Sang Pengingkar

23 4 0
                                    

Ditulis oleh: vyzaa_
Instagram @zzafrr_
TikTok @bubble_cheese4
"𝙺𝚎𝚐𝚊𝚐𝚊𝚕𝚊𝚗 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗𝚕𝚊𝚑 𝚝𝚞𝚓𝚞𝚊𝚗, 𝚝𝚎𝚝𝚊𝚙𝚒 𝚊𝚠𝚊𝚕 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚜𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚋𝚎𝚛𝚑𝚊𝚜𝚒𝚕𝚊𝚗."

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

Malam ini terasa begitu panjang bagi Cello, pria berbadan kekar dengan paras tampan yang tak terelakan. Wajahnya berbinar, menatap pantulan dirinya dari depan cermin. Tangannya perlahan menuntun sebuah sisir untuk mulai merapikan rambut hitamnya, dengan panjang sekitar tiga centimeter itu. Lengkungan di bibir tipisnya tercetak, tak akan luntur dalam waktu
dekat ini. Setelah merasa rambutnya kembali tertata, Cello memutuskan untuk pergi ke tempat tidur.

Ah, dirinya sudah berjanji akan menemui sang kekasih di esok hari. Matanya menangkap sebuah pigura kecil berisikan foto gadis cantik dengan senyum merekah. "Aku merindukanmu, Na." Monolognya sebelum kembali tersadar akan dunianya saat ini.

Apa yang ada dalam pikirannya? Cello menghempaskan segala kegaduhan yang berenang di dalam isi kepala. Pria itu ingin segera memejamkan mata, dan berkelana di alam mimpi.

Cello membolak-balikkan badan, mencari sisi ternyaman agar lekas terlelap. Ketika hendak kembali menghadap ke sisi kanan, tepat mengarah pada sebuah nakas minimalis, Cello melebarkan matanya. Jantungnya berdegup berkali lipat lebih kencang, dengan keringat yang bercucuran. Atensinya terenggut oleh sebuah pigura yang tadinya sempat ada dalam pelukannya, kini tampak dialiri cairan merah pekat.

Pergerakkannya begitu cepat, ketika
tangan berotot itu menarik kasar selimut tebal yang terletak di bagian bawah kasur. Cello menutupi seluruh tubuhnya, memejamkan kedua matanya secara paksa dengan tubuh penuh peluh.

Kesadarannya hanyut, tergantikan oleh abstraknya mimpi di malam hari. Kilauan sinar mentari menerobos celah jendela kamar bernuansa gelap, membuat Cello terusik dan membuka kedua kelopak matanya perlahan, sembari menyesuaikan pandangannya yang tersorot cahaya sang
surya. Pria itu beranjak dari tempat tidurnya, melihat sekeliling, tak lupa kembali memperhatikan sekotak pigura yang terletak di atas nakasnya. "Apa itu hanya mimpi?"gumam Cello, bertanya-tanya kepada dirinya sendiri akan apa yang terjadi semalam.

Cello meraup wajahnya gusar, lalu menghela napas panjang. Melihat jarum jam menunjukkan pukul delapan, dirinya bergegas untuk segera bersiap. Jika tidak, ia akan terlambat.

Bersamaan dengan kembalinya Cello di kamar itu, dentingan notifikasi ponsel berbunyi khas, pertanda adanya pesan masuk dari seseorang yang tentunya Cello kenali. Dalam hitungan detik, benda pipih berlogo apel digigit sudah ada dalam genggamannya. Dibukanya satu
pesan yang berisi penantian dari sang kekasih. Jemarinya berselancar bebas di atas layar, memberi balasan singkat, lalu kembali bersiap. Dia tak sabar ingin menemui kekasihnya, Deca.

Pagi ini, Cello berjanji akan mengajak Deca untuk membeli segala keperluan untuk persiapan tunangan, yang akan diadakan tiga hari ke depan.

Cello kembali menolehkan kepala, meneliti pigura foto itu. Tidak ada yang aneh,
semuanya baik-baik saja. Ini terasa janggal baginya, tetapi ia harus segera pergi, tiada waktu lagi untuk memikirkan hal kecil ini.
Menurutnya, mungkin semalam hanya sebuah mimpi, atau hanya halusinasi semata.

Pria itu membawa langkah lebarnya pergi, meninggalkan kamar miliknya dengan perasaan mengganjal. Masuklah Cello ke dalam mobil hitam kebanggaannya. Perlahan, kakinya menginjak pedal gas, membawa mobil kesayangannya itu
menuju sebuah taman, di mana dia akan menjemput sang kekasih.

ANTOLOGI CERPEN HORORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang