1. Sebuah Novel

120 10 3
                                    

Heyooo...

Happy reading semuanya...

Typo is seni:)

















Seorang pemuda dengan balutan kemeja biru serta celana bahan kain berwarna hitam berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tangannya menenteng sebuah tas dan jas putih. Ia berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang sepi. Ia akan pulang, jadwal kerjanya telah selesai membuatnya tak punya alasan untuk tetap di rumah sakit. Lagi pula ia perlu untuk membersihkan diri dan istirahat.

"Dokter Rafka!" Pemuda itu, Rafka menghentikan langkahnya dan berbalik guna melihat siapa yang telah memanggilnya itu.

Seorang gadis dengan pakaian khas pasien rumah sakit dan perban di kepalanya berjalan menghampiri Rafka sembari membawa sebuah buku.

"Kenapa Ca?" Rafka bertanya menatap pasiennya itu. Ia telah lama mengenal pasiennya itu. Pasiennya itu bernama Aca, lengkapnya Acavella Pramudita. Remaja tujuh belas tahun yang mengidap penyakit jantung sedari kecil. Aca menjadi pasiennya sejak tiga tahun yang lalu.

Aca tersenyum dan menyodorkan buku yang sedari tadi ia baca itu. Buku itu adalah sebuah novel romansa yang sangat populer di kalangan remaja sekarang.

"Nih buat dokter! Dokter harus baca, ceritanya bagus banget!"ucap Aca antusias.

Rafka menghela napas dan menerima novel pemberian gadis itu lagi. Iya lagi, Rafka selalu saja mendapatkan hadiah novel dari Aca.

"Perfect love?" Rafka berucap membaca judul novel bersampul pink itu. Ia berdecih dalam hati melihat novel bertema romansa itu. Jika boleh jujur ia lebih menyukai novel dengan tema misteri ataupun horor.

Aca mengangguk antusias. "Iya! Novelnya keren, tokoh utama cowok sama ceweknya itu keren banget! Dokter musti baca, aku yakin dokter pasti suka."

Rafka menatap Aca tersenyum. Ia mengangguk dan berkata, "Ya, nanti saya baca. Terima kasih untuk hadiahnya Aca. Saya permisi dulu."

"Sama-sama dokter, dibaca ya! Kalo gitu aku mau balik ke kamar, bye dokter!" Aca tersenyum dan melambaikan tangannya pada sang dokter. Ia kemudian berbalik badan dan pergi.

Rafka yang melihat kepergian pasiennya itu hanya bisa menghela napas. Ia kemudian kembali melangkahkan kakinya menuju halte bis. Hari ini mobil miliknya tengah berada di bengkel, jadi mau tak mau Rafka harus menggunakan angkot atau bis.

Setibanya di halte, Rafka duduk di bangku itu. Hanya ada dirinya di halte. Ia melirik ke arah jam tangannya, kasih ada lima belas menit sebelum bis datang. Rafka memutuskan untuk membaca novel pemberian pasiennya itu. Ia berpikir sekali-kali membaca novel romansa sepertinya tak apa.

Detik demi detik berlalu, Rafka terus membaca novel itu sembari menunggu kedatangan bis yang akan membawanya pulang ke apartemennya. Saat dipertengahan cerita, bis yang Rafka tumpangi datang. Segera ia masuk ke dalam bis dan duduk di kursi panjang yang ada di belakang. Rafka kembali membuka novelnya dan melanjutkan bacaannya. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya dengan alur novel itu. Alurnya memang menarik tapi terlalu menyedihkan untuk sebagian tokoh.

Rafka menghela napas dan menutup novel itu. Ia terdiam memikirkan alur novel perfect love yang sungguh membagongkan itu. Entah bagaimana bisa novel seperti ini begitu banyak disukai oleh orang-orang. Rafka sendiri tak menyukainya. Alurnya memang menarik, tapi kisahnya terlalu menyedihkan. Penulis terlalu mengagungkan tokoh utamanya dan menyiksa tokoh antagonisnya.

Perfect love, novel bersampul pink dengan halaman berjumlah tiga ratus itu membuat emosi Rafka jungkir balik. Ia kesal, gemas, dan greget dengan semua tokoh yang ada di novel itu. Terlebih antagonis sampingan  yang memiliki nama sama sepertinya.

Rains In Heaven (Huang Renjun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang