••••
Di sebuah ruangan gelap, banyak darah yang sudah mengering, seorang pria duduk di sebuah kursi dengan kaki ditaruh diatas paha menghembuskan asap rokoknya. Tak memperdulikan suara teriakan juga mohonan seseorang.
"Arghhh!"suara teriakan terdengar di ruangan itu namun bagi dia adalah suara yang merdu, dia menyukainya.
Tak lama dia membuang puntung rokoknya tak lupa menginjaknya, kemudian berjalan mendekati pria telah disiksa oleh anak buahnya.
"Does it taste good, hm?"tanya pria itu sembari berjongkok. Ia menatap pria diikat rantai dengan badan dan wajah dipenuhi oleh darah.
Pria ditanya malah menatap benci padanya kemudian meludahinya namun sayangnya tidak kena karena yang dirinya ludahi langsung berdiri dan sedikit mundur.
"Woahh, santai, apakah anda emosi?"tanya pria itu lagi dengan nada mengejek, sengaja.
"Tuan Aldrich Jayden Wheeler, saya tau anda punya kuasa"ucap Kevin.
Pria disebut nama lengkapnyanya itu memiringkan kepalanya. "Terus?"
"Setelah saya dibunuh, sampai kapan pun Anda tak akan bisa menemukan keberadaan Elle, dan Elle akan membenci anda jika tahu anda menyiksa saya"ucapan Kevin membuat Aldrich mengepalkan tangannya kemudian kembali berjongkok dihadapan Kevin.
"Terus? Apakah saya perlu berlutut dihadapan anda agar saya menemukan keberadaan Elle? Cih, tanpa bantuan anda saya bisa menemukannya sendiri, dan kenapa Elle sampai kabur jika dia masih menyukai anda?"gumam Aldrich namun masih dapat didengar dengan jelas Kevin.
Aldrich berdiri kemudian berbalik badan meninggalkan tempat itu sebelum itu ia mengucapkan sesuatu lagi. "Jangan harap anda akan cepat di bunuh" itulah ucapan Aldrich sebelum benar benar pergi dari sana.
Kevin menatap punggung lelaki berjas hitam itu dengan tangan terkepal. Ia kemudian menyentak tangannya yang terikat rantai.
"Sialan kau Aldrich!"teriaknya.
"Saya pastikan Elle akan marah ketika melihat kau menyiksaku Aldrich! Saya pastikan itu! Dia hanya kabur agar bisa jauh dari kau!"teriaknya lagi.
****
Calista menatap malas Olivia sedang menunggu seekor ayam mengeluarkan telurnya dengan wajan besar di tangannya.
Ia memayungi dirinya menggunakan daun pisang karena matahari siang ini sangat terik teriknya, beberapa kali dirinya merengek kepanasan.
"Cepatlah Liv, panas"pinta Calista sembari mengipas wajahnya menggunakan tangannya.
Olivia menatap Calista sebentar namun tak mengurungkan niatnya untuk tidak menyerah menunggu ayam itu mengeluarkan telurnya.
"Sabar nona, ini sedikit lagi"sahut Olivia.
"Sedikit apanya? Itu lama Livia, astagaaa"protes Calista.
"Ayolah nona, jika telur ini jatuh dan pecah, kita sendiri yang rugi nona"jelas Olivia.
"Sejak kapan aku rugi? Yang rugi tuh ayamnya, bertelur sembarangan"balas Calista membuat Olivia membuang nafasnya lelah.
"Yaudah, nona duluan saja masuk, saya akan tetap menunggu ayam itu mengeluarkan telurnya"Olivia masih kekeh ternyata.
Calista menatapnya malas tapi tak urung ia berjalan menuju rumah kayu mereka tempati namun seseorang tiba tiba memegang lengannya dan secara reflek ia langsung menyentaknya.
Calista berbalik dan ternyata sang pelaku penarik adalah Alvino, pria disukai Olivia.
Mood Calista tadinya sedikit hancur kini semakin hancur, ia menatap kesal pria itu.
"Apaan si lo main megang megang aja, sksd banget jadi orang. Ingat gue udah nikah jadi jangan ganggu gue lagi"terang Calista sembari menunjukkan jarinya dan bisa Alvino lihat cincin yang terpasang manis di jari manis perempuan itu.
Seketika rasanya Alvino sulit membopong tubuhnya, hampir saja ia terjatuh jika tak ada seseorang yang menahannya.
Calista melihat itu, dia memutar bola matanya malas sembari melipat kedua tangannya.
'Apaan sih jadi cowok, gitu aja udah lebay, lihat ada yang glowing langsung di pepet, giliran yang jelek di jauhin di ejek apalah' batin Calista mencibir.
Tanpa mereka sadari Alvino mengepalkan kedua tangannya namun Calista menangkapnya, ia tersenyum miring tanpa mereka ketahui.
'Sok sok'an marah heh?' batin Calista lagi.
Calista menatap penuh ejekan pada pria terlihat menyukainya kemudian berpindah ke Olivia menatap drama itu tanpa sadar telur ayam itu sudah ada di wajan.
"Liv ayo pulang, anak aku udah minta makan nih"Calista sengaja memanas manasi agar si Alvino itu jengah. Dirinya juga sangat suka membuat orang lain panas sendiri. Untung tak ada suaminya di sini jika ada, bisa kalian tebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
Olivia tersadar dan segera menganggukkan kepalanya. Dia turun kemudian menghampiri Calista.
"Alvino, Dian, aku balik dulu yah"pamit Olivia namun sayangnya tak ada balasan dari mereka membuat ia tersenyum pedih.
Ia segera menggelengkan kepalanya menghilangkan pikirannya itu, tugasnya saat ini yaitu melindungi Calista atas perintah nyonya nya.
Olivia akui, sangat akui, dirinya dengan Calista bagaikan langit dan bumi. Dimana Calista perempuan tercantik di negara ini sedangkan dirinya hanya seorang wanita pemilik wajah dibawah rata rata.
Calista menyadari Olivia melamun segera menyadarkannya. "Ngapain ngelamun, nanti tuh telur kamu jatuh, yang rugi kan kita"ucap Calista menyadarkan Olivia dari lamunannya.
Olivia menatap ke samping dimana Calista sedang berjalan disampingnya, ia mengukir senyum manis di wajahnya. "Anda bisa saja nona"
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Us And Destiny (Transmigration)
SonstigesDalam tahap revisi *** Divana Veronica wanita berusia 25 tahun yang meninggal hanya karena novel milik sahabatnya akan dirinya kembalikan terjatuh saat ia menyebrang jalan. Bukannya ke alam baka, dirinya malah terbangun di tubuh seorang wanita berus...