Mohon untuk yang mampir ke cerita ini
untuk selalu vote dan komen (hargai penulis)
...
Menikah dengan seseorang yang kita cintai adalah anugerah tapi ketika kita tidak bisa mempunyai anak karena nya, bisakah tetap kita bilang anugerah?
punya hutang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
For dark readers please go away!!! Only accepting readers who want to vote and comment
• • •
Cermin besar netra berwarna hazel lekat terus tertuju padanya seakan tengah tersihir, namun sudah tentu bukan alasan sesederhana itu yang terdapat dalam lubuk hatinya.
Ada hal lain yang terus membuat netranya terpaku. Bukan wajahnya yang buruk rupa tentunya tapi pakaian? Ya gaun putih mewah yang kini melekat ditubuhnya tiada henti dia tatap melalui cermin itu.
"Haruskah?" lontarnya kini memutar arah pandangnya menuju sisi lain dimana tidak nampak lagi bayangan dari cermin yang masih setia memberi pemandangan wajah cantik nya "aku tidak siap hiks.."lanjut bibir ranumnya yang sudah terpoles dengan lipstik merah muda berucap pelan.
Kebetulan bukan hanya dirinya yang kini singgah di tempat sepi itu jadilah dirinya mendengar suara orang lain yang langsung menjawab perkataannya.
"Bukankah ini permintaan terakhir Jisoo dalam mimpimu" wajah Jennie tertunduk lesu semakin mengulum bibir dalam angannya dia merutuki atas fakta yang tidak bisa ditimpal olehnya.
Puk
Jennie merasa pundaknya diberi tepukan halus, saat mendongak memanglah sudah ada tangan mulus tanpa bulu milik Irene bertengger disalah satu pundaknya yang tidak tertutup kain ataupun sehelai benang sekalipun.
"Aku tahu semua ini berat tapi kumohon kali ini bertahanlah demi sahabatku" ucap Irene memberi usapan singkat di sepanjang kepala Jennie.
Kemudian memegang kedua bahu Jennie setelahnya memberikan bantuan agar gadis yang jauh lebih muda darinya itu bisa berdiri dengan leluasa.
Telapak tangan Irene berikan pada Jennie "pegang lah, meski aku bukan Jisoo bukankah masih bisa untuk terasa sama"
Netra Jennie membulat sempurna sebelum pada akhirnya dengan senyum yang sedikit dipaksakan menerima gandengan tangan Irene yang diberikan untuknya.
"Aku tahu eon-ni"lirih Jennie sembari meremat erat telapak tangan empu disampingnya yang menghentikan langkah seusai mendengar kata yang terucap melalui belah bibirnya barusan.
Mendapati Irene hanya terdiam Jennie memegangi kedua telinganya sendiri dengan bibir bawah yang digigitnya guna menahan rasa tegang yang menjalar cepat dari lubuk hatinya.
"Mianhe dokter aku tid-" Irene dengan cepat memberi jarinya untuk menutup bibir Jennie yang hendak berucap memastikan si gadis yang sebentar lagi berubah peran menjadi seorang wanita tidak ada pergerakan lagi, dengan peluh keringat menetes melewati dagunya lantas Irene langsung bertanya "bisa kau ulangi kalimatmu tadi?" kini jemari milik Irene seluruhnya berpapasan dengan kulit wajah Jennie yang tak kalah basah oleh keringat.