Tumbuh bersama Si Kembar

3 0 0
                                    

Sesampainya di rumah, aku melihat dua sosok mungil yang sudah kutunggu-tunggu—adik kembarku, Muhammad Faiz dan Muhammad Fawaz. Mereka terlihat sangat lucu dengan wajah yang ceria dan gerakan mereka yang aktif. Ummi tersenyum lembut sambil memandangi mereka, merasa bangga dan bahagia melihat perkembangan si kembar yang semakin lincah dari hari ke hari.

Beberapa bulan berlalu, dan tiba saatnya Faiz dan Fawaz menjalani sunat. Proses sunat dilakukan di rumah sakit, dan setelah itu, rumah kami menjadi ramai oleh tetangga yang datang menjenguk untuk mendoakan kesembuhan mereka. Meski masih bayi, si kembar tetap menunjukkan sisi aktif mereka, yang membuat suasana rumah semakin hidup.

Sebagai kakak, tugasku mulai bertambah. Setiap hari, aku diminta Ummi untuk menyiapkan dua botol susu untuk Faiz dan Fawaz. Kadang-kadang tugas ini dilakukan bergantian dengan Kak Nayla, karena merawat si kembar memang membutuhkan banyak perhatian. Di tengah kesibukan itu, adik perempuanku yang masih berusia dua tahun, Yumna, tampak asyik duduk di depan televisi, menonton acara belajar membaca untuk anak-anak. Ia tampak tenang di antara hiruk-pikuk rumah yang sibuk.

Seiring waktu, Faiz dan Fawaz mulai tumbuh besar. Mereka melewati tahap-tahap penting, mulai dari bisa merangkak, ikut meniru gerakan sholat, hingga akhirnya bisa berjalan sendiri. Setiap perkembangan mereka selalu membuat kami sekeluarga bangga, tapi juga membawa tantangan baru.

Di tengah kebahagiaan itu, Ummi mulai terlihat sangat kelelahan. Apalagi, Abi sedang sibuk-sibuknya dengan kampanye pemilihan DPR, sehingga ia jarang berada di rumah untuk membantu. Suatu hari, setelah terlalu lama memaksakan diri, Ummi tiba-tiba pingsan. Saat itu aku masih kecil, baru kelas 1, dan tidak mengerti apa yang terjadi. Ketika akhirnya aku mengetahui, aku baru sadar bahwa Ummi mengidap penyakit vertigo—rasa pusing yang sangat hebat hingga membuatnya sulit untuk berdiri atau berjalan.

Melihat Ummi yang begitu lemah membuatku sadar betapa beratnya tanggung jawab yang ia pikul. Meskipun waktu itu aku belum sepenuhnya mengerti, lambat laun aku belajar bahwa kondisi Ummi memerlukan perhatian dan perawatan yang lebih, dan peran kami sebagai anak-anak semakin penting untuk meringankan bebannya.

ANTARA CINTA DAN IMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang