18

36.5K 1.6K 16
                                    

"Ngapain kamu main peluk peluk aku? Nggak ada maksud lain kan?"tanya Calista selidik setelah ia melepas pelukan itu dan mundur satu langka ke belakang.

Aldrich hanya diam namun terus menatap dalam manik mata Calista berwarna amber, hal itu membuat Calista salting sendiri dan mengalihkan pandangannya.

'Apaan sih dia natap gue mulu, kek nggak ada yang bisa dia tatap' batin Calista mencibir. Calista ini terus saja membatin, tak jelas lagi.

"Nggak usah liat liat, tuh uang kamu jatuh"Calista menunjuk sembarang arah toh yang penting Aldrich tak melihat semburan merah di pipinya.

"Uang tidak ada di lantai, yang ada hanya di tempat sampah saja"balas Aldrich dengan tampang datarnya namun tak membuat ia  mengalihkan pandangannya dari Calista.

Calista menatap kearah tempat sampah lalu berjalan kemudian membuka tutup tempat sampah itu. Dan benar saja di dalam sana ada uang berdolar dolar.

'Buset, orang kaya emang beda yah?'

Ia kembali menutup tempat sampah itu kemudian menatap Aldrich setelah itu ia berjalan menuju pintu dan Aldrich tak menghentikannya membuat ia kebingungan bertambah curiga.

Calista menatap sesekali ke arah Aldrich kemudian memutar kenop pintu namun, kenapa pintunya tak bisa di buka!?

'Akh, sialan, kenapa pintu ini nggak bisa dibuka sih?' batin Calista terus berusaha memutar kenop pintu juga memukulnya dan berteriak meminta tolong.

"Kenapa hm? Tidak bisa di buka yah?"bisikan Aldrich tiba-tiba di dekat telinganya Calista membuat ia kaget, hampir saja ia memberikannya bogeman.

Calista tak berani berbalik, pergerakannya juga sudah terhenti ketika merasakan sebuah nafas menerpa jenjang lehernya.

"Aku mau keluar"pinta Calista tiba-tiba tanpa berbalik, semakin lama di sana makan ia semakin risih. Ingat Calista tak pernah diperlakukan seperti ini kepada lelaki, pacaran saja Calista termasuk jomblo dari lahir.

"Kenapa harus keluar? Bukankah semua wanita menginginkan terus berada dikamarku?"bisik Aldrich bertanya.

'Sumpah kenapa Aldrich kek gini? Bukannya dia nggak seperti ini di novel?'

"Aku sama mereka beda"balas Calista, ia sedikit tersinggung dengan perkataan Aldrich, cih, siapa yang selalu mau berada di kamar Aldrich? Tidak ada tau, contohnya dia.

"Oh beda yah? Berarti kamu bukan wanita?"ucapan Aldrich kali ini membuat Calista tak bisa menahan kekesalannya, ia berbalik menatap tajam Aldrich yang sedikit tersenyum miring tanpa disadari Calista.

"Maksud kamu aku bukan wanita apa? Yah aku akui aku emang bukan wanita tapi aku boneka Barbie"balas Calista, wah sepertinya dia cocok menjadi pelawak bukan cewek cuek lagi. Salahkan sahabatnya mengajarinya salah salah.

Aldrich mendengar itu menatapnya datar kemudian duduk di sofa dan menaruh kakinya di paha, ia menatap Calista dengan mata elangnya sembari menopang dagunya dengan kedua tangannya.

Calista kembali menatap kearah lain malas menatap balik pria itu, tau kan alasannya? Apalagi jika bukan salting?

"Buka"pinta Calista dan sengaja memainkan kenop pintu.

"What?"

"Please, tolong bukain"pinta Calista sekali lagi, kali ini ia memberanikan diri menatap balik pria itu.

'Jadi keinget lagu gue sering putar di dunia gue dulu'


"Boleh"ucap Aldrich membuat Calista tadinya murung kini tersenyum senang, namun jangan bahagia dulu.

"But kiss me"lanjut Aldrich, Calista tadinya tersenyum bahagia kini senyum itu menghilang bagaikan tak pernah ada.

Jadinya Calista memilih duduk di lantai membelakangi Aldrich dengan tangan dilipat.

'Buat apa sih dia kurung gue dikamarnya?' batin calista memayungkan bibirnya membuat ia terlihat imut.

Aldrich membuang nafas kasar kemudian berdiri dan menghampiri Calista. Ia langsung mengangkat Calista membuat wanita diangkat itu kaget karena diangkat secara tiba-tiba.

Apakah kalian berpikir Calista akan memberontak? Oh tentu tidak, Calista membiarkannya, kapan lagi juga ia merasakan digendong orang ganteng?

Aldrich menaruh Calista ditempat tidur kemudian keluar dari kamar setelah membuka pintu dan kembali menutup tak lupa menguncinya.

Calista menatap tak percaya apa yang dilakukan pria itu. Sungguh ia diginiin? Tidak sepenting itukah hidupnya? Pria yang menyebalkan. Dengan teganya ia meninggalkannya dikamar mewah seperti ini, seorang diri pula. Tidak takut kah dia jika ia mencuri barang barangnya? Itulah yang dipikirkan Calista saat ini.

Malas terus memikirkan Aldrich, Calista memilih memperbaiki posisinya untuk mencari kenyamanan setelah itu mulai menutup matanya.

•••

"Bagaimana keadaannya?"seorang pria bertanya dengan tampang datarnya, masih sibuk menatap layar didepannya.

"Nona baik baik saja tuan"jawab seorang pria menjabat sebagai sekretaris.

"Si brengsek itu tak menyentuhnya?"tanya pria itu lagi.

"Nona tidak pernah di sentuh setelah sahabatnya datang menolongnya tuan"

"Awasi, jika pria itu kembali menyentuhnya, bunuh saja dia"ucap pria itu dan langsung di iyakan.

"Baik tuan, saya akan mematuhi perintah anda"

"Bagus"

"Bagus bagus, si nyonya besar ini sudah pulang yah?"Irene menghentikan langkahnya setelah mendengar ucapan mengejek dari pria sedang duduk disofa.

Ia diam dan menatap datar Julian, yah si Juli Juli itu, siapa lagi jika bukan dia? Setan? Tapi dia memang setan kan?

"Dari mana saja kamu? Lihat hari sudah hampir malam dan kamu baru pulang? Atau benar yang dikatakan Gisella jika kamu ngejalang di luar sana?"tanya Julian membuat Irene tak tahan untuk tidak membalas ucapan pria setan itu.

"Ck, lo buta yah? Nggak lihat gue lagi bawa apa? Dan lo pikir gue buta nggak lihat hari sudah malam yah lihatlah bego"balas Irene membuat Julian tersulut emosi.

Ingin maju namun sebuah ancaman membuat ia menghentikan langkahnya.

"Lo maju satu langkah lagi, gue bakalan telpon sahabat gue!"ancam Irene membuat Julian tak berkutik. Ia masih trauma dengan bogeman yang suami sahabat Irene itu layangkan padanya.

Satu pukulan rasanya sudah sakit apalagi banyak kali?

××××

Us And Destiny (Transmigration) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang