Bab 7: Setelah Penarikan Total

9 4 9
                                    

Bab 7: Setelah Penarikan Total

“Perang adalah urusan terlalu serius untuk diserahkan kepada para jenderal.” -- Georges Clemenceau

April 2022, Saat konvoi akhirnya tiba di markas, menjelang malam, dan langit yang penuh bintang membingkai pemandangan markas yang remang-remang diterangi lampu-lampu kecil. Truk-truk yang membawa mereka melambat saat mendekati gerbang, menciptakan deru rendah di antara gemeresik dedaunan yang diterpa angin malam. Para prajurit turun satu per satu, wajah mereka kusut, beban perang jelas terlihat dari gerak tubuh yang lelah. Aroma asap dari api unggun di sekitar markas bercampur dengan aroma tanah basah. Markas itu, meski aman, terasa sunyi seperti kuburan, tempat di mana rasa kehilangan dan trauma terus terbayang. Situasi dipenuhi oleh rasa lega bagi mereka yang berhasil kembali hidup-hidup.

Senior mulai memberikan instruksi kepada para tamtama. Mereka berkewajiban untuk mengatur situasi. Walaupun memiliki rasa lelah yang sama seperti para tamtama, para senior memiliki kewajiban yang lebih kompleks. Kendaraan yang dinaiki oleh Zurislav dan sebagian peletonnya, sudah sampai di depan markas, mereka bersiap untuk turun. Kaki mereka kembali menginjak tanah setelah lama berada di dalam kendaraan.

Zurislav berdehem dan menatap mereka yang memiliki ekspresi letih. “Segera bawa yang terluka ke medis!” tegasnya. Tamtama yang dipimpin olehnya, segera bergerak dan merangkul rekan mereka.

Fyodor memperhatikan langkah Zurislav yang sedikit terhuyung. “Tovarisch Letnan ... Anda juga terluka, bukan?”

“Tidak. Hanya sedikit lelah. Aku harus melapor ke Kapten.”

“Baiklah.” Fyodor mengangguk, lalu berjalan menjauh. Halaman dipenuhi oleh prajurit yang baru turun dari kendaraan, masing-masing berjalan ke arah dan tujuan yang berbeda.
Liev berjalan berdampingan dengan Fyodor.

“Pulang tapi tidak benar-benar pulang, ya? Entah kenapa, aku merasa seperti masih di sana,” sangka Liev, pandangannya mengarah ke langit.

Fyodor, yang berjalan dengan sambil membantu Volkova karena kakinya sempat tertembak sebelum mundur, menanggapi Liev. “Waktu istirahat, katanya. Tapi pikiranku terus terjebak di hari itu.”

Sementara itu, helaan napas terdengar dari Zurislav. Setelah memberikan beberapa instruksi lanjutan kepada bawahannya, dia segera kembali ke area masuk markas. Di sana, dia menemui beberapa letnan yang sudah siaga. Zurislav kemudian bergabung.
Tak lama, seorang pria dengan langkah kaki yang berwibawa dan tubuh yang tegap, mendekati mereka. Itu Romanov yang mendekati para letnan untuk mendapatkan laporan.

“Kondisi pasukan setelah penarikan?”

Para Letnan bergantian berbicara untuk melapor situasi, lalu, Zurislav yang berbicara paling akhir. “Pak, peleton 3 kehilangan nyawa 3 prajurit dalam pertempuran terakhir saat mundur dari kota. Jenazah mereka telah berhasil dibawa kembali ke markas. Ada juga tiga prajurit terluka parah, sudah diserahkan ke tim medis. Kami akan menunggu instruksi lebih lanjut.”

“Saya turut berduka. Pastikan korban terluka mendapat perawatan segera. Saya akan sampaikan informasi ini ke komando untuk tindak lanjut,” jawab Kapten.

Laporan yang dibutuhkan sudah cukup, Romanov kembali berbicara. “Pastikan pasukan tetap siap siaga dan ikuti prosedur pemulihan. Untuk sekarang, kembali ke unit masing-masing, pastikan persenjataan diperiksa dan amankan peralatan.”

“Kalian dibubarkan. Tetap waspada, kita akan menunggu instruksi lebih lanjut dari komando.”

Setelah Letnan dibubarkan, Romanov memasuki markas berjalan menyusuri lorong yang sedang ramai. Dia mencapai ruang komando. Begitu tiba di pintu ruang komando, ia mengetuk, memberikan hormat kepada petugas jaga, Romanov melangkah ke dalam ruangan yang luas, tempat di mana setiap keputusan dibuat dengan teliti. Ruangan dipenuhi dengan layar besar yang di dinding depan, menampilkan peta digital wilayah operasi, pergerakan pasukan, dan data intelijen yang terus diperbarui. Cahaya tak terlalu terang, memberikan fokus penuh kepada layar-layar yang memantulkan bayangan pasukan dan medan perang yang bergerak secara real-time.

Di tengah ruangan, meja besar penuh dengan peralatan komunikasi dan komputer, menjadi pusat kendali di mana para petugas dan operator radio sibuk menerima laporan dari lapangan. Di sudut ruangan, beberapa perwira sibuk menganalisis cuplikan video dari drone dan satelit, mengawasi setiap pergerakan musuh dan memantau situasi di medan pertempuran.

Ia bisa mendengar suara operator radio yang melaporkan situasi terkini dari pasukan yang masih bertahan, sementara petugas intelijen dengan cepat membagikan pembaruan strategis kepada perwira tinggi yang berdiri di meja pusat. Setiap orang memiliki perannya masing-masing.

Romanov melangkah lebih dekat ke meja pusat, di mana seniornya sudah menunggu. Mayor sudah menunggu.

“Lapor, Mayor,” suara Romanov tenang namun tegas. “Penarikan pasukan telah selesai. Hostomel kembali dikuasai lawan. Semua pasukan yang tersisa telah kembali ke markas.”

Mayor mengangguk. “Korban dan kerugian dari setiap peleton?”


***

Malam sudah sangat larut dan tubuh para prajurit sudah mencapai batas mereka. Pegal dan nyeri mereka rasakan di berbagai bagian tubuh. Setelah selesai melakukan perawatan senjata/membersihkan senjata, tamtama diizinkan kembali ke barak untuk beristirahat, karena debriefing akan dilakukan keesokan harinya. Ketika Romanov sudah menyelesaikan tugasnya, dia segera melangkahkan kaki ke officers’ mess-- area yang ditujukan untuk pertemuan, makan, dan bersosialisasi bagi para perwira dalam angkatan bersenjata. Mess ini berfungsi sebagai tempat untuk membangun hubungan antar perwira.

Di sana, Romanov menemui wajah-wajah yang tak asing sedang bercengkerama. Suara yang terdengar sedang bersemangat, melintasi telinga Romanov. “Tovarisch! Ayo bergabung!” panggil seseorang.

Romanov melihat sekitar dan menemukan sumber suara, dia melihat letnan dan sersan yang duduk melingkari meja, dengan permainan kartu yang menemani. Mereka semua menghentikan obrolan dan permainan, menatap Romanov.

“Memanggil saya?” tanya Romanov pada mereka, untuk memastikan.

Salah satu dari mereka menjawab. “Tentu! Tidakkah kau tertarik untuk bergabung? Masih ada kursi kosong.”

“Baiklah.” Romanov berjalan mendekati mereka. Senyuman tipis dari wajah mereka menyambut Romanov. Ekspresi tegas Romanov masih bertahan, sulit untuk menyingkirkan ekspresi itu.

Kapten duduk di sebelah Letnan Zurislav. “Hari yang melelahkan?” tanya Zurislav yang memulai basa-basi, semua personel yang ada di sekitar langsung menatap ke Romanov.

“Entahlah,” jawab Romanov tanpa kejelasan, perwira lainnya sudah hafal dengan Romanov yang tak pernah terbuka.

“Jadi, bagaimana? Semuanya lancar?” Zurislav kembali bertanya.

Anggukan singkat muncul dari kepala Romanov. “Ya, jangan khawatir.”

Salah satu sersan menghela napas dan memotong pembicaraan. “Apakah kau beristirahat pada malam ini? Setidaknya tidur beberapa jam.”

Bahu Romanov terangkat. “Aku tak berpikir aku bisa melakukannya.”

“Sersan Boris, percayalah padaku, Tovarisch Kapten selalu terlalu banyak bekerja, aku heran mengapa dia masih kuat saat di lapangan,” celetuk Zurislav.

“Dia masih memiliki banyak tugas pada esok hari,” lanjutnya.

“Baiklah kalau begitu ....” Sersan Boris berdehem. “Mari lanjutkan permainan kartu yang menyenangkan ini.”

“Yah, hitung-hitung menghilangkan stres sementara,” sahut pria lain dengan bercanda. Segera, semuanya mengangguk sebagai persetujuan. Para perwira melepaskan lelah mereka dengan momen persatuan di mess. Terkadang, jiwa terkuat seperti mereka pun butuh jeda. Tawa dan canda yang keluar dari mulut mereka sangat kontras dengan bagaimana tegasnya perintah yang dikeluarkan mereka saat di lapangan

The Thin Line of Duty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang