Ditulis oleh: rayieennn
Instagram @__ryn27__
TikTok @diksi_usang
"𝙺𝚒𝚝𝚊 𝚑𝚒𝚍𝚞𝚙 𝚍𝚒 𝚍𝚞𝚗𝚒𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚎𝚓𝚊𝚖, 𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚑𝚒𝚍𝚞𝚙 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚑𝚊𝚛𝚞𝚜 𝚕𝚎𝚋𝚒𝚑 𝚔𝚎𝚓𝚊𝚖 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚍𝚞𝚗𝚒𝚊."─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
Hutan itu berdiri tegak, seolah tidak pernah tersentuh waktu. Pepohonan raksasa menjulang, dahan-dahannya membentuk jaring-jaring gelap yang menghalangi sinar matahari. Udara di dalamnya terasa tebal, lembap, dan sunyi. Begitu sunyi, hingga detak jantung seseorang bisa terdengar menggema. Tidak ada suara burung, tidak ada serangga yang berkicau. Hanya keheningan yang terasa mencekam.
Damar menoleh ke belakang, melihat teman-temannya yang berderet di belakangnya. Lima orang, berdiri diam di tepi hutan, memandang ke dalam dengan campuran rasa kagum dan waspada. Mereka semua, tentu saja, belum tahu apa yang akan menanti di dalam sana.
"Jadi, ini tempatnya?" Roni menyuarakan apa yang mereka semua pikirkan. Suaranya terdengar cerah, seperti biasa, meskipun ada sedikit getar yang sulit disembunyikan.
"Ya," jawab Damar singkat, tangannya mengusap rambut yang mulai berkeringat.
"Ini tempatnya."Mereka sedang berada di pinggiran hutan yang disebut penduduk lokal sebagai Hutan Hitam. Sebuah tempat yang konon dikeramatkan. Bukan karena keindahannya, melainkan karena kisah-kisah mengerikan yang menyelimuti tempat itu. Tidak ada yang berani berkemah di sana. Kecuali, tentu saja,
kelompok kecil ini-sekumpulan anak muda-yang menganggap cerita-cerita mistis sebagai bualan belaka."Gak masalah, 'kan? Maksudku, orang-orang di desa itu berlebihan." Alif berkata, berusaha memecah ketegangan. Dia selalu jadi yang paling optimis dan percaya diri. "Mereka terlalu banyak nonton film horor."
Siska, yang berdiri di sampingnya, hanya tersenyum tipis. Wanita cerdas itu tidak sepenuhnya percaya pada cerita-cerita rakyat, tapi ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Mungkin caranya warga desa
menatap mereka saat mereka membeli persediaan di pasar pagi tadi. Mata-mata penuh peringatan, seolah mereka akan menuju nasib buruk yang tak terhindarkan. "Mungkin saja mereka tahu sesuatu yang kita nggak tahu," gumamnya pelan."Udahlah, nggak usah paranoid," sahut Roni sambil tertawa. Dia selalu yang paling suka bercanda, meski situasinya tidak cocok.
Wulan yang selama ini diam, tampak tidak tertarik dengan percakapan itu. Matanya terus menatap ke dalam hutan, seakan-akan ada sesuatu di sana yang hanya dia bisa lihat. Sesuatu yang bersembunyi di balik pepohonan, mengintai dalam bayangan. Dia merapatkan jaketnya, meski cuaca tidak sedingin itu.
"Yuk masuk, udah siang. Kalau mau dapet tempat bagus buat mendirikan tenda, kita harus cepat." Damar memberi komando. Sebagai pemimpin kelompok, Damar selalu mencoba menjaga ritme dan keputusan mereka, memastikan semua berjalan sesuai rencana.
Dengan langkah yang mantap, mereka pun memasuki hutan. Hanya beberapa langkah ke dalam, dunia di
sekitar mereka berubah. Suara angin yang tadinya samar menghilang, digantikan oleh keheningan yang menyelimuti. Tanah di bawah kaki terasa lembek, dan pohon-pohon itu, yang dari luar tampak biasa, sekarang tampak lebih menyeramkan, seolah mengawasi mereka diam-diam.
"Serius, hutan ini kayak ... terlalu sepi," kata Alif tiba-tiba. Dia berhenti, memandang ke sekeliling.
"Biasanya kalau kita masuk hutan, pasti ada suara-suara binatang, 'kan? Ini kayak ... nggak ada kehidupan."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTOLOGI CERPEN HOROR
HorrorKumpulan cerita-cerita pendek dengan genre horor. Kisah yang akan membuat bulu kudukmu berdiri, dengan setiap baitnya yang membawa suasana mencekam, serta kengerian. Pastikan kamu tidak sendirian. Karena mungkin, 'mereka' ada di dalam kegelapan, di...