16. Katanya Sakit Cinta.

23 4 2
                                    

"Huwahhhhhh... Hwaaa... Graahhhhhh...."

Uci turun dari lantai dua sambil menutup telinga, niatnya mau jemur cucian tapi terganggu dengan kehadiran makhluk jejadian yang lagi olah vokal, kalau sudah begini Uci harus minta bantuan para tetua sebelum peliharaan kosan itu lepas kendali lagi.

"Mas Ilham, temennya itu," rengek Uci pada Ilham yang sedang duduk di ruang tamu.

Naka dan Wisnu juga di sana, ketiga tetua itu sepertinya sedang berkumpul untuk membahas hal yang serius.

"Uci mau jemur cucian, Mas. Warga lain juga mau aktifitas jadi repot, udah ya polusi suara polusi mata juga itu temennya." Keluh Uci lagi.

Ilham menghela napas lalu menatap Naka. "Bukannya kemarin baru ketemu pengacara keluarganya? Nggak berjalan baik apa gimana obrolannya?"

Naka mengangkat bahu, ia balik menoleh Wisnu yang sama bingungnya.

"Pulang nganterin temennya udah layu kayak pohon cabe belum disiram, Ham. Pas ketemu pengacara sih aman cuma abis itu dia ngurung diri di kamar." Naka memberi penjelasan yang diangguki Wisnu.

"Kayla gimana? Aman?" Ilham bertanya lagi dan Naka langsung menepuk jidatnya sambil geleng-geleng.

"Kalau lo tahu kelakuannya kemarin, pasti lo yakin kalau dia emang adiknya Nanang," ujar Naka sambil menunjuk Uci yang jadi saksi.

"Mas Nanang! Berisik! Kayla mau belajar nggak konsentrasi ini."

Terdengar teriakan Kayla disusul Nanang yang turun dari tangga lantai dua. Salah satu kegunaan Kayla adalah untuk menetralkan tingkah-tingkah ajaibnya Nanang, terbukti sejak kehadiran gadis cilik itu di kosan, Nanang jadi lebih mudah dijinakkan, paling tidak ia jadi berkurang waktunya untuk menjahili warga kosan lainnya.

"Sini." Ilham melambaikan tangan meminta Nanang ikut duduk di ruang tamu.

"Titip Kayla dulu ya, Ci. Jangan boleh turun, nanti kalau udah biar dijemput ke atas atau dikabarin di grup." Pesan Ilham yang dibalas Uci dengan acungan jempol, ia pun langsung kembali ke lantai dua untuk menjemur cuciannya.

"Udah makan?" Pertanyaan Ilham dijawab Nanang dengan anggukan.

Wisnu pergi ke dapur dan kembali dengan secangkir kopi untuk Nanang. Naka duduk bersandar di kursi sambil memperhatikan Nanang yang terlihat kuyu.

"Mau cerita? Gue sama yang lain belum tentu bisa bantu tapi seenggaknya lo lebih lega." Naka mewakili dan Nanang tersenyum masam, ia jelas tahu ketiga abangnya itu tidak akan bisa membantu kali ini.

"Soal kuliah atau keluarga lo? Kalau tugas kuliah gue masih bisa bantu, kalau yang lain kita siap dengerin dan ngasih saran kalau lo mau." Wisnu ikut menawarkan bantuan.

Nanang menghela napas, "Hak asuh Kayla bakalan jadi rumit, Mas, Bang. Status dia sebagai anak di luar nikah bikin susah buat ngajuin tuntutan untuk hak asuh dan tunjangan hidup. Ada warisan tapi nilainya juga nggak gitu banyak dan cuma bisa diambil pas Kayla cukup umur." Nanang menyerupai kopi yang disiapkan Wisnu, sementara tiga warga kosan itu terdiam.

"Saudara yang lain gimana?" Ilham bertanya lagi.

"Mana ada yang peduli, Mas. Justru mereka senang karena nggak harus membiayai anak yang menurut mereka nggak jelas asal-usulnya. Ibunya Kayla itu istri siri kelima ayah, makin-makin kecil presentase Kayla di mata keluarga yang cuma memikirkan garis keturunan dan anak laki-laki itu." Jelas Nanang lagi.

Ilham tampak mengepalkan tangan, sebagai anak pertama yang harus berjuang untuk keluarganya membuat Ilham sensitif dengan permasalahan ini. Ilham justru ingin memastikan adiknya mendapat pendidikan yang layak, baik untuk adik laki-laki atau adik perempuannya bagi Ilham sama berartinya.

"Ayah kali ini kemungkinan masuk penjara hampir 60%, ibunya kena rehabilitasi obat-obatan, kalau begini mungkin Kayla bakal diserahkan ke dinas sosial. Bayangin anak sekecil itu harus masuk panti asuhan padahal orang tuanya masih ada, gue nggak tega, Mas." Nanang tersenyum getir.

Kayla mungkin berasal dari rahim wanita lain, wanita yang membuat ia harus kehilangan keluarga sempurna dan terusir dari rumah tapi Nanang menyaksikan pertumbuhan Kayla dari awal, nama Kayla pun ia yang memberikan karena orang tua Kayla tidak terlalu peduli.

Ibu yang saat itu masih tinggal serumah dengan sukarela mengurus Kayla, Nanang kerap menemani ibunya begadang untuk mengurus Kayla begitu juga adik-adiknya yang lain yang menyayangi Kayla terlepas dari mana anak itu terlahir. Keluarga itu terlihat sempurna sampai pembicaraan soal warisan muncul membuat pertikaian di rumah itu, ibunya Kayla ia akan mendapatkan bagian karena melahirkan Kayla tapi tidak sesuai rencananya, warisan yang tidak seberapa itu pun diberikan kepada Kayla dan hanya bisa diterima saat Kayla sudah berumur 18 tahun.

Ibu Kayla yang mulanya tidak peduli berbalik menyayangi anaknya, Kayla yang terlanjur dekat dengan Ibu Nanang merasa asing dengan ibunya sendiri dan keributan sering terjadi. Puncaknya, ibu yang kini berstatus istri sah mengajukan cerai karena tidak tahan dengan KDRT yang dilakukan Suyanto.

"Dari sekian banyak hobi, gue nggak habis pikir kenapa ayah malah hobi kawin? Istri sirinya ada 5, istri sah 2, belum ani-ani yang nggak ketahuan." Nanang tertawa tapi ada kepedihan di sana, Naka menepuk pundak adiknya itu memberi kekuatan.

"Lo nggak mengajukan buat jadi walinya?" tanya Ilham kemudian.

Nanang menganguk lesu. "Gue ngajuin adopsi tapi nggak memenuhi syarat, selain kesiapan finansial yang penting, harus ada persetujuan dari anggota keluarga lain juga buat memastikan amit-amit gue nggak ada umur ini anak masih ada yang tanggung jawab, gue berencana minta bantuan Ibu tapi syarat lainnya bikin gue mundur."  Nanang menunjukkan salinan berkas yang dikirimkan pengacaranya lewat ponsel.

"Harus udah nikah minimal 5 tahun, mau cari istri ke mana gue? Ya, kali. Gue ngambil orang asal diajak nikah sekarang juga nggak memenuhi. Ibu kemungkinan bisa tapi gue nggak enak ngerepotin beliau lagi."

Tepat setelah Nanang berujar demikian, ponselnya berdering hanya berupa nomer tapi Nanang hapal betul pemiliknya. Meski enggan, Nanang mengambil ponselnya itu lalu pamit untuk masuk ke dalam kamar.

Nanang baru masuk kamar ketika seorang pria berpakaian serba hitam muncul di pintu, di sampingnya seorang wanita paruh baya berdiri dengan angkuhnya sambil menatap sinis ke sekitar kosan. Terlihat tas merk ternama tergantung di tangannya, dari ujung kepala hingga ujung kakinya jelas menggunakan barang bermerk seolah berusaha membuktikan status sosial pemakainya.

"Panggil Lanang, anak kurang ajar itu benar-benar tidak punya sopan santun," ujar si wanita lalu langsung masuk ke dalam kosan dan duduk di ruang tamu.

Ilham baru hendak bertanya ketika Nanang keluar dari kamar kosnya dengan muka memerah menahan amarah.

"Sudah saya bilang buat nggak datang ke sini atau muncul lagi di hidup saya!" Bentak Nanang sambil mencengkram gagang pintu, Naka yang paling dekat pun langsung menghampiri Nanang bersiap jika adiknya itu hilang kendali.

"Maaf, kami tidak menerima tamu hari ini." Ilham coba melerai ia dengan sopan meminta wanita tadi berdiri tapi dihalangi si pria berbaju hitam.

"Lancang! Berani kamu ikut campur? Saya bisa dengan mudah mendepak kamu dari kantor perbankan sialan itu," sahut si wanita tidak mau kalah.

Wisnu hendak bersuara tapi lagi-lagi pria berpakaian hitam itu mengintimidasi Wisnu dengan tatapannya, Nanang yang melihat situasi mulai tidak kondusif akhirnya menyerah.

"Kita nggak bicara di sini, kita ketemu di kantor."

Wanita tadi tersenyum sinis lalu berjalan keluar, Nanang meraih kunci motor tapi dihentikan si pria berbaju hitam.

"Den Lanang, silahkan naik mobil. Motornya nanti biar saya yang bawakan," ujar si pria penuh hormat berbeda dengan saat berbicara dengan Ilham dan Naka tadi.

"Gue nitip Kayla ya, Mas, Bang." Pamit Nanang lalu pergi mengikuti tamu yang sangat tidak sopan itu.

Jumlah kata 1168 .
10 Oktober 2024

Lanang Strong (Stres Tak Tertolong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang