BAB 15

18 3 0
                                    

Terdengar seperti isak tangis lea maju ke samping bima, menyeret sajadahnya dan bertanya apakah suaminya lagi ada masalah "ada apa abi?" sontak bima mengusap wajah, bersikap tenang, seolah tidak terjadi apa-apa, padahal sejak rakaat pertama dia tengah menahan rasa perih di jantungnya, sampai membuat ia berhusnuzon akan mati di sujud terakhir.air matanya seakan di paksa untuk menjadi saksi atas rasa sakit itu. "abi!"
"iya, a-abi mau keluar sebentar ya"

"lea belum salim!" meraih tangan lelaki itu"abi keringatan?"

"iya gerah" bima beranjak keluar dari dalam kamar, lea merasa ada yang aneh, menurutnya malam ini cukup dingin tapi kenapa suaminya.., segera ia menyusul ke luar, namun tak mendapati bima dari berbagai sudut rumah, "abi" panggilannya saat masih berada di ruang tamu, Zahra segera menghampiri ingin memberitahu kalau bima pergi bersama bunda di antar oleh pak nardi, "ka bima sama bunda lagi keluar ka"

"kemana?"

"zahra kurang tau ka, soalnya perginya buru-buru"

Mendengar itu lea sedikit panik, segera ia kembali ke kamar, ia raih Al-Qur'an di atas meja dan mulai membacanya, cukup lama lea duduk di atas sajadahnya sampai menghabiskan 5 lembar Alquran, berharap sekarang ada yang mengetuk pintu, namun harapan itu nihil, satu jam berlalu bima belum saja kembali. Rasa cemas semakin membuat lea susah bernafas, setiap hembusan nafas ia berharap suaminya berada dalam lindungan Allah. Sayup-sayup mendengar suara adzan isya saat ia meringkuk masih di atas sajadah, spontan ia berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi, berwudhu, lalu kemudian sholat.
Tepat jam sebelas malam bima dan hana kembali ke rumah, sebelumnya mereka telah sepakat untuk tidak memberitahu lea apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar pintu kamar di buka lea terbangun dari tidurnya dan berjalan ingin mendapati siapa yang masuk, "abi!"
"iya abi!" jawab bima singkat

"abi abis dari mana!?" menunjukkan wajah cemasnya

"a-abi, ada urusan mendadak tadi, sayang"

"sungguh!"

"iya"

"kalau ada apa-apa, harus bilang sama lea ya, abi!"

"siap taun putri"

"janji ya, abi!"

"iya janji"

"kalau abi ketahuan boong, lea marah ya!"

"iya" merangkul pundak lea

•••

Setelah bima menikah ketiga temannya harus menunggu waktu untuk bisa berkumpul dan bercerita lagi seperti sebelumnya, akhir-akhir ini bima cukup sibuk, harus menyelesaikan tugas kuliah, tugas kantor, juga harus memprioritaskan istrinya, mereka mencoba paham tanpa menggangu kesibukan bima.
Karena pagi ini bima tidak ada kelas, ia hanya mengantar lea, kemudian berangkat ke kantor.
"bima" panggil leon saat melihat bima keluar dari kelas lea

"iya" bima menghampiri pemilik suara itu

"ustadz.." gian berlari menghampiri mereka "ustadz sibuk bangat ya sekaran?" meraih pundak bima

"nggak"

"mau kemana" tanya dinata yang juga menghampiri ketiga lelaki itu

"mau ke kantor, gua" jawab bima, bersamaan dengan itu rasa nyeri di jantungnya kambuh lagi
"kenapa bim" tanya leon, melihat bima meringis kesakitan sambil menepuk-nepuk dadanya.

"nggak- nggak papa" bima mulai gugup tak dapat menyembunyikan rasa sakit itu.

"seriusan lo" gian memegang kedua lengan bima, ingin memastikan, merasa bima sedikit gemetar, gian langsung panik.

"bim ada apa?" tanya gian antusias

"antar gue kerumah sakit" pinta bima dengan napas yang tidak teratur.

HADIAH DARI LANGIT  __revisi__Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang