Eighteen

985 98 12
                                    

Vote dan komennya juseyo 🛐

Happy reading

.
.
.
.

Walaupun kakinya masih sakit dan tidak bisa bermain, Dean tetap datang duduk di tribun lapangan untuk melihat teman-teman setimnya latihan seperti biasanya.

Cowok itu duduk sambil menopang dagunya. Menatap satu persatu anggota tim basket yang berlari ke sana kemari. Terdengar suara decakan sepatu yang bergesek dengan lantai lapangan indoor.

Matanya tertuju pada Laskar yang tengah mendribel bola di tangannya. Terlihat berusaha menghindari serangan tim lawan. Jika saja dia ada di lapangan, Laskar tidak akan pernah dia biarkan lolos. Begitulah isi pikiran Dean.

Namun, tetap saja. Kenyataannya, Laskar selalu bisa memang dari Dean. Entah beruntung atau apa, yang jelas tidak mungkin keberuntungan selalu berpihak pada Laskar.

Dean terus menatap Laskar, tanpa sadar, Laskar kini menatap ke arahnya. Sambil tersenyum, Laskar melambaikan tangannya ke arah Dean yang tengah duduk di tribun. Hal itu, tentu saja membuat Dean dengan cepat mengubah posisi duduknya dan menatap ke arah lain.

Dean pikir, Laskar tidak akan menghampirinya. Namun sayangnya, Laskar kini tengah berjalan mendekat ke arahnya.

"Tumben nonton," ujar Laskar begitu tiba di tempat Dean duduk. Tanpa permisi, Laskar duduk di sebelah Dean.

"Ngapain Lo ke sini?" tanya Dean. Laskar menoleh. Salah satu tangannya terangkat membuka tutup botol air yang dia bawa tadi.

"Emang ga boleh?" tanya Laskar kemudian meneguk air hingga habis. Dean menatap datar Laskar yang berada di sebelahnya.

"Kaki Lo masih sakit?" tanya Laskar sambil menatap kaki Dean.

"Enggak, cuman masih nyeri sedikit." Laskar mengangguk mendengar ucapan Dean. 

Keduanya duduk bersebelahan, tapi menatap ke depan. Tidak ada yang memulai percakapan lagi, hingga waktu istirahat selesai.

"Eh, gue balik ya," ujar Laskar sambil berdiri dari duduknya. "Siapa juga yang nyuruh Lo ke sini?" sahut Dean dengan nada ketus.

Laskar tertawa. Cowok itu berbalik menghadap Dean yang tengah duduk. Tanpa permisi, mengacak rambut Dean.

"Marah-marah mulu, buruan sembuh, biar bisa perang sama gue di lapangan," ujar Laskar yang kemudian pergi dari sana. Dean terdiam dengan rambut yang sudah berantakan. Seolah tersadar dari lamunannya, cowok itu segera membenarkan rambutnya dan pergi dari sana.

***

Sejujurnya, jika di tanya mengapa Lian menyukai Aril, jawabannya simpel.

Karena Aril mengenalnya.

Karena Aril bisa membedakan mana Lian dan mana Dean.

Karena Aril mau menemani Dean, menggantikan Lian.

Mungkin bagi orang lain, hal itu terdengar simpel dan tidak penting. Namun bagi Lian yang hidup dengan kesepian, hal itu adalah hal paling berkesan padanya. Lalu soal perasaan, Lian tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri.

"Li, udah?" tanya Aril. Lian yang sedari tadi melamun sambil menatap Aril, buru-buru mengalihkan pandangannya.

"Iya udah, makasih ya udah nemenin," ucap Lian. Aril tersenyum tipis sambil mengangguk. Keduanya berjalan keluar dari ruang Perpustakaan. Tadi, Lian ingin ke perpustakaan meminjam buku. Dia sempat mencari Dean untuk menemaninya, namun entah kemana saudara kembarnya itu pergi. Alhasil, Aril mengajukan diri untuk menemani saudara kembar sahabatnya itu.

RIVAL [ BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang