Bagaskara berlari menyusuri lorong rumah sakit yang ramai. Raut wajah dinginnya berubah menjadi cemas ketika melihat para perawat dan banyak orang yang berlalu lalang dengan brankar berisi korban kecelakaan. Fokus Bagaskara bubar, kepalanya diisi suara riuh dengan segala bentuk pertanyaan.
Lama berlari menyusuri lorong yang dingin, netra Bagaskara menangkap sosok yang dicintainya berdiri dengan kondisi yang sama sama rapuh seperti dirinya.
Langkah Bagaskara memelan, tanpa menunggu diijinkan. Lauren berhambur pada pelukan nya. (Lauren memeluk Bagaskara)
"Gakpapa, Rio pasti baik-baik saja. Kan lagi ditangani dokter" ucap lembut Bagaskara seraya mengeratkan pelukannya dan sesekali mengusap kepala sang istri.
Skip selesai penanganan pasien, dokter pun keluar dan bertanya.
Dalam percakapan :
- Dokter Bagas : yang merawat ( Rio )
- Dokter Naren : yang merawat ( Zean )
- Rey Bagaskara
- Shinta Laurenza
"Dengan wali pasien dari, Rio Artamevia" - dokter Bagas
"Benar saya keluarganya, bagaimana kondisi anak saya"
- jawab Bagaskara cemas"Buruk, anak bapak mengalami cedera hebat. Cedera otak, patah tulang bagian kaki, pendarahan, hingga nyaris melukai organ tubuh yang lain" - jawab cemas dokter Bagas, akan kenapa-kenapa pasien nya itu.
Bagaskara seolah lupa, ia lupa dengan segalanya. Ya, ia melupakan anaknya juga, yaitu Zean Bagaskara.
"Apalagi ini ya Tuhan, kenapa harus Rio yang mengalaminya" batin Bagaskara.
"Ya Tuhan, dari sekian banyaknya orang. Kenapa harus anak saya" batin Lauren yang benar-benar cemas dan takut.
Skip!!
Seiringnya waktu berjalan, ini sudah memasuki hari ke-4 setelah Zean menghabiskan waktunya bersama keluarganya dipantai saat acara perusahaan dan keluarga. Sejak terbangun dari tidurnya, ia sama sekali tidak melihat ayahnya. Bahkan sampai detik ini, ia tak pernah tahu dimana keberadaan sang ayah.
"Sepi banget, gua sendiri lagi. Ayah kemana, kenapa udah gak pernah jenguk Zean lagi" lirih pemuda itu, yang tengah duduk di brankar sembari menatap langit pagi yang cerah.
"Apa gua coba telpon ya?? Selama ini gue jarang banget telponan sama ayah, kalaupun iya, kata-katanya pasti nyakitin semua, dipanggil gobl*k, bodoh, pembawa sial, disuruh ma*i. Cuma itu topiknya" bayinya Zean.
Ayah
─────────────────Ayah
Ayah dimana
Kabar ayah gimana, baik-baik
aja kan, Zean kangen ayah...Zean mengirim pesan itu, lalu ingin menutup nya. Saat ia ingin mematikan handphone nya, tiba-tiba ada notif chat, yang ternyata itu notif dari ayahnya.
Zean jangan ganggu saya dulu,
Rio kecelakaan, dia butuh ayah
Kamu pahamkan?? Kalau
butuh apa-apa, bilang sama dokter Naren⬆︎⬆︎
masih bagian chatZean pun membacanya, setelah selesai membaca ia pun menutup handphonenya kembali. Ia menaruhnya tepat disamping brankar nya itu. "Gapapa, gapapa, Rio juga anak ayah. Dia pasti butuh sosok pendamping" nada itu terdengar jelas dan gemetar.
Mata sayunya terpejam, berusaha untuk kembali terlelap, walaupun sebenarnya baru saja ia terbangun dari tidurnya beberapa menit yang lalu. Namun, belum sepenuhnya terlelap, suara pintu ruang rawat terbuka dan mengejutkan Zean.
Ia membuka kelopak matanya kembali, dan mencoba untuk melirik ke arah sumber suara tersebut. Terlihat sosok laki-laki berjas putih panjang, dengan penampilan yang rapi. "Dokter?? Dokter Naren" panggilnya.
Dokter itu tersenyum tipis, ia pun berjalan ke arah pasien mudanya. "Kenapa, apakah Zean ingin tidur lagi" tanya dokternya dengan lembut, seraya menatap Zean. Tangan dokter itu mengusap lembut kepala pemuda itu yang sudah hampir 2 bulan berdiam menginap di Rumah Sakit Kasih Sayang.
Pemuda itu mengangguk pelan, ia mengiyakan tawaran dari dokter Naren, yang tepat berada didepannya. Dokter itu menghembuskan nafas panjang, dan memang akhir-akhir ini kondisi Zean tak juga menunjukkan hasil yang baik.
Justru sebaliknya, semakin hari kondisinya semakin buruk yang mengharuskan Zean terus berada di Rumah Sakit, dan dalam pengawasan medis. Ia seringkali tertidur untuk memulihkan dirinya, walaupun sebenarnya tidak membuahkan hasil yang baik.
Skip, dokter Naren menyiapkan obat tidur yang sedia disuntik diselang infus.
"Ayah kamu kemana, ada yang mau dibicarakan sama om kepada ayah kamu sebentar" tanya Dokter Naren.
"Zean juga bingung, Zean juga mau bicara sama ayah, tapi gimana lagi. Ayah lagi sama anak kesayangannya" batin Zean, yang khawatir terhadap hilangnya kabar sang ayah.
"Ayah lagi sibuk om dokter, om dokter bicara langsung aja, sama Zean. Ini pasti tentang kondisinya Zean kan" jawab Zean yang sedikit kepo.
"Harus kita mulai darimana ini Zean, orang pertama yang harus tau adalah ayah kamu, orang tua kamu" dalam hati Dokter.
Dokter Naren menggelengkan kepalanya dengan lembut, ia menatap kasihan pada wajah pemuda itu. Di hadapannya yang senantiasa terlihat pucat. Dokter itu tidak ingin berfikir panjang, ia pun angkat bicara.
"Besok jadwal kita kemoterapi kan, jangan lupa besok jam 09:00" D. Naren yang mencoba mengalihkan pembicaraan. Helaan nafas berat yang keluar dari celah bibir Zean.
Pemuda itu mengalihkan pandangannya dari wajah dokter Naren, pada jendela kaca yang terbuka lebar. Setelahnya Zean angkat bicara, "kayaknya, perawatan Zean sampai disini aja. Zean udah capek om dokter, percuma gak membuahkan hasil yang baik" jawabnya, dari nada itu, ia benar-benar putus, asa.
Dokter itu mengerutkan dahinya, "Kenapa? Kenapa kamu mau berhenti perawatan?? " tanya dokter Naren.
"Zean merasa, kalo tujuan Zean hidup udah selesai, alasan Zean untuk tetap hidup itu udah gaada om" jawab Zean gemetar, seraya mengusap air matanya itu. Dokter itu membiarkan Zean mengeluarkan, dan mengeluh akan hal kecil dan besar.
"Jangan memaksakan dirimu untuk menjadi sempurna, tapi carilah tempat dimana kekuranganmu diterima"
- Zean BagaskaraLanjut bab 16, up 2-3 hari sekali
dah dulu, mimin capek banget
Besok' lagi yaa, klo ada waktu!!Follow dan vote terus yaa
Babayyy👋👋😘Komen ya klo ada yg typo, maaf yaww
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR ZEAN BAGASKARA [JAEMIN]
Novela Juvenil༆ 𝗙𝗢𝗟𝗟𝗢𝗪 𝗦𝗘𝗕𝗘𝗟𝗨𝗠 𝗠𝗘𝗠𝗕𝗔𝗖𝗔 ༆ ༆ SINOPSIS ༆ Menceritakan seorang anak laki-laki, yang ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya untuk selamanya. Dan kini, ia diurus oleh ayah tirinya. Setelah kepergian ibunya, sang ayah menikah dengan...