Bab 4: Korban

21 8 14
                                    

Bab 4: Korban

Seorang pemimpin yang baik bukan yang memerintah dari depan, tetapi yang menginspirasi prajuritnya untuk berjuang bersamanya.” -- Douglas MacArthur

Tubuh gadis itu kembali bertabrakan dengan tanah yang dingin. Peluru yang melesat, sukses mengenai kepalanya. Dirinya sempat berteriak sebelum nyawanya hilang. Wanita paruh baya yang posisinya agak jauh darinya, berteriak histeris, wanita itu hendak berlari mendekati gadis itu, namun seorang pria segera menarik tangannya untuk lari dari tempat kejadian.

“Gadisku!” teriak wanita itu dengan air mata yang membasahi pipinya. Kepalanya masih sana menoleh ke belakang, menatap perempuan yang jiwanya telah keluar dari tubuhnya. Sakit, sakit sekali bagi seorang ibu melihat anaknya yang seharusnya meneruskan hidup dan mengejar mimpinya, malah menjadi korban dari perang.

Tiba-tiba, pria yang menggandeng tangannya, terjatuh ke tanah. Ikatan dari tangan mereka, terlepas. Mata wanita itu semakin melebar, hingga dia menyadari luka tembak di punggung pria tersebut. Tidak ada yang lebih sakit daripada peristiwa ini dihidupnya, tidak ada. Wanita itu semakin histeris dan jatuh berlutut. Romanov melihat kejadian ini dari kejauhan saat dirinya mengkoordinasikan bawahannya, hatinya tercekat melihat pemandangan ini, namun dia tidak bisa melakukan apa-apa, dia seorang kapten, bukan relawan yang siap menyelamatkan warga sipil.

Waktu terus berjalan, setelah senja membiru, bulan memberikan cahaya dengan anggun, menyinari pemandangan mengerikan di Hostomel. Romanov berjalan di tepian kota, tidak sendirian, bersama 3 tamtama yang mengawalnya. Bentakan nyaring terdengar tengah kesunyian. Baku tembak dengan musuh belum berlangsung pada tengah malam. Dia melihat warga sipil dengan tangan diikat di belakang pinggang. Lalu, mata Romanov semakin melebar saat melihat anak buahnya sendiri menekan pelatuk dari senjata api yang diarahkan ke kepala warga tersebut. Rahang Romanov mengencang dan tangannya terkepal. Langkahnya terhenti.

“Ada apa, Tovarisch Kapten?” tanya salah satu prajurit yang berjalan di sisinya, kemudian dia melihat ke arah yang ditatap oleh Romanov.

“Tidak,” jawabnya sebelum mendengus dan berjalan lagi.

Sungguh pemandangan yang menyakitkan, bukan? Kenyataannya begitu. Di Hostomel, banyak warga sipil yang mengalami luka tembak di kepala atau di tubuh mereka, menunjukkan bahwa mereka sasaran senapan mesin atau sniper. Faktanya, pasukan Rusia juga menembaki ambulans, ini tingkat penganiayaan yang tinggi. Pasukan Khusus dari Chechnya melakukan eksekusi kepada warga sipil, bahkan tidak ada alasan yang penting. Ini hanya menambah korban yang tidak perlu. Seharusnya mereka masih bisa melihat bintang yang memberi cahaya di kegelapan dan merasakan kenikmatan musim panas, bukan merasakan tembakan di anggota tubuh mereka tanpa alasan, bahkan saat mereka tidak melakukan perlawanan. Tuhan, dunia benar-benar tidak adil, tidak ada warga sipil yang pantas mendapatkan perilaku seperti itu.

Memori itu masih segar dalam ingatan Romanov, adegan itu berputar dan mengganggu pikirannya saat dia duduk di APC (Armoured Personnel Carrier) yang membawa dirinya menjauhi Hostomel. Dia masih tidak paham, mengapa harus menyakiti warga sipil? Ini konflik perang dan politik, tidak ada hubungannya dengan warga sipil.

Sekarang tanggal 1 April 2022, pasukan Rusia menarik diri sepenuhnya dari wilayah tersebut. Kendaraan militer yang mengangkut para prajurit, mulai bergerak keluar, meninggalkan bandara yang telah menjadi pusat strategi militer selama sekitar 1 bulan. Debu beterbangan, para prajurit duduk di kendaraan mereka dengan rasa lelah, kebanyakan dari mereka tertunduk. Bangunan yang runtuh dan jalan-jalan yang kosong menjadi saksi bisu dari penghancuran yang mereka tinggalkan. Keheningan yang ganjil mulai menyelimuti Hostomel. Tank Rusia yang sengaja dirusak oleh Rusia agar tidak digunakan Ukraina, masih tersebar di jalanan, mayat dari para prajurit maupun warga sipil bergelimpangan.

Penyebab mereka mundur dari Hostomel? Ada beberapa faktor. Melalui pertempuran perkotaan yang brutal, pasukan Ukraina berhasil menghancurkan puluhan kendaraan tempur Rusia, termasuk BMD— kendaraan tempur amfibi beroda rantai yang dapat diterjunkan ke udara atau diterjunkan ke udara dan memiliki daya tembak yang besar, di dekat pabrik kaca Hostomel. Serangan artileri yang terarah dan roket BM-21 Grad menghancurkan peralatan dan pasukan Rusia. Ukraina meledakkan landasan pacu bandara yang awalnya dikuasai Rusia. Hal-hal seperti kekurangan makanan, bahan bakar, dan peta akurat membuat kondisi semakin sulit.
Pasukan Khusus dari Chechnya, yang dikirim untuk menghabisi Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, juga mengalami nasib serupa. Mereka disergap dan dihancurkan oleh serangan mendadak pasukan Ukraina, termasuk penggunaan UAV yang memperlihatkan lokasi berkumpulnya pasukan Chechnya di sekitar Hostomel. Salah satu pemimpin mereka, Jenderal Magomed Tushayev, tewas dalam serangan ini, mengakibatkan kerugian besar bagi pasukan Rusia.

Pertempuran yang berlangsung di Hostomel bukan hanya soal kekuatan militer, tetapi juga soal kemanusiaan yang tertindas. Warga setempat terperangkap di tengah-tengah baku tembak. Pengorbanan nyawa dan  tekad dari prajurit Ukraina berhasil memukul mundur pasukan Rusia, mengembalikan kota Hostomel ke tangan Ukraina.

Suara seseorang yang bertanya kepada Romanov, menyadarkan dirinya lagi ke dunia nyata setelah membayangkan pertempuran intens kemarin. “Sedang mengalami suasana hati buruk, Tovarisch Kapten?” tanya pengemudi yang sedikit menoleh ke belakang.

Bahu Romanov terangkat. “Selalu.”

Sementara itu, di konvoi depan, Zurislav dan anggota peletonnya yang tersisa, berada di kendaraan yang sama. Di sela-sela keheningan yang dipenuhi rasa letih, Volkova berbicara. “Tovarisch Letnan, aku hampir melupakan ini .... Ada seseorang yang merindukanmu saat kau tidak tersedia,” terangnya dengan seringai tipis, bahkan setelah mendapatkan luka dan 1 bulan di medan pertempuran pun, Volkova masih menjadi laki-laki humoris yang mereka semua kenali. Beberapa anggota tim langsung menggelengkan kepalanya dan memutar mata mereka terhadap perilaku Volkova, sudah mengetahui reputasinya.

Tamtama yang berada di samping Volkova, menyenggol lengan Volkova dengan bahunya. “Aku tahu kau akan membicarakan Kapten Romanov,” sela Fyodor. Dia teman dekatnya, hanya 2 tahun lebih tua dari Volkova yang berumur 19.

Alis Zurislav terangkat, sedikit terhibur. “Mudah ditebak, bukan, Fyodor?”

Fyodor mengangguk singkat.

Volkova memutuskan untuk menekan Zurislav. “Lain kali jangan ceroboh seperti kemarin, ya, Tovarisch Letnan?”

“Cukup beruntung, malaikat maut belum memiliki minat mencabut nyawamu,” lanjutnya.

Helaan napas dari Fyodor terdengar, dia sudah hafal Volkova yang suka menggoda bahkan melawan senior, anak itu ... sangat keras kepala, dan tak kenal lelah.

“Diam. Atau aku yang akan menutup mulutmu,” ancam Zurislav, setengah bercanda.
Volkova terkekeh ringan. “Baiklah, baiklah! Aku akan menjadi anak yang baik.”

***

J

auh sebelum penarikan pasukan, Rusia dan Ukraina benar-benar melakukan aksi seperti beruang dan serigala yang saling bermusuhan untuk mempertahankan kedudukan masing-masing. Mari kilas balik ke awal bulan Maret, di mana pasukan Rusia masih menduduki kota-kota Ukraina.

Ambisi Rusia untuk menaklukkan Ukraina dalam hitungan hari terbukti lebih sulit dari perkiraan. Semangat para prajurit mulai goyah—mereka melihat teman-teman gugur dan kondisi mental yang terus menurun. Untuk mengembalikan semangat itu, lebih dari 20 jenderal besar Rusia terlibat dalam invasi, namun banyak petinggi dan perwira senior yang kehilangan nyawa dalam aksi.

The Thin Line of Duty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang