5. Dilan (1)

71 7 1
                                    

Happy Reading semuanya:)
Typo is seni:)










Sore ini Rafka melangkahkan kakinya menyusuri jalanan desa bersama dengan saudara-saudara tirinya. Sang nenek memintanya untuk mengajak mereka berjalan-jalan melihat desa tempat tinggalnya sementara para orang tua tengah mengobrol.

"Wah desanya asri ya, udaranya sejuk."ucap seorang anak laki-laki yang seusia dengannya. Rafka tahu namanya, anak itu berkata jika namanya Dilan. Ardilan Axelio Xaverius.

"Namanya juga desa, kalo panas banyak polusi itu kota."celetuk anak laki-laki lainnya, Lucky Axelio Xaverius.

"Bang Luck diem deh, aku gak ngomong sama Abang." Dilan menatap kesal kakak ketiganya itu.

"Kita mau kemana?"tanya anak laki-laki lainnya. Anak laki-laki dengan wajah manis, Sivon. Kakak tiri keduanya yang menjadi kembaran tak seiras dari Jeffrey, kakak tiri pertamanya.

"Iya, kita mau kemana Rafka?" Dilan ikut bertanya penasaran. Ia menatap Rafka yang berjalan di sampingnya sementara ketiga kakaknya berjalan di belakang.

"Ke lapangan desa, di sana ramai kalo sore gini."jawab Rafka sembari menunjuk ke arah lapangan yang ramai oleh anak-anak dan pedagang.

"Wah iya rame! Ayo kesana!" Dilan menarik tangan Rafka dan berlari ke arah keramaian. Ketiga kakaknya menghela napas dan memilih untuk mengikuti kedua adik mereka itu.

"Jangan lari-lari Dilan."ucap Jeffrey memperingati adiknya itu.

Dilan cengengesan. "Hehehe... Maaf Bang, aku semangat banget tadi."

"Duduk di sana yuk."ajak Rafka menunjuk kearah pohon rindang yang berada tak jauh dari lapangan. Dari sana mereka bisa melihat anak-anak yang tengah bermain sepak bola.

Sivon mengangguk. "Ayo." Mereka berjalan bersama menuju pohon itu. Setibanya di sana mereka langsung duduk menonton pertandingan sepak bola anak-anak desa.

"Raf, kalo sore memang serame ini ya?" Dilan bertanya yang mendapatkan anggukan dari Rafka.

"Iya, banyak yang main di sini. Kadang juga ada pasar malam."

"Seru juga ya, eh iya nanti ajak ke sawah dong. Aku mau liat pemandangan sawah."pinta Dilan.

Lucky mengangguk setuju. "Besok kan Minggu, bisalah kamu ajak kami liat sawah."ucapnya.

"Kalo besok kalian mau liat sawah, kalian bisa liat sendiri. Besok aku mau bantu ibu sama nenek di kebun juragan Seto. Petik buah strawberry."tolak Rafka yang membuat Dilan kecewa.

"Yah kok gitu sih? Kami kan gak tau tempatnya, temenin lah Raf. Bantu ibu sama nenek kamu kan bisa kapan-kapan."

"Gak bisa Dilan."

"Ayolah Raf, kamu mah gak asik."

"Maaf, tapi aku gak bisa. Aku mau bantu ibu sama nenek."

Dilan menggeram kesal. Selama ini permintaannya selalu dituruti. Ia tak pernah sedikitpun mendapatkan penolakan dari siapapun, bahkan kedua orang tua dan ketiga kakaknya selalu menuruti semua permintaannya meskipun permintaannya tidak masuk akal untuk anak seusianya.

"Maaf, tapi aku bener-bener gak bisa."ucap Rafka menatap Dilan lembut. Ia berharap tokoh utama novel itu mau mengerti dan tidak mendesaknya lagi.

Dilan berdecih. Ia berdiri dan menatap marah Rafka. Dengan tanpa rasa bersalah, Dilan menendang kuat dada Rafka membuat anak itu terbaring di rumput. Ia kemudian menginjak-injak Rafka membuat sang pemilik tubuh kesakitan.

Rafka berusaha melindungi tubuh bagian kepala dan dadanya. Ia sedikit melirik ke arah ketiga kakak tirinya yang hanya diam menatapnya datar seolah-olah apa yang terjadi padanya tak penting. Rafka menatap sendu mereka.

Rains In Heaven (Huang Renjun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang