7. Kau Bukan Kilian

552 62 2
                                    

Begitu Bianca kembali Kilian sudah tidak ada di kamarnya. Dia pun bergegas mengunci pintu mencegah siapapun masuk seenaknya. Kepalanya sakit dan emosinya meninggi setiap kali dia bicara dengan pria itu. Dia membencinya sehingga apapun yang pria itu katakan membuatnya kesal.

Bianca mencari surat cerai di meja tempat dia menaruh beberapa buku serta dokumen yang dia kerjakan. Dokumen itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan posisinya sebagai Grandduchess. Hubungannya dengan rumah ini hanya seperti hantu tak kasat mata, patung indah untuk pajangan yang tidak harus melakukan apa-apa, atau wanita tak diinginkan yang membuat Grandduke kehilangan kenyamanan untuk berada di rumahnya sendiri.

Kilian itu hebat dan Kepala Pelayan mengurus rumah tangga dengan baik. Menyadari keberadaannya di sini karena permainan kaisar, dia tahu diri.  Pihak yang berkuasa menjadikan dirinya korban karena dianggap tepat dan tidak bernilai.

Oleh karena itu Bianca secara alami bersedia tidak harus memiliki tanggung-jawab atau hak yang besar. Untuk menyelamatkan diri dia mengurus kekayaan pribadi. Karena Count Elyas tidak memihak pihak manapun dalam politik kekaisaran, maka keluarganya berfokus pada kerjasama dan perdagangan di wilayah mereka. Mereka belum tumbuh dengan kuat atau menjadi besar. Tapi pekerjaan itu sudah berjalan sejak kakeknya menerima gelar sebagai penerus dan mampu bertahan hingga sekarang.

Tidak sedikit keluarga bangsawan yang lebih memilih tertimbun hutang atau memeras daripada terang-terangan bekerja keras membanting tulang. Bisa dibilang Count Elyas dari kakek ke ayahnya, mereka adalah pekerja keras dan punya semangat menyejahterakan keluarga.

Lalu Bianca, meski dia Grandduchess sebatas nama namun dia juga putri satu-satunya Count. Jika dia dan Kilian bercerai, jika suatu saat dia buang, atau pihak-pihak yang menganggapnya berharga ingin dia pergi maka dia akan pergi segera. Menyambut masa depannya. Menjadi penerus ayahnya, Count Elyas III dan meneruskan pekerjaan. Sayang sekali dia meninggal dalam kecelakaan.

Setelah regresi, kini dia telah berada di saat yang tepat untuk mengakhiri pengorbanannya. Perintah Kaisar hanya tentang menikah, tapi tidak untuk bercerai. Dan lagi, Kaisar sudah tidak membutuhkan Evalina.

Maka korban atau pion sudah tidak digunakan lagi. Bianca memegang surat cerai di tangannya. Begitu Kilian menandatangi ini, dia tidak terbebas. Dia akan menyambut lembaran baru. Membuang cinta yang gagal.

"Besok." Surat cerai akan dia berikan pada Kilian besok pagi. Tidak peduli apakah mereka akan berdebat, dia akan tetap menyinggung soal itu.

Pagi hari, Bianca memerintahkan pelayan yang bekerja di kamarnya untuk menyerahkan surat cerai ke kantor Kilian.

Pelayan itu mengikuti perintahnya dengan patuh. Menyisakan para pelayan yang membantunya mandi dan berpakaian. Sepertinya ada sesuatu yang mengganggu para pelayan itu. Mereka sepertinya tampak tidak nyaman dan menatapnya seolah memintanya mendengarkan sesuatu.

"Apa ada sesuatu yang ingin kalian katakan?" Bianca bertanya

"Bukan begitu. Hanya saja ada sesuatu yang membuat kami bingung," jawab pelayan meriasnya.

Bianca memperhatikan tiga pelayan yang sedang mengurusnya. Tidak bisa menebak.

"Apa itu?"

Para pelayan ragu. Namun tidak lama memberitahunya apa yang terjadi

"Kereta kekaisaran telah tiba tadi malam membawa Selir Evalina. Selir Evalina berniat menemui Yang Mulia Grandduke, tetapi Yang Mulia telah memerintahkan pengawal untuk tidak membukakan gerbang untuknya. Selir Evalina bersikeras bahwa dia takkan pergi sebelum melihat wajah Yang Mulia."

Bianca mematung mendengar cerita pelayan itu. Jantungnya berdegup kencang memikirkan momen yang sama seperti sebelum dia regresi yang mendekati akhir kematian.

Jika tadi malam Kilian melarang Evalina masuk, jadi apa yang membuat gadis-gadis ini khawatir?

"Apa maksudmu Selir Evalina masih di luar pagi ini tanpa pergi?"

"Benar, Nyonya."

Bianca tidak bertanya lagi dan diam hingga selesai didandani. Para pelayan lalu pamit meninggalkannya sendirian untuk kemudian dikunjungi Kilian di kamar itu.

Melihat kedatangan pria itu Bianca menatapnya cemberut tidak menyembunyikan ketidaksukaannya. Kilian berdeham pelan. Tersenyum dengan wajah agak riang.

"Istriku, maaf kalau aku mengganggumu terlalu pagi. Aku hanya ingin memberitahumu kalau sekarang adalah saatnya untuk sarapan bersama," ucap pria itu. Masuk ke dalam lalu membungkuk dengan elegan memintanya mengulurkan tangan.

Bianca memperhatikan sikap Kilian yang dari ke hari semakin aneh. Pertanyaan yang telah dia abaikan terlintas dalam benaknya, mengapa Kilian tidak seperti sebelumnya? Hal-hal seperti pernikahan mereka, pernikahan Kaisar dan Evalina, serta Kaisar yang ingin memiliki 3 selir tetaplah sama. Hanya sikap Kilian yang berubah.

Kilian menatapnya yang sedang memikirkan hal itu. Agak senang dan berlama-lama menatapnya. Dengan senyum yang seolah menganggapnya cantik, Kilian memegang tangannya lalu membawanya ke bibirnya.

Sentuhan bibir itulah yang menyadarkan Bianca kembali.

"Apa yang sedang istriku pikirkan?" tanya Kilian. Suaranya rendah, menyimpan kasih sayang. Matanya terasa memabukkan jika dia tidak bisa bertahan. Bianca membalas kehangatan itu dengan ekspresi dingin. Menarik tangannya dari pria itu. Berdiri kemudian berjalan melewati orang di depannya.

Kilian mengikutinya dari belakang. Dia baru menyamai Bianca ketika mereka akan menuruni tangga. Tidak kehilangan senyum. Mengambil tangan Bianca lagi untuk berpegangan pada lengannya.

"Tidak apa-apa untuk istri mengandalkan suaminya." Senyum Kilian makin indah saja. Tetapi Bianca menemukan bagian kantung mata yang agak menghitam pada wajahnya yang menyebalkan.

"Melihat cintamu kedinginan di luar sana sepertinya kau tidak bisa tidur nyenyak!" Bianca segera menyindir. Memulai keributan tanpa menunggu pagi berlalu.

"Cintaku hanya istriku seorang. Aku tidak bisa tidur karena memikirkanmu. Mungkin jika istriku memelukku tidurku akan membaik."

Ekspresi Bianca menjadi kaku. Kilian yang perayu adalah hal baru yang tidak pernah dia lihat di kehidupan sebelum regresi karena saat itu Kilian hanya melihat Evalina.

"Aku telah mengirim pesan pada Duke Grandiel bahwa putrinya yang merajuk pada Kaisar berada di sini. Mungkin sebentar lagi Duke akan menjemputnya." Kilian menjelaskan. Dia melangkah ke depan lalu berbalik ke arahnya.

"Bukankah aku sudah berjanji akan membuktikan, bahwa aku sungguh-sungguh mencintaimu. Aku tidak ingin bercerai."

Setiap Kilian mengucapkan kata cinta, Bianca memiliki keinginan untuk menutup telinga. Dia tidak ingin mempercayainya. Di masa lalu Kilian hanya mempedulikan Evalina.

Oleh karena itu keningnya berkerut. Bianca bertanya setengah bersungguh-sungguh.

"Siapa kau? Kau bukan Kilian yang kukenal? Di mana Kilian yang sebenarnya?"

Sesaat Kilian kehilangan kata-kata. Tercengang. Mungkin merenungkan diri sendiri karena membuat Bianca bertanya demikian.

"Sayang ... ini memang aku." Wajah pria itu tampak kecewa. Seolah dia tidak berharap Bianca menyangsikan sikapnya. "Aku masih orang yang sama. Tapi aku sudah berubah."

"Yah, kau memang sering mengatakan kau sudah berubah akhir-akhir ini. Tapi  aku lebih senang kau tetap seperti dulu."

Bianca melewati Kilian lagi. Meski dia mengatakan kata-kata menyakitkan, Kilian tetap memperlakukannya selayaknya kekasih yang perhatian. Menarik kursi untuknya. Memberikan makanan enak ke piringnya. Menuangkan susu dalam gelasnya juga mengajaknya mengobrol.

Bianca sarapan dengan baik meski menolak makanan pemberian atau susu yang Kilian tuang. Memilih minum air putih. Tapi sia-sia karena Kilian jugalah yang menuangkan air itu untuknya.

"Apa kau pelayan?" tanya Bianca tidak senang.

"Senang rasanya melayani istri."

Ck. Bianca mendecakkan lidah. Rasanya Kilian sedang memprovokasinya.

"Mantan Selir pasti belum sarapan di luar sana. Mengapa kau tidak memeriksa keadaannya karena bagaimana pun kalian sangat dekat?!"

I Still Want A DivorceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang