Gibran telah sampai pada cafe tempat Fisha berada, dengan tergesa Gibran memasuki cafe dan mencari keberadaan Fisha. Terlihat cafe saat ini tidak terlalu ramai karena memang cafe ini terletak cukup terpecil dari jalan besar.
Gibran melihat Fisha yang sedang menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan, langsung saja Gibran menghampiri Fisha.
Terdengar suara helaan nafas kasar dari Fisha "Fisha"
Merasa namanya disebut dengan suara yang dikenal Fisha langsung mengangkat wajahnya, terlihat wajah Gibran didepannya dengan ekspresi yang khawatir.
Gibran yang melihat penampilan Fisha saat ini cukup berantakan, wajahnya basah mungkin karena air mata dan ada beberapa helai rambut yang menempel pada wajahnya karena sekarang rambut Fisha yang terlihat agak sedikit panjang dari terakhir kali. Hidung dan mata Fisha terlihat memerah menandakan bahwa dia habis menangis.
"ken..."
"ayo pulang" Belum sempat Gibran untuk menanyakan Fisha mengapa dia bisa berada disini dengan kondisi seperti ini, dan sampai meminta Gibran untuk menjemputnya, Fisha memotong ucapan Gibran untuk mengajak nya pulang.
Gibran pun tak mau menanya lebih, jadi dia memutuskan untuk menuruti Fisha untuk pulang. Mungkin Gibran akan bertanya lagi saat kondisi Fisha menjadi lebih baik.
Didalam mobil pun Fisha tak angkat bicara sama sekali, dia hanya fokus menatap jalanan dengan sesekali menghela nafas nya berat.
Gibran dan Fisha kini sedang duduk berhadapan terhalang oleh mini bar dekat dapur dengan ditemani 2 gelas jus jeruk.
"Dia Nara"
Gibran mengalihkan atensi nya yang semula pada gelas nya kini menatap Fisha yang mulai membuka suaranya. Gibran masih menunggu Fisha untuk melanjutkan perkataannya.
"Orang yang ngenalin gue apa itu rasa cinta dan rasa sakit"
Fisha kembali mengingat saat pertama kali Nara menyatakan perasaan padanya.
Dan Fisha pun menceritakan seluruh cerita dia dan Nara saat bertemu di cafe, sampai dia menceritakan mengapa Fisha dan Nara berakhir dengan buruk.
Fisha menceritakan semuanya, dia ingin jujur pada Gibran. Mungkin dengan dirinya jujur pada Gibran dia lebih lega dengan semuanya.
Fisha memantapkan dirinya saat melihat Nara pergi dari cafe, bahwa dirinya akan berusaha untuk melepas bayang Nara dari dirinya, Fisha tau ini akan sulit tapi dia akan berusaha sekuat mungkin. Hati dan pikirannya sangat lelah.
Air mata Fisha pun tak berhenti turun ketika bercerita, setiap nama Nara keluar dari bibirnya Fisha merasa hatinya sedikit tercubit karena rasa sakit yang memang masih ada disana.
Gibran pun hanya diam mendengarkan seluruh cerita Fisha tentang Nara, seorang masa lalu Fisha yang mungkin akan sulit untuk dilepaskan oleh Fisha. Sekalipun Fisha telah terikat dengan dirinya tapi hati nya tidak pernah terikat dengan Gibran.
Gibran bisa saja egois dan memilih untuk marah pada Fisha yang masih menaruh hati dengan masa lalu nya sedangkan disini Fisha sudah terikat dengannya. Tapi Gibran tak akan melakukan hal itu, karena ia cukup paham apa yang dirasa oleh Fisha. Toh pernikahan ini memang tidak diawali dengan rasa, hanya sekadar tanggung jawab masing masing terhadap orang tuanya.
Gibran pun paham bagaimana Fisha yang mungkin akan sulit untuk membuka dirinya dan melabuhkan hatinya pada orang lain, karena Gibran pun begitu. Dirinya sulit untuk membuka dirinya pada orang lain.
Sebenarnya Gibran merasa salut pada Fisha yang kini berani mengambil langkah untuk berdamai dengan masa lalu, dan ingin usaha untuk melepas bayang masa lalunya, walaupun Fisha tau itu akan sulit dan menyakitkan tapi Fisha bersikeras dan memantapkan tekadnya kali ini.
Berbeda dengan dirinya yang masih bimbang dengan tujuan nya, apa yang harus dia lakukan. Dirinya pun tak sempurna seperti bayangan orang di luar sana.
Apakah Gibran mampu seperti Fisha yang berusaha untuk berdamai dengan masa lalu nya itu?
Melihat Fisha yang saat ini sudah berhenti menangis dan meminum jus jeruknya perlahan, Gibran berfikir haruskah dia melakukan hal yang sana seperti Fisha, yaitu jujur tentang masa lalu nya? apakah Fisha adalah orang yang bisa Gibran percaya.
Gibran ragu, tapi jika tidak mencoba maka dirinya tak akan pernah bisa untuk melangkah maju.
"... jadi gue minta maaf, belum bisa buka hati gue karena di dalem sini masih berantakan, masih hancur, gue mau beresin dulu" ucapan Fisha terdengar kembali sesaat Gibran tak sadar melamun.
Fisha menatap ke arah cincin pernikahannya dengan Gibran, Fisha berfikir biarkan hatinya ini sembuh, dan semoga Gibran mengerti dengan kondisinya saat ini.
"it's oke, gue pun sama hal nya dengan lo, Fisha. seperti kata lo, mau diberesin dulu. Gue pun begitu" saat Gibran mengatakan hal itu Fisha langsung menatap Gibran, apakah Gibran sama dengannya? apakah Gibran memiliki masa lalu yang masih diingat nya? fikir Fisha.
"lo punya mantan?"
"hm? punya"
"apa lo gamon juga kayak gue?" pikiran yang ada diotaknya pada akhirnya terucap, walau Fisha tadi senpat menahan untuk tidak bertanya tapi pada akhirnya kalimat itu terucap juga.
"No, gue gak gamon, malah gue sangat amat teramat benci dia" terlihat kilatan marah dan takut pada Gibran dan Fisha melihat hal itu dengan jelas dari raut wajah Gibran yang mengera dan tangan Gibran yang berada disamping gelas terlihat mengepal dan bergetar
"gak papa, kalo lo gak mau cerita sekarang, take your time, inhale exhale Gib" Fisha memegang tangan Gibran yang bergetar sambil menuntun Gibran untuk bernafas dengan teratur. Karena terlihat guratan urat yang menonjol serta wajah yang memerah karena nafas yang tak beraturan.
Fisha sangat ingin tau, apa yang membuat Gibran seperti ini. Tapi dirinya tak bisa memaksa Gibran untuk bercerita, hak Gibran untuk bercerita atau tidak. Tapi Fisha meyakinkan dirinya, apapun itu yang Gibran ceritkan Fisha akan selalu berada disamping Gibran seperti saat ini, Gibran yang ada disampingnya ketika Fisha runtuh karena pertemuannya dengan Nara.
"tenang?" Gibran hanya mengangguk dan membalas genggaman tangan Fisha.
"mending sekarang lo mandi, biar seger. Makan malem nya nanti pesen aja ya" pernyataan Fisha diangguki oleh Gibran yang langsung melangkah menuju kamar mandi.
__
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
T E R I K A T (GeminiFourth)
FanfictionGemini as Gibran Zahilmi Fourth as Fisha Argewyn Ketika dua raga yang bersatu seharusnya menjadi titik akhir dari kisah sampai melupakan bahwa ada hati yang harus diikutsertakan dalam kisah ini. Gibran dan Fisha dua insan yang bersatu dalam ikatan...