini adalah sekolah elit dan terdidik, jadi setiap tahunnya hanya menerima sedikit pelajar yang terpilih jadi di sekolah elit ini tidak terlalu banyak siswa-siswa.

Katanya sekolah elit, tapi nerima pelajar banyak sulit.

Bukan, bukan karena sekolah ini tidak mampu menampung banyak siswa. Ataupun kekurangan dana. Sekolah ini bisa saja mengambil dan menerima banyak pelajar-pelajar baru, hanya saja.. segini saja sudah sebegini ruwetnya, apalagi jika nambah banyak tiap tahunnya.

Bisa-bisa, Pak Donat keguguran. Terus Ms. Huang bawa hewan peliharaannya ke sekolah.

Kan berabe.

Dan penjaga kantin hanya empat orang, bukankah itu akan menyiksa mereka dengan panjangnya para siswa yang ngantri? Kenapa tidak merekrut beberapa orang lagi untuk menjaga kantin sekolah? Eits, kalian jangan salah. Meskipun hanya empat orang yang menjaga kantin, yang tiga sudah setengah baya dan yang satu sapi gembrot.

Mereka berempat sudah terlatih dari jaman kecebong, gerakan tangan dan kaki mereka secepat kilat namun tidak membuat kesalahan sedikitpun. Tangan seorang bartender yang cepat dalam mengocok minuman keras pun kalah oleh tangan ibu-ibu dan wanita muda penjaga kantin Sma Prestasi Bangsa ini.

Bisa di bilang mereka berempat itu berbakat dalam hal kecepatan tangan, apalagi Zia yang baru bekerja di sini selama satu tahun.

Saat siswa mengatakan ingin makan ini, itu, ini, itu, tangan Zia dan tiga ibu-ibu lainnya bergerak cepat dan hebat bahkan kadang ada yang menyuarakan kekaguman mereka. Hal ini sudah biasa, namun tetap saja luar biasa.

"Kak Zia gemes keren banget, deh!" Puji salah seorang siswa perempuan yang memiliki rambut kepang di kepalanya pada Zia, tersenyum lebar dan manis.

"Masa?" Zia bertanya sambil melemparkan paha ayam ke atas udara lalu menggapainya menggunakan pencapit makanan di tangannya. Melemparkan senyuman geli pada siswa di depannya.

Seruan kagum terdengar lagi, terdengar lebay namun menyangkan untuk di dengar. Hitung-hitung menghibur diri dan sekitar.

Tapi mereka tidak bohong jika Kak Zia mereka itu benar-benar hebat, mereka pernah mencoba untuk menirukan tindakannya itu namun berakhir dengan makanan mereka jadi milik serangga dan bintang kecil.

Zia menggeleng pelan seraya tersenyum manis, dia kemudian menaruh makanan-makanan ke dalam piring nampan di lengan mereka masing-masing. Setelah itu mereka berlalu dan di gantikan oleh siswa-siswa lainnya.

Namun, banyak yang menyukai Zia, pasti banyak juga yang tidak menyukai Zia. Setiap sesi makan siang ini, pasti ada saja yang melontarkan sindiran menghina pada Zia namun sang empunya hanya tersenyum ramah tidak menanggapi.

Buang-buang nafas saja menanggapi polusi udara.

Siswa-siswi silih berganti dengan piring nampan di pelukannya masing-masing. Hingga antrian kini tinggal belasan orang saja. Zia dan tiga lainnya melayani terus dengan sabar dan tanpa lelah. Mereka lelah berdiri dan bekerja dari tadi, melayani lebih dari seratus siswa di sekolah ini. Namun, perut para siswa lebih utama dan penting daripada rasa lelah mereka berempat.

"Hai, Kak Zia," Sapa Bella dengan sopan dan ramah.

Zia mengingat siswa bule ini tentu saja, tersenyum membalasnya. "Hai juga, Bella,"

"Aku ingin Chicken thighs, ini, dan itu saja." Bella mengatakan sambil menunjuk satu-satu menu makanan di atas meja di depannya, dia tidak tahu apa nama-nama makanan di sini selain sekumpulan paha ayam di dekat nasi. "Terimakasih,"

"Sama-sama, makan yang banyak, Bella." Kata Zia dengan senyuman hangat, membuat Narendra di belakang tubuh Arion terpanah.

"Tentu saja, Kak Zia." Bella pergi dengan perasaan gembira.

Lalu Velly, "Saya ingin ini, ini, ini dan ini. Itu, itu, itu dan itu. Sudah."

Zia melongo melihat dan mendengarnya, "Apakah kamu serius?"

Velly mengangguk mantap dan hanya menatap berbagai macam makanan di depannya dengan lekat. Zia, Bu Ela, dan Bu Dede dengan cepat menuruti nafsu makan bule satu ini yang di luar dugaan.

Badannya kecil, tapi nafsu makannya besar.

Zia jadi sedikit iri.. Ah, sudahlah.

"Terimakasih." Kata Velly dengan kaku.

Dari sini Zia menyadari jika siswa pertukaran pelajar yang satu ini pendiam dan irit ekspresi, lebih ke bingung ingin berekspresi bagaimana. Mungkin karena sudah terbiasa tanpa ekspresi.

Jadi, Zia tersenyum lembut padanya dan berujar. "Sama-sama, makan yang banyak tapi jangan berlebihan ya, Velly."

Mendengar itu, Velly sedikit terdiam dan kemudian akan meletakkan kembali beberapa makanan di piringnya namun di tahan oleh Zia. "Untuk sekarang, makalah yang kamu suka, ini hari pertamamu di sini, bukan? Selamat menikmati."

"Mn," Velly mengangguk kecil dan kemudian berlalu menyusul Bella.

Selanjutnya Arion, namun pria bule itu di tarik ke belakang dan di gantikan dengan Narendra yang lebih dulu. Arion menggerutu sebal di dalam hati dan hanya mengikuti di belakangnya.

'King damn Morgan bastard Narendra.'

Narendra menyodorkan piring nampan nya, Bu Dian mengisi nasi secukupnya di piring siswa bule tersebut, lalu Bergerak ke hadapan Bu Ela dan mengisi beberapa makanan ke piring Narendra, terus ke Bu Dede dan terakhir Kak Zia.

"Mau makan yang mana, Naren?" Tanya Zia lembut pada siswa bule bongsor di hadapannya. Orang luar negeri mah memang tubuhnya jangkung-jangkung ya.

"Yang ini, ini sama ini." Tangan Narendra menunjukan tiga makanan, namun tatapan matanya tertuju pada wanita gendut di depannya tanpa berkedip.

Jadi, yang mau di makannya yang mana?

Tapi Zia tidak memperhatikan hal tersebut dan fokus mengambilkan makanan yang di inginkan oleh siswa bule itu. Saat Zia menengadah barulah Narendra mengalihkan pandangannya ke arah makanannya, berdehem pelan dan berterimakasih.

"Sama-sama, makan yang banyak biar tetep kuat dan sehat, Narendra." Kata Zia, tersenyum pada Narendra.

Narendra menggosok ujung hidungnya guna menyembunyikan rasa terbakar di wajahnya, entahlah, dirinya merasa jantungnya berdegup keras saat melihat senyuman wanita gendut di depannya.

Bibir Arion ternganga melihat daun telinga Narendra yang terlihat lebih gelap, sial, seorang King Morgan Narendra tersipu shy? Iuhh.

Setelah mendorong tubuh Narendra agar segera menyingkir pergi karena sudah selesai mengambil makanannya, Arion tersenyum lebar pada Zia dan menerima jatahnya.

"Terimakasih, Kak Zia yang Cute." Ujar Arion dan akan mencubit pipi tembem Zia namun tangannya di tepis kencang oleh tangan Narendra, pria bongsor itu masih diam di samping Arion sembari memperhatikan.

"Sorry, tangan gue kepleset." Setelah berkata acuh tak acuh, Narendra kemudian berlalu santai menuju meja Bella dan Velly.

Arion menggerutu Narendra dan kemudian berjalan pergi juga setelah Zia berujar beberapa kata padanya.

Zia memperhatikan mereka dan menggeleng kecil seraya terkekeh pelan, Dasar bocah sma.

N for ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang