BAB 18

16 3 0
                                    


Seseorang keluar dari ruang ICU, segera hana menggenggam tangan lea dan berjalan cepat ke arah seseorang itu yang tak lain adalah suster yang ikut menangani bima.
"bagaimana keadaan anak saya suster?" tanya hana dengan suara parau, semua merapat ingin mendengar jawaban.

"pasien mengalami Miokarditis, (peradangan pada otot jantung), dan ini sangat terlambat mendapat penanganan, akan berakibat patal karena telah memengaruhi lapisan jantung, tapi kembali lagi pada yang maha kuasa, kita perbanyak do'a, kami akan melakukan yang terbaik."

Lea menggeleng tak mau percaya "lea mau ketemu abi bunda" kini perempuan itu sudah di banjiri air mata

"sekarang pasien masih dalam kondisi yang belum memungkinkan untuk di temui, tapi untuk satu orang kami bisa persilahkan, dan kami ingin meminta persetujuan jika nanti di butuhkan tindakan lanjut. suster menjelaskan dengan takjim 

"nak" hana melepas tangan lea, memberi isyarat agar segera menemui suaminya.

Dengan ragu dan air mata yang tak kunjung reda, lea memasuki ruang ICU, berharap apa yang ia dengar itu hanya mimpi, halusinasi belaka.

Berjalan pelan, berusaha membaca ruangan, meraba ingin mendapatkan seseorang yang terbaring di sejengkal tangan, satu langkah ia telah menyentuh tubuh itu. Semakin tak percaya, tangisnya menjadi-jadi. sempat di tenangkan olea dokter yang baru saja selesai menangani, dan sekarang hanya menunggu reaksi bima.

Lea tersentuh lengan lelaki itu, lalu meraba nya sampai di ujung jari.
Benar saja, itu adalah tangan yang selalu menggenggam nya, yang selalu mengusap kepalanya, mencubit pipinya.
Ya, itu tangan suaminya, ia sangat kenal bahkan kuku dan uratnya pun ia kenal. Tapi sekarang tangan itu lemah, tak berdaya, selang terpasang di mana-mana. Baginya kabar ini sangat tiba-tiba, sangat mengejutkan dan menakutkan. Ventilator menutupi wajah sejuk itu, ia bahkan belum melihat senyum manisnya. Di balik kegelapan malam yang sunyi hati lea kian larut dalam nestapa.
Do'anya tak pernah putus, zikir mengalir terus-menerus seperti air matanya yang juga tak pupus.

“abi..” lirihnya dengan susah payah dan mulai duduk di samping bima, rasanya ingin sekali menatap wajah yang sendu itu dengan mata kepala.

Dua puluh menit berlalu waktu kunjunganpun berakhir, lea di minta untuk menunggu di luar, dokter akan kembali memeriksa pasiennya. Sedang adzan isya sudah satu jam terlewat, Akbar dan Sinta mencoba memberi semangat pada lea kemudian pamit pulang, untuk kembali lagi besok. Begitu juga dengan leon, gian dan dinata.

•••

“lea kalian bisa pulang dulu, biar ka gio yang menunggu di sini” ucap gio lembut mengusap pundak lea dan sekilas menatap ke arah zahra yang terlihat sangat kelelahan.
Lea menggeleng

“iya nak pulang dulu saja, om dan kakak kamu akan menunggu disini, sampai dokter memberitahu tindakan apa selanjutnya” ardi menimpali saat ia baru saja sampai di sana

Dan lea kenal suara itu saat dulu mereka ke kantor

Ardi juga meminta hana dan zahra untuk pulang, bisa kembali besok pagi. setelah memikirkan akhirnya hana menerima saran itu, bagaimana pun juga bima masih belum sadar dan tidak bisa di temui.

“ayo sayang kita pulang dulu, belum sholat isya kan” hana meraih tangan lea, kini ia hanya pasrah.

Sekarang waktunya mengadu pada tuhan, bersimpuh di atas sajadah, menyanjung sebuah harapan, berbisik ke arah langit, merayu sang maha raja yang hidup dan mati ada di tangannya.

Sampai di rumah suasana hampa, lengang, tidak ada sanak cakap, semua bergegas membersihkan diri, sholat dan bermunajat, sangat yakin pada keajaiban. Menyerahkan semua yang menggelayut di hati pada penyusun takdir.

Malam telah panjang lea belum juga bisa tidur, sesekali ia membuka Al-Qur'an, merebahkan diri di atas sajadah, menangis, lalu duduk, berdo'a dengan suara rintih.
“ya Allah lea tidak pernah sedikitpun kecewa berharap kepadamu, mengingat kuasamu lea selalu percaya bahwa apapun yang terjadi sekarang adalah yang terbaik, sampai pada malam ini lea tidak akan berprasangka buruk pada takdir ini, bahkan sampai kembali padamu, tentang-MU akan selalu baik, mulia, adil, MAHA PENYAYANG tidak akan pernah berubah. Engkau pasti mendengar lea kan ya Allah, yang tidak sampai terucap oleh mulut ku saja engkau kabulkan, maka tidak ada alasan bagiku tidak percaya bahwa sekarang engkau akan memberiku keajaiban. Yang paling lea takut kan bukanlah kehilangan, tapi salah paham pada takdir mu ya Allah. Maka bimbing lea ya tuhan, jangan biarkan lea jadi hamba yang jahat.

Sayup mendengar suara adzan subuh lea mengangkat tubuhnya yang lunglai, duduk sebentar masih di atas sajadah ia bahkan tidak tidur semalaman, matanya sembab wajahnya kuyu.

•••

“mohon maaf kami telah melakukan yang terbaik tapi pasien tidak bisa kami selamatkan, takdir berkata lain, beliau telah menemukan ajalnya.”

“ga mungkin, abi”
“ABI..” teriak lea luas dari mimpinya

Usai sholat subuh tadi ia tidak bisa menahan kantuk sampai tertidur di atas sajadah, dan kini di bangunkan oleh mimpi buruk itu

Saat ia membuka mata “ALLAHU AKBAR” ia tak percaya ini. Seisi kamar terlihat samar olehnya, mengusap wajah, lalu mendongak. Pandangannya masih sama, samar, lalu perlahan semua mulai tampak jelas. Ia dapat melihat seluruh ruangan kamar. “ini mustahil” gumamnya menutup mata, ia buka lagi, semua tetap sama. Penglihatannya kembali, ia melihat dunia lagi. Kuasa Allah benar-benar membuatnya bungkam, ini sangat jauh dari harapannya. Allahu Akbar.

Mengingat mimpi yang masih segar di ingatan, lea bergegas cepat menuruni anak tangga, ia tak lagi memegang tongkat, tidak lagi berjalan lambat, penglihatan itu benar sudah kembali.

Memanggil pak nardi yang baru saja memasuki pekarangan rumah “tolong antar lea kerumah sakit pak” pinta lea berusaha menyeimbangkan napas

Pak nardi hanya menurut meski sangat kaget melihat lea berjalan cepat tanpa menggunakan tongkat, tatapannya tidak lagi kosong. Ingin bertanya tapi batal karena melihat wajah cemas itu.

Rumah sakit sudah mulai ramai,meski sekarang masih jam lima pagi, dokter dan suster mulai berlalu lalang ke beberapa ruangan.
Lea sedikit berlari menuju ruang ICU, berharap ia di ijinkan untuk membesuk suaminya walau hanya sebentar saja. Mimpi itu masih bersemayam di benaknya, tak ada yang bisa ia lakukan selain berdo'a saat dokter memberitahu kalau bima baru bisa di temui satu jam kedepan.

Lea pasrah dan duduk di kursi tunggu, bersandarkan dinding.

Satu jam tidak begitu lama, akhirnya lea di persilahkan masuk oleh dokter yang baru saja selesai memeriksa bima dan pergi meninggalkan ruangan, memberikan lea waktu dua puluh menit untuk membesuk. Dengan perlahan kaki gemetar itu memasuki ruangan, menatap seksama wajah yang tak ia percayai. Demi apa air mata tumpah sejadi-jadinya, memang benar apa yang di katakan oleh gio selama ini, wajah itu adalah wajah yang ia lukis, wajah yang berhasil mengajaknya untuk jatuh cinta pada Allah, wajah lelaki yang dulu selalu ia perhatikan saat melintas di gang, Wajah lelaki misteriusnya.

WAHAI betapa indah takdir ini, benar-benar INDAH. Mulut ini bungkam menyaksikan keajaiban yang sebelumnya tidak ingin ku percaya, lalu KAU suguh aku dengan wajah teduh ini, Memberitahu bahwa apa yang selama ini ku dengar itu nyata. ALLAHU AKBAR beritahu aku bagaimana cara bersyukur atas apa yang ku saksikan ini.

HADIAH DARI LANGIT  __revisi__Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang