Prolog

183 14 2
                                    

Hampir sepuluh tahun berlalu sejak Adi terakhir kali melihat Meli, dan hari ini, tanpa sengaja, langkahnya membawanya kembali ke dunia yang pernah ia kenal begitu baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hampir sepuluh tahun berlalu sejak Adi terakhir kali melihat Meli, dan hari ini, tanpa sengaja, langkahnya membawanya kembali ke dunia yang pernah ia kenal begitu baik. 

Toko bunga yang ia masuki ini terasa asing, bukan hanya karena lokasinya yang berbeda, tapi juga karena dia tak pernah mengira akan kembali berhadapan dengan kenangan masa lalunya.

Rahadian Sundara dulu pernah bekerja sebagai karyawan magang di toko bunga milik Kamelia, membantu merangkai bunga dan menjalankan tugas-tugas kecil di sela-sela sekolah. 

Dulu, tempat itu adalah pelarian dari segala tekanan hidup, terutama setelah cederanya menghancurkan mimpinya sebagai atlet. 

Tapi, momen paling menentukan dalam kehidupannya bukanlah tentang bunga atau cederanya—melainkan tentang perasaannya pada Meli, begitu dia memanggilnya.

Adi tak pernah bisa melupakan bagaimana perasaannya ketika masih remaja. Meli, dengan senyum cerah dan tawa hangatnya, perlahan-lahan mengisi hatinya. 

Bahkan sampai sekarang, bayangan tentang ciuman nekat dan pernyataan cinta yang pernah ia buat di akhir masa magangnya masih menghantui pikirannya.

Hari ini, ia kembali, namun tanpa niat mencari kenangan. Dia hanya ingin membeli bunga untuk teman yang diwisuda. 

Tapi begitu Adi melangkah ke dalam toko, dia tertegun. Di balik meja kasir yang familiar, berdiri sosok yang tak pernah ia lupakan—Kamelia Arum.

Dia tampak persis seperti yang Adi ingat. Senyumnya masih ramah, auranya tetap cerah. Seolah waktu hampir 10 tahun ini tak menyentuhnya sama sekali. 

Bahkan, jika mereka berdiri bersebelahan, tak ada yang akan menyangka bahwa Meli lebih tua darinya. Perubahan lokasi toko tak mengubah apa pun tentang pesonanya.

Meli mengangkat kepala, menyadari ada yang menatapnya. Saat pandangan mereka bertemu, perempuan itu terdiam sejenak. 

Mata itu... mata yang dulu penuh rasa ingin tahu dan semangat masa muda kini milik seorang pria yang lebih dewasa. 

Adi telah tumbuh, tubuhnya lebih besar dan wajahnya lebih tegas—dan meski bertahun-tahun berlalu, kenangan tentang pernyataan cinta Adi masih menyisakan rasa canggung di antara mereka.

"Adi?" suara Meli terdengar pelan, ragu.

Adi tersentak dari lamunannya, seolah baru sadar bahwa ini bukan mimpi. "Kak Mel...," jawabnya pelan. Keheningan menyelimuti mereka, udara terasa berat dengan kenangan masa lalu yang belum terselesaikan.

Meli mencoba tersenyum, meskipun ada sedikit kegugupan di matanya. "Bunga untuk hadiah?"

Adi mengangguk, senyum tipis muncul di wajahnya. Mereka mungkin telah terpisah bertahun-tahun, tapi satu hal tak pernah berubah—debaran di dada Adi setiap kali dia melihat Kamelia Arum.

The Second Bloom | Byeon Wooseok - Kim Hyeyoon - Kim RowoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang