03

562 134 5
                                    

Daren kembali menatap kertas itu. "Mungkin aku seharusnya menulis sesuatu seperti, 'Pembatalan pertunangan' lagipula kita belum menikah dan harus bercerai."

Daren mengambil kertas lain, sementara ia meremas kertas yang sedang ditulisnya tadi menjadi bola dan membuangnya. Benar-benar membuangnya.

Menulis ulang surat pembatalan pertunangan. Setelah selesai, dia memasukkannya ke dalam sakunya dan keluar.

Saat keluar, dia berpapasan dengan Ron. Daren mengira dia mungkin baik-baik saja sekarang, tetapi tubuhnya secara tidak sadar membeku saat dia berhadapan langsung dengan Ron, salah satu interogator/penyiksanya.

"Tuan muda Daren? Anda baik-baik saja?" Ron tersenyum ramah. Namun, bayangan Ron dengan senyum dingin itu tumpang tindih dengan bayangannya saat ini. Kata-kata yang diucapkannya juga tumpang tindih dengan masa lalu.

"Tuan muda Daren? Kamu baik-baik saja?" tanya Ron dengan senyum dingin dan tatapan mengejek saat ia melihat tubuh Daren yang dulunya gagah kini tangannya berlumuran darah.

"Tuan muda?" Ron mencoba mengulurkan tangannya ke mantan anak anjingnya yang pucat pasi, tetapi Daren menghindari sentuhannya seolah-olah itu adalah cairan asam dan mundur beberapa langkah.

Ron bisa mencium bau darah yang keluar dari telapak tangan Daren karena pemiliknya memegangnya terlalu keras.

Meskipun Daren berhasil mengendalikan sebagian besar tubuhnya, tangannya masih gemetar. Daren terus memegang tangan nya yang berdarah.

"Sedikit lagi. Setelah perang, semuanya akan baik-baik saja." Daren mengingatkan dirinya sendiri.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Daren bertanya tanpa menutup matanya. Ron masih tersenyum sementara tatapan matanya tampak dingin.

"Apa maksudmu?"

"Bukankah kau seharusnya pergi dengan Andrew sekarang?" Tatapan mata Ron tampak semakin dingin.

Kenapa anak anjing ini bertingkah seperti ini. Bahkan setelah mereka bertemu lagi setelah Ron meninggalkannya tanpa sepatah kata pun, hal terburuk yang dilakukan Daren adalah mengabaikan keberadaannya.

Dulu, bukan hanya dia. Setelah mereka bertemu lagi, Daren akan mengatakan apa yang perlu dikatakan dan duduk dengan tenang di samping Alberu.

Seperti anak anjing penurut yang hanya menggonggong saat perlu. Kalau tidak, mereka bahkan tidak akan melihat sekilas rambut merah Daren.

Karena dia akan menempel pada Alberu seperti lem. Kalau sudah merasa puas dia akan kembali ke rumah Henituse.

Namun, sepertinya kali ini dia bahkan tidak ingin melihat wajahnya dan mendorongnya menjauh.

"Aku baru saja akan melakukannya."

"Begitu ya." Hanya itu yang dikatakan Daren sebelum dia berjalan melewati Ron. Daren butuh banyak usaha untuk melakukannya.

Setelah merasa semakin jauh, Daren bersandar ke dinding terduduk lesu. Ia membenamkan wajahnya di lututnya, memeluk lututnya dengan erat.

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." Ia mengulang kata-kata itu lagi dan lagi.

Bagi mereka yang tidak memiliki ingatan masa lalu, hal itu tidak akan terjadi. Tetapi bagi Daren yang kembali dari kematian, dia masih dapat merasakan logam di lehernya.

Pukulan, cambuk di kulitnya. Tangan lengket di tubuh. Tatapan dingin. Hinaan. Tuduhan. Keinginan mati.

Semuanya masih segar. Lukanya masih berdarah. Bekas lukanya belum memudar. Air matanya belum kering. Melihat mereka seperti menaburkan garam pada lukanya.

[BXB] In another lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang