Bab 10: Masa lalu?

2 3 0
                                    

Bab 10: Masa lalu?

Kesetiaan kepada negara selalu; kesetiaan kepada pemerintah, bila ia layak mendapatkannya.” — Mark Twain

Fyodor menelan ludah, baru menyadari sesuatu sensitif yang baru saja ia katakan. Kepala Fyodor menggeleng. Pusing yang dirasakan, membuatnya kacau, tak fokus, bahkan sampai keceplosan. Kecepatan detak jantungnya meningkat. “Tidak, tidak. Lupakan saja, Tovarisch Kapten ...,” cercahnya dengan nada panik.

“Siapa yang seharusnya memberikan perintah?” Romanov berbicara dengan nada tajam, namun masih terdengar cukup tenang.

“Pukul tiga dini hari, di belakang pos penjagaan, temui saya,” jelasnya, tidak meninggalkan ruang untuk berargumen. Perkataan Fyodor benar-benar memicu emosi Romanov, sejak tak ada satu pun bawahannya yang mengetahui detail keluarganya.

Fyodor tidak bisa melakukan apa-apa selain menuruti perintah Romanov. “Baik ....”

“Lanjutkan tugas kalian.”

Romanov memberikan tatapan tajam terakhir kepada Fyodor dari ujung matanya, sebelum dia berbalik dan berjalan menjauh, kembali menemui pengawalnya yang berdiri tidak jauh.

Setelah beberapa jam, ada pergantian shift patroli malam. Sekitar pukul 3, Fyodor menemui Romanov yang menunggu di belakang pos. Sepi dan sunyi, dengan hanya gemerlap bulan sebagai saksi. Fyodor berjalan dengan ragu mendekati Romanov. Pandangannya menatap ke bawah, tidak berani untuk menatap Romanov. Romanov melangkah maju, kemudian, dagu Fyodor mengalami kontak langsung tangan Romanov yang besar. Romanov mengangkat dagu Fyodor, membuat mereka bertatapan. Tubuhnya yang gagah sedikit menjulang dari Fyodor.

“Sebelum percakapan dimulai, dengarkan.”

“Ini bukan pertemuan formal, tidak perlu sesuai protokol, aku mengizinkan hal buruk apa pun yang akan keluar dari mulutmu.”

Detak jantung Fyodor meningkat, tangannya sedikit bergetar. “Baik.”

Romanov melepaskan dagu Fyodor dan mengambil beberapa langkah ke belakang.

“Bagaimana rasanya hidup dengan bebas dari beban dosa keluarga? Kau pasti sudah lupa apa yang dilakukan saudaramu, ya?” Tangannya mengepal.

“Apa maksudmu, Fyodor? Jangan bicara setengah-setengah.”

Fyodor menggertakkan gigi, merasa marah dan bingung. “Mungkin kau lebih beruntung tidak mengingatnya. Setidaknya kau tak harus memikul beban yang kutanggung seumur hidupku.”

“Apakah kau bahkan mengingat malam itu? Malam ketika keluargamu ... mengambil sesuatu yang tak bisa kukembalikan. Kau terlibat, Kapten,” lanjut Fyodor.

Romanov menjadi sedikit tegang, dia tak paham, tetapi dia mengingat sesuatu dengan samar-samar. “Ceritakan semuanya, sekarang.”

***

Kau yang memicu kerugian ini, betapa bodohnya! Bukan hanya kau yang mendapatkan imbas! Diriku juga!” bentak seseorang yang terlihat sudah memiliki umur tua, rambutnya juga telah memutih. Dia, Ayah Romanov.

“Aku yang memicu kerugian?” balas Ayah Fyodor, suaranya bergetar oleh amarah. “Itu hanya rumor tak berdasar! Orang-orang di luar sana mencariku sebagai kambing hitam, tapi tidak ada bukti! Mana mungkin aku melakukan tindak kriminal seperti itu.”

Ayah Romanov mengepalkan tangannya, matanya penuh kemarahan. “Rumor itu telah menghancurkan reputasi kita! Bisnis perdagangan internasional kita menurun drastis karena semua orang percaya kau terlibat dalam tindakan kriminal! Perdagangan senjata ilegal atau narkoba, apa pun itu, kau tahu seberapa parah kerusakannya!”

“Aku tidak pernah menyentuh hal-hal seperti itu!” Ayah Fyodor membela diri, tangannya terangkat, mencoba mengendalikan ketegangan di ruangan.

“Tidak peduli itu benar atau tidak, efeknya sama! Orang-orang telah menarik diri dari perjanjian kita, investor mulai menghindari kita. Aku kehilangan kontrak bernilai jutaan! Dan itu karena namamu tercoreng di mata dunia!” Ayah Romanov semakin tersulut, mendekatkan wajahnya ke arah Ayah Fyodor.

“Kau tak bisa menyalahkanku atas ketidakbecusan bisnismu sendiri!” jawab Ayah Fyodor dengan dingin.

“Kau telah menyeretku ke dalam ini! Reputasi keluarga hancur bersama bisnis kita, dan sekarang kita kehilangan segalanya!”

Petir yang terus menggelegar bersatu dengan perasaan cemas Fyodor yang masih berumur 4 tahun, seluruh tubuhnya bergetar, matanya tertutup saat air mata terus keluar membasahi pipinya, napasnya pendek. Dia duduk terdiam di sudut ruangan sambil memeluk lutut. Suara bentakan, dan suara pertengkaran fisik mulai terdengar dari luar kamarnya. Kemudian, pintu kamar Fyodor terdobrak, memperlihatkan 2 pria tinggi. Mata kedua pria itu menyapu seluruh ruangan, sebelum salah 1 dari mereka menoleh ke luar pintu. “Hanya ada anak kecil di sini, Ayah!”

“Biarkan saja! Cari istri dari si bajingan ke tempat yang lain!” teriak seseorang dari luar pintu kamar.

Kedua pria tersebut menatap satu sama lain sebelum mengangguk dan meninggalkan kamar Fyodor. Pintu kamar yang terbuka, membuat Fyodor memiliki akses untuk melihat ke ruang tamu. Di depan matanya sendiri, pemandangan Ayahnya yang baru saja menemani selama 4 tahun, tergeletak tak bernyawa di lantai dengan bercak-bercak darah, dengan seseorang yang membawa pisau menjulang di depan Ayah Fyodor. Dadanya semakin sesak, tangisannya yang tak bersuara menjadi lebih sakit. Tenggorokannya tercekat, seakan-akan dia tidak bisa bernapas lagi. Dia menggigit bibirnya dengan sangat keras.

***

T

angan Fyodor mengepal saat dirinya menjelaskan masalah tersebut, dadanya berasa ditusuk oleh belati, emosinya ingin meledak pada saat dia menceritakan hal menyakitkan yang membuatnya trauma. “Kau salah satu yang mendobrak pintu kamarku, kan?” tanya Fyodor dengan suara rendah.

“Anak kecil itu adalah ... dirimu?” tanyanya dengan heran.

“Itu aku, ya.”

“Kejadian lama itu ..., kau masih mengingatnya?”

“Kapten, serius? Kau berpikir aku akan melupakan peristiwa yang hampir membunuh mentalku?” Napas Fyodor cukup tersengal.

Romanov menghela napas. “Tenang, Fyodor.”

Fyodor hanya bisa menggelengkan kepalanya saat dia kembali menatap tanah, bahunya terguncang. “Tidak ada rasa bersalah sama sekali, Kapten?” lirihnya.

Pandangan Fyodor yang sehancur ini membuatnya sedikit berdebar, dia mencoba menahan keinginan untuk menyentuh bahu Fyodor dan menepuknya. “Baik ..., baik. Biar kujelaskan.”

Mau tak mau, Romanov terpaksa terbuka untuk menghindari kesalahpahaman. “Kau tahu? Aku tidak terlibat dalam pembunuhan ayahmu.”

“Lalu mengapa kau ada di rumahku?!” imbuhnya, mencoba untuk menjaga nada bicara.

Tarikan napas Romanov terdengar, mempersiapkan dirinya untuk berbicara panjang. “Ayahku mengajakku dan saudaraku untuk ikut, katanya, hanya untuk membantunya dalam perbincangan bisnis itu.”

“Jika peristiwa itu tidak terjadi, mana mungkin aku menjadi tentara, Fyodor? Aku pasti hanya akan duduk di kantor dan menikmati warisan Ayahku. Aku sengaja memasuki dunia militer untuk kabur, aku tidak ingin terlibat lagi,” terangnya dengan tegas.

Fyodor mulai mengangkat kepalanya kembali dan menatap Romanov. Pertama kali, ini pertama kali Romanov terbuka dengan seseorang. Dia tidak pernah melihat Romanov berbicara sepanjang ini selain membahas misi.

“Kapten ...?”

“Hm?”

Setelah Romanov menjelaskan, Fyodor tampak canggung, diam, dan berpikir keras. Matanya sesekali menghindari tatapan Romanov, tetapi juga menunjukkan kilasan emosi yang sulit ditebak antara marah, bingung, dan kecewa. Jari-jarinya mengeras di sisi tubuhnya, seolah menahan diri dari meluapkan perasaan, namun ada sedikit ketegangan di pundaknya. Fyodor menarik napas berat, berusaha memahami apa yang baru saja dia dengar.

“Kau bebas menyimpan dendam. Aku tidak peduli masa lalu. Namun, di lapangan, kau tetap bekerja di bawahku.” Tangan Romanov menyilang di bawah dada setelah memberi perintah

The Thin Line of Duty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang