Kami menghabiskan waktu menunggu hujan sedikit reda, dengan dengan jalan jalan, dan bermain di TimeZone. Tentu saja kami berpatungan untuk membeli saldonya.
Karena kami membawa motor masing masing, dan tidak membawa jas hujan, maka diharuskan menunggu hujan sedikit berhenti. Waktu bermain cukup lama, tak terasa hari semakin malam. Para pengunjung sudah berjalan menuju rumah mereka masing masing, meninggalkan mall yang terang benderang akan lampu yang menyala disetiap sudut.
Kami memutuskan untuk pulang, sebelum Sina dan Vara di marahi orang tua mereka, karena khawatir akan keselamatan seorang perempuan di luar rumah saat malam hari. Bagaimana dengan diriku?
Aku mengendarai motorku, meninggalkan parkiran mall, setelah salam perpisahan kepada mereka.
Pikiranku terbayangkan. Apa yang terjadi saat aku sudah dirumah? Apakah Ayah sudah pulang? Ini sudah cukup malam. Aku khawatir jika ayah mengetahui aku bolos les. Tanganku mengepal gemetar di gas motorku, dengan tatapan khawatirku menatap lampu lampu jalan yang menyala, cahaya dari gedung gedung. Serta bulan purnama yang cukup menderang, dengan bintang bintang yang menemaninya di sebelahnya.
Motorku terhenti di garasi rumah, aku membuka helm ku, dan turun dari motor. Tuhan..semoga kali ini, tidak ada hukuman di pukul penggaris besi panas, Aamiinn.
Aku berdoa didalam hati ku, sebelum aku melangkah masuk kedalam rumah, semoga saja tuhan mendengar doa ku itu, mungkin aku memang seorang pendosa, tapi aku masih membutuhkan tuhan. Setiap aku ingin di hukum oleh ayah, aku selalu menangis dan berdoa. Tapi rasa sakit dari pukulan, masih terasa.
Kakiku melangkah masuk kedalam rumah yang sepi, tidak ada orang. Ayah belum pulang? Hatiku menjadi hangat, saat perkataan itu menghantui pikiran ku.
"Ayah?...Varius pulang"
Kataku pelan, mencoba mencairan suasana ruang tamu yang sepi dan gelap. Suara ku cukup bergema di ruang tamu. Ayah benar benar belum pulang?
Gplakk!
Suara pukulan keras bergema di ruang tamu, seperti suatu benda keras menghantam benda keras lain nya. Kepalaku terhuyung kesamping, dengan raut wajahku yang terkejut, dan tubuhku yang melemas akan pukulan itu.
Bugh!
Tubuhku terjatuh ke lantai, dengan darah yang mengalir keluar dari belakang kepalaku, sakit, sangat sakit, kejadian itu begitu cepat, sampai aku tidak bisa bereaksi atau berkata apapun. Sampai perlahan aku kehilangan kesadaran diriku, mataku terpejam.
Suara teriakan kesakitan memenuhi ruang bawah tanah, hujan turun kembali, menghancurkan setiap tanah merah yang lembek. Arus air yang mengalir di aspal membawa pergi setiap daun yang berjatuhan, suara petir yang menyambar cukup keras, bertabrakan dengan suara jeritan kesakitan, namun suara petir itu, tidak terdengar sampai ke ruang bawah tanah.
Aku terus menjerit kesakitan, dan memohon ampun kepada ayah yang terus mencetak pahaku dengan penggaris besi panas. Tanganku terikat kencang pada suatu besi, dan mataku di tutup rapat oleh kain hitam. Aku bisa mendengar suara kemarahan dari ayah, yang muak dengan perlakukan nakalku, karena aku bolos les.
Jeritan ampunanku tidak terdengar olehnya, seakan gendang telinganya sudah di sumbat dengan kapas kemarahan. Suara melepuh dari kulit pahaku yang terkena penggaris besi panas, membuat cetakan persegi panjang di pahaku.
Hidungku sakit, karena pukulannya yang tiada hentinya, darah merah mengalir keluar dari lubang hidungku, dan sudut bibirku, tidak menghentikan perlakuan keji nya kepadaku.
"Ini caranya kau sadar!! akan kelakukan bodoh mu!"
Bentak ayah marah, sambil memukul pahaku dengan penggaris besi panas, dan juga memukul pahaku menggunakan ikat pinggang kulit nya. Sangat keras.
Cukup lama ayah menghancurkan kedua pahaku dan wajah ku, sampai akhirnya ayah lelah, ia pun meninggalkan diriku yang tengah terisak menangis kesakitan dibawah tanah yang gelap dan lembab. Entah bagaimana aku bisa berada disini, tapi sebelum ayah menutup mataku dengan kain hitam, aku dapat melihat sekilas bagaimana ruang ini begitu gelap dan lembab. Aku sudah bisa menebak.
Karena ini adalah tempat favorit ayah, saat aku melakukan kesalahan. Sejak aku umur 5 tahun.
Aku hanya terus menangis, mengeluarkan semua rasa sakit ini yang selama ku pendam, rasa sakit melihat sertifikat lomba yang tersobek secara sengaja, rasa sakit di jambak, dan rasa sakit di pukuli. Hanya disaat inilah aku bisa mengeluarkan semua keluh kesah ku dengan menangis, setiap butiran air mata yang mengalir di pipiku, membawa kenangan kelam, yang tidak di ketahui oleh orang lain. Hanya aku, Cikay dan tuhan.
Aku berharap, Cikay disiksa bersamaan dengan ku, pasti di akhir kami tertawa bersama, meratapi nasib kami. Dan adu nasib setelah di pukuli.
Aku pernah bertanya, Apakah memang seperti ini orang tua memperlakukan anak mereka? Atau hanya ayahku saja yang seperti ini?
Aku bisa gila jika selalu seperti ini, aku harus pergi, dan mencari kasih sayang yang sebenarnya. Aku ingin bertemu orang seperti ibu. Aku ingin kasih sayang dari seorang perempuan. Apakah Sina dan Vara bisa memberikan semua itu? atau hanya angan angan ku saja?
Lagipula, beda perempuan, beda sifat dan wajah, kan? Ada perempuan buruk, dan ada perempuan baik. Tergantung bagaimana mereka menjalani kehidupan.
"Ibu..Ayah jahat sama Varius.."
Kataku sambil terisak.
Jujur, aku sudah tidak kuat lagi, aku muak di perlakukan seperti ini, seperti budak yang tiada artinya. Diperlakukan semena mena.
"Ibu.."
KAMU SEDANG MEMBACA
MEET YOU, AT THE SEA
ActionSejak kecil, Varius selalu di perlakukan kasar oleh ayahnya, yang bertujuan agar Varius selalu tetap siaga menghadapi masalah apapun. Namun bukan itu yang di inginkan Varius *** Saat masih kanak kanak, ia selalu di ejek teman temannya, karena Varius...