(12) Fisha

50 4 0
                                    

Titik Embun dari es pada gelas Fisha membasahi meja membuat genangan air pada sekitar gelas, begitupun dengan titik air mata yang terjun dari mata indah Fisha yang sudah memerah, terdengar isakan kecil membuat dada Fisha seketika sakit karena menahan isakan nya agar tidak terlalu terdengar. Ingin sekali Fisha meraung dan menangis keras saat ini. Tapi tubuhnya terlalu lemas tidak dapat membantunya untuk pergi dari cafe ini.

Kepala nya mengadah ke atas dan membuat pikirannya kembali pada beberapa menit yang yang lalu saat dirinya bertemu dengan Nara.

Fisha menarik kursi dan duduk dihadapan Nara yang kini sedang menatapnya, Fisha tak bisa mendeskripsikan maksud dari tatapan Nara yang di tunjukan padanya. Pikirannya rumit dan hanya bisa diam melihat Nara yang kembali menyuapi kue pada bocah di sebelahnya.

"Aku seneng, makasih akhirnya kamu mau ketemu sama aku" ujar Nara dan Fisha hanya menanggapi nya dengan anggukan lemah.

"ohiya, kamu mau pesen apa? udah makan belum? aku pesenin ya, disini ada ricebowl juga isian salmon kamu kan suka"

"bisa langsung aja? aku gak mau lama-lama, aku ada kesibukan lain"

Terlihat Nara yang menghela nafasnya, dan meletakan sendok nya yang dia pakai untuk menyuapi anak yang ada disampingnya.

"aku minta maaf, aku tau kamu gak akan maafin aku karena emang aku dulu brengsek banget. Tapi yang harus kamu tau, aku beneran sayang sama kamu, kamu berharga buat aku Sha"

"belum sempet aku jelasin semua, kamu udah nutup semua jalur komunikasi kita, kamu selalu ngehindar kalo kita ketemu, sampai aku lulus dan pergi pun kamu masih nutup semuanya"

Nara memulai penjelasannya dengan matanya yang tak berhenti untuk menatap mata Fisha yang terlihat sekali bergetar, dan terlihat tautan tangan yang memilin satu sama lain. "Ayah mau minum"

Suara anak kecil disamping Nara membuat atensi Fisha yang menatap Nara kembali pada anak tersebut, dan apa tadi? Ayah? pendengarannya masih berfungsi bukan? anak itu memanggil Nara, Ayah? dan benar sepertinya apa yang difikirkan oleh dirinya saat itu benar. Jika Nara sudah memiliki anak bersama tunangannya tersebut, kembali membuat dada nya terasa sakit.

"a-ayah?" suara parau Fisha akhirnya keluar, membuat Nara yang mendengar itu langsung menoleh pada Fisha yang terlihat sekali sedang menahan air matanya.

"Sha, Kenalin ini Prama anak aku"

"anak kamu?"

"iya, anak aku sama Phutra"

Nafas Fisha tercekat kala mendengar nama seseorang yang membuat dirinya merasa sakit, iya, tunangan Nara saat itu. Ternyata benar pikiran nya ketika melihat seorang anak yang dibawa Nara.

"Tujuan kamu untuk ketemu sama aku apa kak? mau buat aku sakit lagi? gak cukup kamu buat aku sakit waktu itu di hari ulang tahun aku kak? kamu mau buat aku hancur atau gimana kak? kamu mau apa dari aku? mau ucapan selamat? 'wahh selamat kak, keluarga kamu sekarang lengkap karena dihadirkan anak' begitu? kamu mau dapet ucapan kayak gitu dari aku?" bibir Fisha tak berhenti bergetar saat mengatakan rentetan kalimat tersebut.

"gak, Fisha. aku gak bermaksud kayak gitu"

"kenapa kamu harus balik lagi kesini sih kak? untuk apa? lebih baik kamu gak usah ketemu aku lagi kalo cuman buat aku sakit"

"aku salah, Sha, aku sangat merasa bersalah. Makanya aku putusin untuk balik kesini buat lurusin semuanya"

"maaf, Sha. Aku salah waktu itu udah bohongin kamu, saat itu aku bener-bener gak tau harus gimana? kamu tau gimana keluarga aku, aku gak bisa lawan mereka, Sha, iya aku pengecut banget harusnya aku nolak dan lebih perjuangin kamu. Tapi aku terlalu takut, Sha, maaf. Di tambah saat itu aku harus selesaiin skripsi aku dan orang tua aku, suruh aku untuk pergi ke ln buat lanjut s2 aku, sekalian untuk ngurus perusahaan keluarga aku disana. Aku bener-bener gak bisa lepasin kamu, saat itu aku pikir setidaknya saat aku disini, aku masih bisa sama kamu, ngabisin waktu aku sama kamu, dan waktu ulang tahun kamu, aku udah mau pergi ke rumah kamu tapi Phutra masuk rumah sakit dan mau gak mau aku harus kesana, karena Phutra udah gak punya siapa-siapa lagi disini, dan itu buat aku gak tau harus kayak gimana lagi, pada akhirnya aku nyerah sama kamu, Sha. "

Air mata Fisha terus turun membasahi pipinya yang sudah merah, bulu mata nya yang lentik pun ikut basah karena banyaknya air mata yang keluar. Dadanya sesak bukan main, setiap kata yang keluar dari Nara membuat dirinya sakit. "kenapa kak? diantara semua beban pikiran kamu, kamu pilih nyerah sama aku?"

"maaf, Sha"

Fisha masih mengatur nafas nya, air mata nya masih mengalir membuat Nara yang melihatnya ikut meneteskan air matanya juga. Nara juga sama sakitnya saat itu. Beruntungnya Nara kala masa terpuruk nya masih ada Phutra sebagai teman berceritanya, Phutra yang kini sudah menjadi pasangan sah nya ini sangatlah baik. Bahkan saat itu Phutra meminta Nara untuk membatalkan perjodohan ini, tapi yang Nara dapatkan hanya tamparan dari ayahnya. Nyalinya begitu kecil saat menghadapi orang tuanya, Nara memang pengecut.

Setelah itu Nara pergi pamit meninggalkan Fisha sendiri yang kini pikiran nya masih berkecamuk, rasanya tak beraturan. Bagaimana sikap Fisha menghadapi Nara yang kini mungkin sudah bahagia dengan keluarga kecil nya, dan dengan penjelasan Nara tadi cukup membuat dirinya kembali hancur.

Rasanya tak adil ketika dirinya yang masih menaruh rasa pada Nara, melihat Nara yang sudah ikhlas melepasnya seperti ini.

Fisha membuka layar handphone nya, dan mencari nama yang akhir-akhir ini sering dia hubungi, Fisha langsung mendial nomor tersebut, tak lama untuk menunggu panggilan tersebut langsung di angkat.

'halo'

suara di sebrang sana, Gibran.


Tbc.

T E R I K A T (GeminiFourth)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang