BAB 17

23 3 0
                                    


Gerimis membungkus pekarangan kampus, lea dan kedua temannya memilih berteduh sebelum berjalan keluar gerbang, berharap gerimis itu hanya menyapa, lalu pergi. Lima menit duduk di kursi depan kelas, gerimis semakin menampakkan diri, di temani gemuruh yang menakutkan. Tidak ingin bertahan dalam badai, Nanda pamit pulang duluan, karna telah di jemput oleh orang tuanya.
mobil mewah itu memasuki taman kampus, terlihat payung hitam condong ke luar dari dalam mobil dan pemiliknya berjalan ke arah lea dan arsi yang tinggal berdua.
"lea, ayo pulang"

Mendengar itu lea reflex berdiri "ka gio" gumamnya bingung

Ya, lelaki berpayung hitam itu adalah giovan yang datang untuk menjemput lea
"ayo" menarik lembut tangan lea

Sejenak lea berpamitan dengan arsi, lalu berjalan ke arah mobil terparkir dengan mengimpit di payung gio agar tidak terkena rembesan hujan yang semakin deras. Kurang lebih sepuluh meter melaju lea mengernyitkan dahi, heran kenapa gio yang menjemputnya, bukan suaminya yang tadi pagi telah berjanji akan menjemputnya tepat waktu. "kenapa ka gio jemput lea, kalau nanti abi datang untuk jemput lea juga, terus lea nggak ada disana gimana?" ucap lea panjang lebar

Mendengar itu gio hanya diam tak bersuara, ruangan mobil lengang seketika. "ka gio" menyikut pinggang gio yang sibuk menyetir mobil di sampingnya

"itu, apa m.." gio tiba-tiba gugup membuat lea merasa aneh

"apaan" ekspresi lea berubah

"nanti gae kabarin, kalau lo udah gue jemput"
Lea mengangguk mencoba paham

Sampainya di rumah lea langsung meringkuk di atas tempat tidur, merasa kedinginan sembari mendengarkan nyanyian sholawat dari HPnya, menunggu bima pulang. Seisi kamar sepi tidak ada teman bercakap, lea tertidur di balik selimutnya, lalu terbangun saat adzan ashar menyelahi titikan hujan yang belum juga reda. Segera ia beranjak dari tempat tidur untuk melaksanakan sholat. Selepas sholat perasaan tidak enak menyelinap di hatinya, gundah, seperti ada rasa takut. Mengaji sebentar lalu berbaring di atas sajadah pikirannya jauh melayang. Waktu bergulir suara adzan kembali menyapa, berseru riang masih di iringi rerintikan hujan yang tak berhenti membasahi bumi. Ia usir perasaan tidak enak dan cemas itu dan segera melaksanakan sholat setelah adzan selesai.

Sepertinya menelpon suaminya sesekali tidak akan mengganggu, ia raih Hpnya di atas tempat tidur dan menelpon bima, lama menunggu sampai telponnya mati, bima tak ada mengangkat, ia ulang untuk yang kedua kali, hasilnya tetap sama, penasaran dan panik, cemas campur aduk, ia telpon untuk yang ketiga kalinya. Hasil tak ubahnya dari yang pertama, tetap tidak ada balasan.
"apa abi sangat sibuk" pikirnya berusaha menenangkan diri

Berlalu lima belas menit lea tak sabaran, rasa cemas semakin menghantuinya, kembali ia raih hpnya dan menelpon bima berulang kali, masih tetap mendapat hasil yang sama, ia beranjak keluar dari kamar ingin bertanya pada anggota keluarga.
"bunda" panggilnya saat menuruni anak tangga, tidak ada yang menyahut, melainkan ia di kagetkan dengan suara guruh bersamaan dengan petir menyikat jendela kaca, silau tajamnya menembus tirai. "Zahra" suara nya gemetar sekarang,
Sampai di ruang tamu, pintu di dorong oleh zahra yang baru saja pulang dari rumah sakit. Ya mereka semua bergegas ke rumah sakit saat mendengar kabar bima jatuh pingsan di kantor siang tadi, sempat bima meringis kesakitan, tanpa pikir panjang pihak kantor melarikannya ke rumah sakit terdekat, sengaja tidak memberitahu lea, karna takut dia akan cemas, padahal dangan tidak di beritahu membuat lea semakin cemas.

"bunda!" lea menebak siapa yang baru saja mendorong pintu itu

"ini Zahra ka"

"abi di mana zah, dia belum pulang!" lea menyampaikan kecemasannya

Zahra tidak tau mau jawab apa, dia di minta pulang untuk menemani lea di rumah, karena bima belum bisa pulang malam ini, dan Bima melarangnya untuk memberitahu keberadaan dan kondisi nya sekarang.
"tolong telpon abi zah" pinta lea dengan suara parau
Zahra sangat iba dan mengerti kecemasan lea, tapi tetap aja dia hanya diam tak bersuara, bingung mau bicara apa.

"zah, kamu kenapa diam?" lea berjalan ke arah Zahra

"mungkin ka bima lagi di jalan ka" zahra memberanikan diri untuk menjawab, meski harus berbohong

"kamu yakin, gimana kalau terjadi apa-apa zah" ia tak kuasa lagi menahan air matanya yang sudah siap jatuh kapan saja saat ia mengedipkan mata.

Zahra semakin nggak tega melihat lea yang di rundung sedih, cemas, panik segera ia memeluk tubuh yang sama besar dengannya itu. Di luar, hujan semakin deras tak berhenti dari sore tadi.

"tolong telpon dia"

"ka bima ada di rumah sakit ka" Zahra tak bisa berbohong lama-lama, sekarang ia berkata jujur.

Lea mana percaya begitu saja "jangan bercanda zah" dengusnya melepas pelukan Zahra

"zahra nggak bercanda ka" suara zahra terdengar serius

Suasana hening, di balut rasa khawatir, lea masih tak mau percaya "telpon abi zah"

"tadi siang ka bima tiba-tiba pingsan di kantor ka, zahra dan bunda segera kesana, setelah ka bima sadar dia suruh zahra pulang untuk nemanin kaka di sini, dan zahra__"

"dan apa zah?" tanya lea antusias

"zahra di larang sama ka bima untuk kasih tau kalau dia di rumah sakit, tapi zahra___"

Tidak sempat zahra selesai bicara, lea sudah berjalan ke arah pintu, wajahnya merah padam, panik, khawatir, semua bercampur di sana

"ka lea mau kemana?" zahra berlari menghampirinya

"mau kerumah sakit sekarang juga"

"tapi sekarang hujan ka, dan ka bima__"

"lea nggak mau tau"
Ia segera meminta pak nardi untuk mengantarnya ke rumah sakit, tempat di mana bima sekarang.

Zahra yang ikut khawatir, juga menyelinap masuk ke dalam mobil

Sampainya di rumah sakit, bima yang tadinya berada di ruang rawat telah di pindahkan ke ruang IGD, disana terlihat hana yang sudah di banjiri air mata, juga ada leon, gian dan dinata duduk bersandarkan dinding ruangan. Zahra tak bisa menyembunyikan ke panikannya, segera berlari menghampiri hana "ada apa bunda" tanya gadis itu dengan napas memburu, lea menyusul di belakangnya, menunggu jawaban dari hana.

"abi dimana bunda, lea mau ketemu" desak lea tak sabaran saat hana tak menjawab pertanyaan zahra

Hana meraih tangan lea, menuntun lea duduk di sampingnya. "sayang, abi lagi istirahat, sebaiknya kita jangan ganggu" dengan suara serak hana mencoba menjelaskan, meskipun itu tidak akan mengurangi rasa cemas lea

"lea mau ketemu abi bunda, lea janji nggak akan ganggu abi." lea menggenggam tangan hana, menahan air mata yang sudah antri di pelupuk, ingin segera jatuh dengan derasnya.

Belum sempat hana menjawab, petugas rumah sakit beringin melarikan pasien ke luar dari UGD, hana berlari dan melihat, pasien itu adalah bima, tak dapat berkata, hana tersendat, lututnya tak berdaya, ia menangis dengan mulut yang tertutup rapat, memandangi petugas rumah sakit itu yang kemudian masuk ke ruang ICU, menandakan kondisi bima sangat mengenaskan.

"abi dimana bunda, kasih tau lea"
Dengan cepat hana memeluk menantunya itu, menangis tersedu-sedu, membuat lea semakin tak habis pikir apa yang sebenarnya terjadi. "kenapa bunda, abi hanya pingsan kan!, dan baik-baik saja, lea mau ketemu."

Hana masih tak menjawab, tenggelam dalam tangisnya, zahra ikut menenangkan.
"abi baru saja di larikan ke ruang ICU nak, bunda tidak tau bagaimana kondisinya sekarang"

Lea tak mau percaya dengan ucapan itu, ia menggeleng. "lea cuman mau ketemu abi sebentar bunda, ayo antar lea" mendesak hana yang masih memeluknya

"nanti ya sayang" hana dan zahra mengajak lea duduk di kursi untuk menunggu kabar dari dokter, tangis lea pecah saat itu juga, tak ingin percaya, tapi apa boleh buat, itu benar kenyataannya. Bima sekarang berada di ruang ICU belum tau apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya itu, mereka semua yang berada di sana hanya pasrah menunggu seseorang keluar dari pintu ruangan yang berada di sejejeran mata itu. Di sana telah berkumpul leon dan yang lain, sinta dan Akbar baru saja sampai, sedangkan gio masih belum bisa datang sekarang. Meskipun kabar bima masuk rumah sakit telah sampai padanya siang tadi. Mulut lea tak berhenti berzikir di iringi isak tangis, begitu juga dengan hana, terbungkus harapan yang sama di hati mereka semua, berharap bima baik-baik saja.

HADIAH DARI LANGIT  __revisi__Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang