Bab 5: Sedikit Bercengkrama

16 7 11
                                    

Bab 5: Sedikit Bercengkerama

“Kesetiaan seorang prajurit terletak pada sumpahnya, bukan pada bendera atau negara. Dia setia kepada mereka yang berdiri bersamanya di medan perang.” -- Anonim

Jauh sebelum konflik, musim panas di  pada bulan Agustus 2002 terasa hangat, dengan suhu yang rata-rata mencapai sekitar 20-25°C. Langit biru cerah membentang di atas ladang-ladang gandum, pemandangannya tenang dan damai. Angin sepoi-sepoi membawa keharuman tanah yang subur, dan pepohonan hijau di sepanjang jalan memberikan naungan dari terik matahari. Suasana kota terasa hidup dengan aktivitas penduduk yang menikmati momen-momen di taman atau alun-alun kota, sementara burung-burung berkicau riang menyambut sisa musim panas sebelum datangnya musim gugur. Di bandara Kursk, orang-orang mengalami perasaan yang berbeda, termasuk 2 remaja 15 tahun yang saling merangkul.

“Andrey ... kita akan bertemu lagi, ‘kan?” tanya lelaki dengan mata coklatnya yang menunjukkan tatapan keraguan, dan kesedihan.

Lelaki di sampingnya— Andrey, hanya terkekeh kecil. “Jangan khawatir, aku tahu, aku akan menghabiskan malam bersamamu seperti kemarin,” tuturnya, lalu menurunkan tangan dari bahu temannya, kemudian mereka berdiri berhadap-hadapan.

Dia menarik napas panjang. “Kapan-kapan, mungkin?” Ujung bibirnya naik, memperlihatkan senyuman tulus.
Suara lembut dari seorang wanita, mengintervensi kebersamaan mereka.

“Andrey? Ayo.” Wanita itu berjalan ke arah 2 lelaki yang masih berdiri berhadap-hadapan.
Andrey mengulurkan tangannya, menunggu lelaki di depannya menjabat tangannya. Lelaki di depan Andrey akhirnya menjabat tangannya dengan hati berat.

“Sampai jumpa di puncak, temanku, atau ... Romanov.”

“Tentu saja, sampai jumpa di puncak, saat kita berdua sudah mengenakan seragam impian itu,” imbuhnya, ‘seragam impian itu’ merujuk pada seragam militer. Mereka berdua memiliki cita-cita yang sama.

Romanov mempererat genggamannya pada tangan Andrey. “Jaga dirimu di Ukraina, Andrey.”

“Terima kasih.” Andrey menurunkan tangannya, begitu juga dengan Romanov.
Romanov melihat Andrey yang kini berbalik, berjalan memasuki area bandara bersama keluarganya yang membawa koper besar. Dia tidak yakin. Apakah benar mereka masih bisa bertemu di masa depan? Apakah ini memori terakhir mereka? Tidak ada yang tahu. Romanov berjalan menjauhi bandara, langkahnya sama beratnya dengan hatinya.

***

Kembali pada musim dingin 22 Maret 2022, saat Romanov masih di Hostomel. Sial, masa lalu itu masih bisa diingat dengan mudah oleh Romanov. Dia terdiam dalam lamunannya, membayangkan, apakah sahabat kecilnya mencapai cita-cita seperti dirinya? Apakah Andrey juga menjadi prajurit? Jika iya, berarti mereka bermusuhan. Tidak tahu kenapa, tiba-tiba saja Andrey muncul di pikirannya. Padahal ... dia sempat melupakan Andrey sama sekali. Bahkan bagaimana Andrey terlihat, warna matanya, rambutnya, dan wajahnya dilupakan oleh Romanov. Hanya 2 yang dia ingat: nama lengkapnya— Andrey Dmitriev, dan betapa tulusnya persahabatan mereka saat kecil.

Andrey ... apa pun risikonya, aku tetap ingin menemuimu lagi. Kita pasti akan bertemu, cepat atau lambat.

Romanov menghela napas berat, kemudian melihat beberapa prajurit yang sedang duduk di sekitarnya. Semuanya terlihat memiliki beban yang ditanggung. Gedung pinggiran kota yang sudah mereka amankan, mereka jadikan tempat untuk istirahat sementara. Hanya terdengar napas berat dari para prajurit dan obrolan pelan. Di luar, bunyi peluru dan roket masih terdengar tipis-tipis, karena jarak mereka agak jauh dari zona perang. Saat beristirahat, ada pengaturan rotasi antara tentara yang berjaga dan yang beristirahat untuk memastikan keamanan tetap terjaga.

Tovarisch Letnan, apa strategi kita selanjutnya?” tanya salah satu anggota peleton yang dipimpin Zurislav kepadanya. Zurislav telah kembali terjun ke lapangan, luka dari artileri akan segera sembuh dan sudah membaik.

Zurislav mengelus-elus dagu, berpikir sejenak. Beberapa tentara yang masih sadar, menatap Zurislav yang berada di samping Romanov. Sebelum dia memiliki kesempatan bicara, Volkova memotongnya. “Aku ingat!”

Mata Zurislav menyipit. “Katakan kalau begitu.”

Ujung bibir Volkova naik. “Rencana kita? Masuk, ambil posisi dan ... tunggu keajaiban.”

Beberapa dari mereka tersenyum dan menggeleng kepala. Fyodor, memutar bola matanya. “Tidak sepenuhnya salah.”

Romanov menghela napas. “Dasar sniper.”

Sniper? Siapa?” balas Volkova dengan penasaran.

“Dirimu. Kau sniper.”

Anggota yang beristirahat menatap satu sama lain dengan kebingungan. Namun, Letnan Zurislav menyeringai tipis. “Alasan Kapten memanggilnya sniper adalah ... dia yang paling hebat menemukan tempat sembunyi jika terkena masalah. Iya, bukan? Tovarisch Kapten?”

Romanov mengangguk. Lalu, Volkova menyanggah, “Aku tahu aku hebat, kalian penggemar beratku?”

“Terlalu hebat, sampai-sampai bahumu terkena tembakan musuh pada minggu lalu,” sindir salah satu anggota. "Esok hari apa lagi? Tertembak di mana lagi?"

Tawa ringan terdengar di antara para prajurit yang duduk bersandar, menghapus sejenak kelelahan mereka. Momen ini sederhana namun begitu berharga, terasa seperti oase di tengah medan pertempuran yang dipenuhi bahaya. Di bawah langit kelabu yang hampa, mereka bercanda tentang segala hal. Di sini, di tempat malaikat maut selalu mengintai, canda tawa adalah satu-satunya pelarian, mengingatkan mereka bahwa meski perang terus berlanjut, sisi manusiawi mereka tetap ada.

Volkova melontarkan kata-kata lagi. Dirinya menunjuk prajurit yang sedang tertidur, dadanya naik turun perlahan, dirinya terlihat sangat tenang dalam tidurnya, walaupun di tengah-tengah perang seperti ini. “Lihatlah kucing kita.”

“Mengapa panggilannya seperti itu?” Romanov bertanya keheranan, dia tidak terlalu dekat dengan prajuritnya seperti hal nya Letnan atau Sersan.

“Jadi begini, Tovarisch Kapten, Liev dipanggil kucing bukan karena gerakannya yang lincah atau apa. Tetapi lihatlah, dia bisa tidur kapan saja dan di mana saja dalam keadaan seperti ini,” jelas Fyodor. “Benar, kan? Teman-teman?” Dia menatap tamtama yang lainnya. Mereka mengangguk dengan kompak.

“Aku yakin, Liev memimpikan Yuri dalam tidurnya.” Salah satu tamtama angkat bicara.

“Tidak diragukan lagi. Dia dan lelaki yang 1 itu terlihat seperti pasangan,” cemooh Volkova.

Tamtama lainnya tersenyum tipis. “Semoga Yuri bisa kembali hidup-hidup dan menemui kucing ini.”


***

Di waktu yang sama, pada kota yang berbeda. Kyiv berada dalam cengkeraman ketakutan. Suara pesawat tempur terdengar sayup-sayup di kejauhan, sementara sirene serangan udara berulang kali memecah keheningan yang mencekam. Bangunan terbakar akibat serangan sebelumnya. Jalan-jalan yang dulu sibuk kini sunyi dan sepi, hanya sesekali terlihat warga sipil yang mencoba melarikan diri. Pertempuran semakin intensif pada siang hari di timur laut dan timur Kyiv. Presiden Rusia menyetujui pengerahan hingga 16.000 relawan dari Timur Tengah ke Ukraina pada hari itu, dengan Wagner Group dilaporkan telah merekrut lebih dari 4.000 warga Suriah.

Di sudut lain kota, tank-tank militer Ukraina menderu di sepanjang jalan utama Kyiv, rantainya menghancurkan aspal yang sudah retak. Pasukan infanteri berjalan di sampingnya, menggunakan tank-tank tersebut sebagai perlindungan bergerak. Setiap langkah diambil dengan penuh perhitungan, mata mereka mengawasi atap-atap bangunan yang bisa menjadi tempat persembunyian sniper. Di depan, tim penjinak bom sibuk memeriksa jalan-jalan yang penuh dengan jebakan dan ranjau darat.

Seorang prajurit Rusia berlutut di samping bangunan yang hancur, mengatur napasnya. Dia memegang radio, hendak melaporkan situasi di lapangan. Namun, sebelum dia sempat melanjutkan, suara tembakan senapan mesin menghujani mereka dari atap sebuah gedung tinggi. Refleksnya cepat— dia segera merunduk, memberi isyarat kepada timnya untuk berlindung.

“Yuri!”

The Thin Line of Duty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang