Pernah gak kalian mengalami hal seperti ini, ketika pagi hari cuaca begitu cerah, tapi ketika memasuki waktu siang hujan malah turun sangat deras sekali hingga malam hari.
Petrichor hanya jadi ilusi di kota-kota besar, tapi tidak dengan pedesaan kita masih bisa mencium bau alami air hujan yang jatuh ke tanah kering.
Seperti saat ini, Dain sedang menikmati fenomena tersebut di halaman belakang rumah tempat dimana ia dibesarkan.
Mas bobby mendapati keponakannya itu sedang bengong sendirian di gazebo dekat kolam ikan memandangi tanaman hias yang disusun di teras.
"Sekarang kemana-mana yang dicari kakekmu cuma tanaman hias buat nambah koleksinya. Kemarin dia beli anggrek hitam papua pulang perdin dari sana"
"Bukannya anggrek hitam papua salah satu tanaman yang dilindungi Mas?"
"Iya, kalo yang dari hutan asli emang dilindungi. Yang boleh diperjualbelikan itu anggrek dari hasil silang atau mengawinkan anggrek generasi kedua-ketiga. Bukan bibit yang diambil dari hutan kok. Kakek kamu bahkan memperkerjakan orang, khusus untuk mengurus tanaman-tanaman hiasnya".
"Hobi kakek agak lain ya "
"Kamu gatau alasan kenapa kakek kamu sangat senang jadi kolektor tanaman hias?" Tanya om dengan kening agak mengkerut . Dain menggeleng pelan.
" Mama kamu sangat menyukai tanaman hias , Dain..."
"Papa kamu juga pernah bilang kalo dulu ibu kamu lebih senang diberikan bunga hidup beserta potnya dibanding sebuket bunga mawar yang udah dipetik. Baginya kalo sayang itu harus dijaga, bukan dipetik. Semua yang hijau-hijau ini, bukan tentang hobi kakekmu aja. Tapi juga tentang kenangan ibu kamu".
Didapur Asa sedang membantu adik dari Almarhumah mertuanya.
"Ini udah Jalan hampir tiga bulan kalian nikah ya. Sa?" Asa menoleh kearah Tante Dian istri mas Bobby."Iya Tante" jawab Asa sopan.
"Kamu? Belum isi juga?"
"Belum Tante" jawab Asa sambil tersenyum
"Kalian ga ada niat buat nunda punya anak kan?"
"Ga kok tan , aku sama Dain gak biat nunda apapun, mungkin belum dikasih aja sama tuhan" jawab Asa berbohong.
"Kamu gak mandul kayak Pharita kan?"
"DIAN!!!" itu teriakan dari kakek. Ia baru dateng bersama dengan ruka dan Pharita.
"Apaan sih Pah, aku cuma nanya doank. Lagian kalo Asa gamau jawab juga gapapa"
"Nanya emang boleh, tapi jangan menyinggung orang lain donk, kalo gini kamu udah keterlaluan Dian" . Kakek paling tidak suka ketika ada yang menyakiti cucu-cucunya.
"Kakek, udah gapapa kok" Pharita menenangkan kakeknya. Ia tidak ingin menjadi alasan permasalahan antara bapak dan anak.
"Urusan aku sama Pharita punya anak atau belum juga , gak bikin tante rugi apapun kan? Emangnya Tante yang bakal biayain Kalo anak aku lahir"
Ruka yang daritadi diam sudah tidak tahan lagi, melihat Pharita tiba-tiba menunduk membuat emosi dirinya hampir meledak. Mas Bobby dan Dain langsung masuk mendengar keributan didapur.", mentang-mentang udah kaya kamu kurang ajar sama Tante. Harusnya yang gantiin pemimpin perusahaan itu mas Bobby bukan kamu".
"Ini semua gaada kaitannya sama kekayaan aku, Tan. Kalo tante mau jabatan itu silakan ambil, aku juga gak pernah minta. Aku gak gila harta kayak Tante"
Pharita menggenggam tangan Ruka
"Ayo pergi" pintanya.
Ruka memandang keadaan sekitar, dan menoleh kearah Pharita , wajahnya sontak luluh ketika melihat wajah istrinya yang ketakutan dengan sikapnya.